Islam Pedoman Hidup: Berjihad, Harus Memikirkan Maslahat Dan Mudharat, Bukan Semangat Berani Mati Saja,.Ada Nyawa Yang Tak Bersalah Yang Terkorbankan

Senin, 19 Desember 2016

Berjihad, Harus Memikirkan Maslahat Dan Mudharat, Bukan Semangat Berani Mati Saja,.Ada Nyawa Yang Tak Bersalah Yang Terkorbankan


Jihad Palestina di Gazza

Prolog : Ini adalah satu tulisan yang pernah saya buat di awal Januari 2009 saat Yahudi mengagresi Gazza untuk kesekian kalinya.
Sebagaimana telah saya perkirakan sebelumnya, bahwa tulisan ini mendapatkan ’reaksi’ dari sebagian besar teman-teman yang kemudian menganggap saya tidak mendukung perjuangan rakyat Palestina dan ridla terhadap penjajahan Yahudi di sana.
Setelah berlalu beberapa bulan pasca usainya agreasi Yahudi, mungkin ada baiknya jika tulisan ini saya pasang di Blog ini (dengan beberapa perbaikan, penambahan, dan pengurangan seperlunya). Semoga ada manfaatnya, dan juga berharap ada kritik serta saran konstruktif jika memang terdapat kekeliruan.
Saya sungguh merasa heran dengan satu kaum yang mereka merasa sedih dan sakit ketika melihat saudara-saudara mereka yang terbantai oleh keganasan Yahudi di bumi Syam sambil berteriak-teriak :
”Wahai ikhwah, inilah bukti kekejaman Yahudi terhadap kaum muslimin” ; namun di sisi lain mereka ’membiarkan’ hal itu terjadi.

Mereka menganggap bahwa itu semua adalah satu pemakluman yang mesti terjadi ketika perang ditegakkan (oleh sekelompok kaum muslimin – HAMAS ? ). Mereka menganggap bahwa mereka-mereka yang meninggal dihujani peluru, mesiu, dan bom-bom dari alat-alat perang Yahudi itu, adalah sebuah pengorbanan yang memang harus ditanggung oleh kaum muslimin, terutama kaum muslimin Palestina. Sungguh ironis,………….
Jikalau ratusan korban (atau bahkan mungkin akan mencapai ribuan ? ) yang meninggal dari kaum muslimin itu adalah dari mereka-mereka yang statusnya memanggul senjata dalam perlawanan di garis pertempuran,…. ya mungkin itu bisa dianggap satu ’kewajaran’. Bisa ”diterima” oleh akal. Tidak ada perang tanpa korban jiwa. Namun sayangnya, korban-korban itu (selain jatuh dari mereka yang berada di garis pertempuran) sebagian besar adalah mereka yang tidak memanggul senjata. Mereka adalah orang-orang yang sedang berdiam di rumah, berdiam di sekolah, beribadah di masjid, muamalah di pasar, dan yang lainnya, yang sedang dicekam rasa ketakutan.
Satu tindakan ’keras’ tanpa kompromi lagi offensif dari HAMAS yang senantiasa menyerang teritory negara Yahudi, harus dibayar mahal dengan itu semua.
Jika dulu misalnya, – sebelum agresi Yahudi berlangsung – mereka (Yahudi) paling ”hanya” membunuh 10 orang tiap harinya. Namun sekarang mereka dengan sangat leluasa membunuh dan melukai ratusan kaum muslimin Palestina setiap harinya.
Jika dulu misalnya, – sebelum agreasi Yahudi berlangsung – mereka hanya menghancurkan dan membuldoser rata-rata 5 sampai 10 rumah/bangunan setiap harinya. Itupun seringkali diplomasi politik internasional dapat mencegahnya.
Namun sekarang, mereka (Yahudi) dengan leluasa membom rumah, masjid, sekolah, universitas, pasar, dan infrastruktur lain. Semua rata dengan tanah meninggalkan puing-puing tanpa manfaat.
Jika dulu – sebelum agresi Yahudi berlangsung – kaum muslimin dapat dibantu oleh negara-negara tetangga dari macam bantuan makanan, obat-obatan, pakaian, bahan bakar, dan yang lainnya.
Namun sekarang,…. sungguh sangat menyedihkan kondisi di sana. Minim makanan, obat-obatan, dan bahan bakar (untuk sekedar menghangatkan badan di musim dingin).
Ya,…Yahudi telah telah menutup jalur bantuan dan melarang bantuan tersebut masuk ke Palestina.
Baru kemarin Yahudi mengumunkan jeda 3 jam penyerangan untuk ”memberikan kesempatan” tim bantuan untuk masuk menolong kaum muslimin Palestina. Mereka lakukan itu bukan karena rasa kasihan terhadap kaum muslimin, tetapi karena desakan dan kecaman dunia internasional akan agresi militer Yahudi itu. Bayangkan ikhwah,… hanya 3 jam !
Semua perbuatan yang dilakukan oleh Yahudi itu dilakukan dengan satu alasan pembenar (menurut mereka) : ”Menjaga teritory dan keamanan sipil dari serangan roket-roket HAMAS”.
Jika kita mundur sedikit beberapa waktu silam ketika Hizbullah dengan gaya ’pahlawan’ mereka saat menyerang negeri Yahudi…… apa yang mereka akibatkan ? Satu kemaslahatan kah ?
Bahkan mafsadat yang timbul !! Lebih dari seribu orang meninggal akibat serangan bom-bom Yahudi. Belum terhitung yang luka-luka. Banyak bangunan hancur rata dengan tanah.
Kalau kita tanya pada realitas :
”Siapakah mereka yang menjadi korban serangan Yahudi itu ?
Mereka yang punya senjata dan memanggulnya berjihad di garis pertempuran, atau mereka-mereka yang berdiam diri di tempat-tempat mereka dalam keadaan takut tanpa senjata ?”.
Jawablah ya ikhwah !
Setelah ada desakan dan kecaman sana-sini, akhirnya Yahudi menghentikan serangannya. Tahukah antum ya ikhwah apa yang diperbuat Hizbullah setelah ’perang’ usai ?
Ya,…. mereka bersorak-sorai mengklaim diri mereka telah memenangkan pertempuran. Ya, kemenangan imajinatif mereka itu mereka proklamirkan di atas bala’ dan bencana nyata yang menimpa kaum muslimin di Libanon (khususnya Beirut).
Begitu pula yang terjadi di Palestina……………..
Jihad memerangi Yahudi memang satu maslahat – pada asalnya. Namun jika ini dilakukan tanpa pertimbangan benar dan syar’i, tentu saja hanya mafsadat yang ditimbulkannya. Dan perang yang dikobarkan itu sulit untuk dikatakan sebagai jihad yang syar’i.
Ikhwah,… beberapa ulama telah menjelaskan tentang fase-fase pensyari’atan jihad oleh Allah kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam; dan ini patut untuk kita perhatikan.
Beberapa fase tersebut adalah :
  1. Fase Pertama.
  2.  
Sebelum diperintahkan berhijrah, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam dilarang untuk berjihad/berperang melawan kaum kuffar. Allah ta’ala memerintahkan untuk menahan diri dan bersabar atas gangguan yang diterima. Hal ini berlangsung selama lebih kurang 10 tahun.
  1. Fase Kedua
  2.  
Setelah berhijrah ke Madinah, kaum muslimin diijinkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi mereka dan menahan diri dari kaum yang tidak memerangi mereka. Allah ta’ala berfirman :
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
”Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” [QS. Al-Hajj : 39].
  1.  
  2. Fase Ketiga
  3.  
Kaum muslimin diijinkan berperang di luar bulan-bulan haram, yaitu pada bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Allah ta’ala berfirman :
فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

”Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [QS. At-Taubah : 5].
  1. Fase Keempat
  2.  
Kaum muslimin diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir secara mutlak. Allah ta’ala berfirman :
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً

”Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya” [QS. At-Taubah : 36].
  1. Fase Kelima
  2.  
Perintah di atas tetap berlaku, hanya saja Allah melarang kaum muslimin menyerang mereka di Masjidil-Haram. Allah ta’ala berfirman :

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

”Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir” [QS. Al-Baqarah : 191].
  1. Fase Keenam
  2.  
Kewajiban jihad dibakukan dan dianjurkan secara tegas. Allah ta’ala berfirman :
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

”Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” [QS. Al-Baqarah : 216].
Tahapan-tahapan di atas bukanlah tanpa hikmah dan tanpa arti. Hal itu dikarenakan jihad itu ditegakkan salah satunya atas dasar keberadaan kemampuan (istitha’ah).
Kemampuan ini ada dua, yaitu :
  1. Kemampuan dalam hal keimanan, ketaqwaan, dan persatuan.
  2.  
  3. Kemampuan dalam hal materiil, seperti jumlah pasukan dan senjata yang memadai.
  4.  
Sekarang mari kita lihat realitas kondisi kaum muslimin saat ini, khususnya kaum muslimin Palestina. Apakah mereka saat ini berada dalam kondisi siap untuk berjihad atau dalam kondisi lemah ?
Saya harap kita semua menjawabnya dengan penuh kejujuran tanpa ada tendensi dan rasa sentimen.
Dari sisi kemampuan yang pertama,….. mari kita lihat secara sekilas. Jika kita melihat dari rekaman televisi dan dari sajian media-media yang lainnya, maka nampak oleh kita kehidupan mereka yang tidak menjalankan Islam secara ”sempurna”.
Dari parameter dhahir, (dan ini saya yakin banyak ikhwah yang juga mengetahuinya)….
Kita lihat, banyak diantara kaum muslimah Palestina yang tidak mengenakan jilbab syar’i atau mengenakan jilbab namun masih terlihat auratnya.
Adapun kaum laki-lakinya, banyak diantara mereka yang mencukur jenggotnya dan tidak menunaikan shalat berjama’ah di masjid.
Atau jika kita mengatakan bahwa rezim Fattah itu rezim korup, bukankah mereka itu juga merupakan salah satu proyeksi komunitas kaum muslimin Palestina ?
Banyak kaum muslimin Palestina telah menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ’alaihi wa sallam. Ketaatan pada syari’at merupakan faktor terpenting dalam jihad untuk memperoleh kemenangan.
Ibnu Jarir berkata ketika menjelaskan QS. Aali ’Imran : 165 :
قلتم أنى هذا، يعني: قلتم لما أصابتكم مصيبتكم بأحد “أنى هذا”، من أيِّ وجه هذا؟ ومن أين أصابنا هذا الذي أصابنا، ونحن مسلمون وهم مشركون، وفينا نبي الله صلى الله عليه وسلم يأتيه الوحي من السماء، وعدوُّنا أهل كفر بالله وشرك؟. “قل” يا محمد للمؤمنين بك من أصحابك =”هو من عند أنفسكم”، يقول: قل لهم: أصابكم هذا الذي أصابكم من عند أنفسكم، بخلافكم أمري وترككم طاعتي، لا من عند غيركم، ولا من قبل أحد سواكم

”Firman Allah : Dari mana datangnya (kekalahan) ini? – yaitu :
Kalian berkata saat tertimpa musibah (kekalahan) di medan Uhud : ’Dari mana datangnya (kekalahan) ini ?’.
Dari sisi mana kekalahan ini timbul ?.
Dan dari mana kekalahan yang menimpa kami ini ? Padahal kami adalah orang-orang Islam sedangkan mereka orang yang menyekutukan Allah.
Di sisi kami ada Nabi Allah shallallaahu ’alaihi wa sallam yang turun kepadanya wahyu dari langit, sedangkan musuh kami adalah orang yang kufur terhadap Allah dan menyekutukan-Nya ?
Katakan wahai Muhammad kepada orang-orang beriman dari kalangan shahabatmu yang bersamamu itu : ’Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri’. Allah berfirman :
Katakanlah kepada mereka : ’Kekalahan yang menimpa kalian ini berasal dari kalian sendiri karena menyelisihi perintahku dan meninggalkan ketaatan kepadaku. (Kekalahan itu) bukan berasal dari selain diri kalian dan bukan pula dari seorangpun dari selain kalian (yaitu dari orang-orang musyrikin)” [Tafsir Ath-Thabariy, 7/371].
Kemudian,…dilihat dari persatuan,…… maka sudah menjadi rahasia umum – alias bukan rahasia lagi – bahwa persatuan kaum muslimin di sana sedang terkoyak.
Susah untuk menentukan siapa sebenarnya pemimpin kaum muslimin Palestina saat ini. Masing-masing mempunyai pemimpin yang mereka ”patuhi”.
Satu kelompok tidak mengakui yang lain. Oleh karena itu, terlalu berlebihan kiranya jika ada orang yang mengatakan bahwa semua kaum muslimin Palestina mendukung HAMAS. Fatah punya massa, Hamas pun punya massa. Masing-masing punya senjata. Masing-masing punya kepentingan.
Masing-masing berebut kekuasaan (walau mungkin masing-masing pihak punya alasan bahwa dirinyalah yang lebih berada di atas kebenaran dibanding yang lain).
Ini kenyataan atau hanya igauan ya ikhwah ? Saya hanya ingin menekankan bahwa saat ini persatuan kaum muslimin di sana sedang terkoyak. Allah ta’ala berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا

”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai- berai” [QS. Aali ’Imraan : 103].
Kemudian menginjak pada kemampuan yang kedua,…. apakah kaum muslimin – Hamas pada khususnya – mempunyai jumlah pasukan dan persenjataan yang memadai dibandingkan musuh ?
عن عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على المنبر يقول { وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة } ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي

Dari ’Uqbah bin ’Aamir ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar : ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” (QS. Al-Anfaal : 60). Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1917].
Dalam strategi perang manapun, faktor ini pasti menjadi pertimbangan sebagaimana ditekankan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam di atas.
Kita – saya khususnya – mungkin berusaha menghibur diri bahwa kaum muslimin Palestina mempunyai senjata-senjata ”canggih” yang tidak kalah dengan kepunyaan negeri Yahudi itu sebagaimana tertulis di beberapa media (yaitu tentang beberapa jenis roket yang dikembangkan kaum muslimin Palestina/Hamas).
Namun sepandai-pandainya kita menghibur diri, tetap saja kita harus bersedih dan mengakui bahwa secara totally kita kalah jumlah dan kecanggihan dalam hal personel tentara dan senjata.
Bolehlah sesekali waktu kita memberitakan untuk memberikan semangat pada kaum muslimin bahwa beberapa tank Yahudi telah dihancurkan oleh kaum muslimin dengan senjata-senjata mereka…….
Namun jika kita balik bertanya : ”Seberapa banyak kerugian yang dialami oleh kaum muslimin – baik harta ataupun nyawa – yang diakibatkan oleh serangan tank-tank tersebut ?
Seberapa banyak materi yang telah dihancurkan oleh persenjataan Yahudi ?”.
Mungkin kita harus bertanya pada diri kita sendiri – jika tidak mampu bertanya pada orang lain – : ”Apakah dengan kerugian yang diakibatkan oleh perlawanan Hamas dengan senjata-senjata mereka itu sebanding dengan agresi Yahudi yang juga dengan senjata-senjata mereka itu ?”.
Saya sama sekali tidak menafikkan apa yang telah diperbuat dan diusahakan oleh kaum muslimin/Hamas di sana. Namun – sekali lagi – saya hanya ingin melihat realitas yang lebih komprehensif lagi tentang hal ini.
Ikhwah,….. saya yakin kita semua mengakui – walau mungkin sebagian diantara kita enggan untuk mengatakannya – bahwa kaum muslimin di Palestina dalam keadaan lemah.
Lemah dalam segala-galanya. Baik dari hal keimanan dan ketaqwaan, persatuan, maupun pasukan dan persenjataan.
Oleh karena itu, dalam keadaan ini, tidak bijaksana kiranya jika kita memaksakan diri untuk berperang/berjihad melawan orang-orang Yahudi.
Kita belum siap untuk mengobarkan panji-panji jihad dalam keadaan yang penuh dengan kelemahan.
Keadaan ini adalah keadaan seperti ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam masih berada di Makkah dan awal-awal beliau ada di Madinah. Perang/jihad tidaklah disyari’atkan karena kaum muslimin masih lemah. Berkata Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan QS. An-Nisaa’ ayat 77 :
كان المؤمنون في ابتداء الإسلام وهم بمكة مأمورين بالصلاة والزكاة, وإن لم تكن ذات النصب, وكانوا مأمورين بمواساة الفقراء منهم وكانوا مأمورين بالصفح والعفو عن المشركين والصبر إلى حين, وكانوا يتحرقون ويودون لو أمروا بالقتال ليشتفوا من أعدائهم ولم يكن الحال إذ ذاك مناسباً لأسباب كثيرة منها: قلة عددهم بالنسبة إلى كثرة عدد عدوهم, ومنها: كونهم كانوا في بلدهم, وهو بلد حرام, أشرف بقاع الأرض, فلم يكن الأمر بالقتال فيه ابتداء كما يقال, فلهذا لم يؤمر بالجهاد إلا بالمدينة لما صارت لهم دار ومنعة وأنصار, ومع هذا لما أمروا بما كانوا يودونه, جزع بعضهم منه, وخافوا مواجهة الناس خوفاً شديداً {وقالوا ربنا لم كتبت علينا القتال لولا أخرتنا إلى أجل قريب} أي لولا أخرت فرضه إلى مدة أخرى, فإن فيه سفك الدماء, ويتم الأولاد, وتأيم النساء

”Dahulu kaum mukminin di masa permulaan Islam saat di kota Makkah diperintahkan untuk shalat dan zakat, walaupun tanpa batasan tertentu. Mereka diperintahkan untuk melindungi orang-orang faqir, diperintahkan untuk memaafkan, dan membiarkan kaum musyrikin, serta sabar (atas kedhaliman mereka) hingga batas waktu yang ditentukan.
Padahal semangat mereka sangat membara dan senang seandainya mereka diperintahkan berperang melawan musuh-musuh mereka. Akan tetapi, kondisi saat itu tidak memungkinkan karena beberapa sebab.
Diantaranya adalah : minimnya jumlah mereka dibandingkan banyaknya jumlah musuh-musuh mereka, serta keberadaan mereka yang masih berada di kota mereka sendiri, yaitu tanah haram dan tempatyang paling mulia.
Sehingga belum pernah terjadi peperangan sebelumnya di tempat itu, sebagaimana dikatakan : ’Oleh karena itu, tidak diperintahkan jihad kecuali di Madinah ketika mereka memiliki negeri, benteng, dan dukungan’……” [Tafsir Ibnu Katsir , hal. 90 – Free Program from islamspirit – dikutip seperlunya].
Perhatikan ya ikhwah,…. ketika kita dalam keadaan lemah, maka kita tidak di-masyru’-kan untuk berperang. Kita benahi dulu keadaan kita. Membenahi kelemahan kita di segala bidang. Setelah keadaan memungkinkan, baru bendera siap dikumandangkan. Janganlah kita terburu-buru berbuat sesuatu sementara keadaan kita memang belum mungkin untuk melakukannya.
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan :
عن خباب بن الأرت قال شكونا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو متوسد بردة له في ظل الكعبة قلنا له ألا تستنصر لنا ألا تدعو الله لنا قال كان الرجل فيمن قبلكم يحفر له في الأرض فيجعل فيه فيجاء بالمنشار فيوضع على رأسه فيشق باثنتين وما يصده ذلك عن دينه ويمشط بأمشاط الحديد ما دون لحمه من عظم أو عصب وما يصده ذلك عن دينه والله ليتمن هذا الأمر حتى يسير الراكب من صنعاء إلى حضرموت لا يخاف إلا الله أو الذئب على غنمه ولكنكم تستعجلون

Dari Khabbab bin ’Arat radliyallaahu ‘anhu : Bahwa pada suatu hari kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau sedang berbaring di bawah naungan Ka’bah berbantalkan selimutnya.
Kami pun berkata kepada beliau : “Tidakkah engkau memohonkan pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami?”
Maka beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab : “Dahulu pada umat sebelum kalian ada orang yang ditimbun dalam tanah, kemudian didatangkan gergaji, lalu diletakkan di atas kepalanya hingga terbelah menjadi dua.
Siksa itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya. Dan ada yang disisir dengan sisir besi, hingga terkelupas daging, dan nampaklah tulang atau ototnya, akan tetapi hal itu tidaklah menjadikan ia berpaling dari agamanya.
Sungguh demi Allah, urusan ini akan menjadi sempurna, sehingga akan ada penunggang kendaraan dari Shan’aa hingga ke Hadramaut, sedangkan ia tidaklah merasa takut kecuali kepada Allah atau serigala atas dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang terburu-buru” .
Hadits di atas – selain memberi pelajaran bagi kita agar tetap istiqamah dalam agama – memberikan satu pelajaran agar kita tidak tergesa-gesa (isti’jal) melakukan sesuatu padahal syari’at belum memperbolehkannya.
Kita harus yakin bahwa Allah akan memberikan kemenangan pada Islam dan kaum muslimin atas musuh-musuh mereka – termasuk Yahudi – jika mereka (kaum muslimin) menempuh jalan sebagaimana mestinya.
Dalam hal jihad, jika memang kita belum mampu melakukannya, maka tidak ada aib bagi kita untuk bersabar dan menahan diri untuk memerangi mereka sementara waktu. Ingat ikhwah, hadits di atas diucapkan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika masih berada di Makkah, dimana waktu itu kaum muslimin masih dalam keadaan lemah.
Memerangi mereka pada saat keadaan kaum muslimin lemah dan keadaan mereka (musuh) kuat; hanya akan menimbulkan mafsadat yang lebih besar daripada maslahat yang ingin diperoleh.

Contoh nyata adalah sebagaimana yang terjadi di bumi Syam yang mulia saat sekelompok kaum muslimin melakukan ofensifitas kepada orang-orang Yahudi………….. sehingga akhirnya ………. (teruskan sendiri). Ikhwah, perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah berikut :
فمن كان من المؤمنين بأرض هو فيها مستضعف أو في وقت هو فيه مستضعف فليعمل بآية الصبر والصفح عمن يؤذي الله ورسوله من الذين أوتوا الكتاب والمشركين وأما أهل القوة فإنما يعملون بآية قتال أئمة الكفر الذين يطعنون في الدين وبآية قتال الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون.

”Barangsiapa dari kalangan orang-orang yang beriman (mukminin) yang tinggal di bumi dimana mereka dalam keadaan lemah atau dalam satu waktu dimana kondisi mereka lemah, maka hendaklah ia mengamalkan ayat-ayat sabar dan menahan diri dari orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya dari kalangan Ahli Kitab dan kaum musyrikin.
Adapun bagi mereka yang mempunyai kekuatan, maka hendaknya ia mengamalkan ayat-ayat (yang memerintahkan) berperang melawan pentolan-pentolan orang-orang kafir dan Ahli Kitab yang menghina agama (Islam) hingga mereka membayar jizyah dengan penuh ketundukan dan kerendahan” [Ash-Shaarimul-Maslul ’alaa Syaatimir-Rasuul, hal. 221 – tahqiq Muhammad Muhyiddin ’Abdil-Hamid].
أن الأمر بقتال الطائفة الباغية مشروط بالقدرة والإمكان؛ إذ ليس قتالهم بأولى من قتال المشركين والكفار، ومعلوم أن ذلك مشروط بالقدرة والإمكان، فقد تكون المصلحة المشروعة أحيانا هي تألف بالمال، والمسالمة والمعاهدة، كما فعله النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة، والإمام إذا عتقد وجود القدرة، ولم تكن حاصلة كان الترك في نفس الأمر أصلح.

”Sesungguhnya perintah untuk memerangi kelompok pemberontak disyaratkan adanya kemampuan/kekuatan dan kemungkinan (untuk menang). Dimana memerangi mereka tidaklah lebih diutamakan daripada memerangi kaum musyrik dan kuffar.
Telah diketahui bersama bahwa hal itu disyaratkan adanya kekuatan dan kemungkinan. Adakalanya maslahat syar’iy itu diperoleh melalui melembutkan hati dengan (pemberian) harta, perdamaian, dan perjanjian (untuk tidak saling berperang) sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam beberapa kali” [Majmu’ Al-Fataawaa, 4/442].
Akhir yang ingin disampaikan adalah perlawanan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin Palestina (baca : Hamas) saat ini adalah tidaklah masyru’.

Perlawanan mereka di saat lemahnya kaum muslimin hanya menimbulkan kemudlaratan yang lebih besar daripada maslahat yang ingin diraih. Akibat perlawanan mereka, kaum Yahudi menjadi semakin leluasa menjajah, menindas, membunuh, dan menghancurkan bumi Palestina.
Kekejaman mereka semakin menjadi-jadi. Kaidah Dar-ul-Mafaasid Muqaddamun ’alaa Jalbil-Mashaalih (Menolak Mafsadah Lebih Didahulukan daripada Mencari Maslahat) adalah kaidah fiqhiyyah yang sangat agung.
Bukan seperti yang dikatakan sebagian orang yang tergesa-gesa bahwa ini hanyalah logika-logika semata dari para pendengki HAMAS.
Satu contoh kasus yang diberikan para ulama adalah kita wajib menahan diri untuk tidak memberontak penguasa kafir yang dhalim ketika kita tidak mempunyai kemampuan untuk melawannya. Pada asalnya, melawan dan memberontak pada penguasa yang telah kafir adalah disyari’atkan.
Namun jika kita belum mampu atau kita masih dalam keadaan lemah, maka perlawanan kita justru akan menghancurkan diri kita sendiri. Jika mampu, kita berhijrah dari bumi kafir itu. Jika tidak mampu, maka kita bersabar dan menahan tangan-tangan kita untuk tidak melawannya untuk sementara waktu, sampai datang satu keadaan yang memungkinkan untuk melawannya.
Tulisan ini bukan berarti mendukung terjajahnya Palestina oleh Yahudi – sebagaimana sebagian komentator yang sudah pasang kuda-kuda sentimen dan kontra dengan setiap orang yang tidak sehaluan dengan HAMAS. Tidak. Saya pikir kita semua masih waras untuk tidak berpikiran seperti itu. Kita semua cinta Palestina dan kaum muslimin yang ada di sana.
Jika sebagian ikhwah tanya ”solusi”, sebenarnya apa yang dituliskan di atas sudah berbicara tentang hal itu. Yaitu bersabar dan menahan diri untuk tidak mengobarkan peperangan dengan mereka (Yahudi) untuk sementara waktu serta memenuhi perjanjian damai dengan mereka (walau kita tahu bahwa karakter Yahudi itu suka berkhianat). Ini hal yang sifatnya darurat ketika kita dalam keadaan lemah. Juga, membina ’aqidah dan persatuan, serta terus mempersiapkan bekal-bekal fisik yang dipergunakan untuk melawan Yahudi.
Kecuali,………….. jika ikhwah semua sudah berpikiran bahwa mengorbankan peperangan (jihad) adalah solusi satu-satunya yang harus dilakukan – dengan sedikit menutup mata kondisi yang ada pada kaum muslimin saat ini. Bagi saya, ini merupakan ajakan kolosal bagi kaum muslimin yang tinggal jauh dari bumi Palestina (termasuk kita yang ada di bumi Indonesia tercinta) untuk menyaksikan dan membaca berita-berita kekejaman yang telah dilakukan oleh Yahudi terhadap kaum muslimin.
Mengajak kita semua menghitung jumlah korban – baik yang mati ataupun luka-luka – yang jatuh dari kaum muslimin.
Mengajak kita menyimak berita-berita mereka diisolasi oleh Yahudi sehingga mereka kekurangan makanan dan obat-obatan yang dengan itu mereka akan mati pelan-pelan.
Dan seterusnya dan seterusnya…………. Ironisnya – sekali lagi – itu dianggap sebagai satu ’mafsadat kecil’ dari maslahat melawan dan memerangi Yahudi. Bila kita bertanya : ”Mana hasil dari maslahat nyata yang diperoleh ?”.
[Abu Al-Jauzaa’, Januari 2009, repro Agustus 2009].
sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2009/08/jihad-palestina-di-gazza.html


fromhttps://aslibumiayu.net/12824-berjihad-harus-memikirkan-maslahat-dan-mudharat-bukan-semangat-berani-mati-saja-ada-nyawa-yang-tak-bersalah-yang-terkorbankan.html