إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Ibadallah,
Saat
ini, umat Islam melalui suatu era keterbukaan dalam segala hal. Keadaan
ini belum pernah terjadi di era sebelumnya. Beberapa tahun ini
keterbukaan itu seolah-olah tak berbatas. Dan bisa jadi tahun-tahun
mendatang lebih dahsyat lagi keadaannya.
Dan
orang-orang yang pandai membaca situasi ini pasti mengetahui bahwa hal
ini memiliki dampak yang banyak. Di antaranya adalah berpengaruh pada
keimanan dan keyakinan. Keadaan ini juga menimbulkan berbagai pemikiran
yang kadang condong pada syubhat, kadang pula pada syahwat.
Syubhat
yang paling berbahaya dan paling banyak tersebar pada saat ini karena
era keterbukaan adalah syubbat ateisme dan berlebih-lebihan dalam
agama. Pengaruh dan dampak dua hal ini sangat besar dan tersebar. Kita
bisa menyaksikan kezhaliman yang terjadi di negeri-negeri Islam berupa
pengrusakan dan pecah belahnya persatuan negeri. Dan umat Islam
dipengaruhi pihak luar.
Suatu
kewajiban bagi orang yang Allah berikan amanah pembinaan anak,
laki-laki maupun perempuan, untuk mengadakan pendidikan dan pembinaan.
Agar mereka mewaspadai bahaya ini. Wajib bagi mereka untuk melawan
syubhat ini dengan cara-cara yang memungkinkan untuknya. Di antara cara yang paling efektif untuk memerangi pemikiran ini adalah dengan adanya pembinaan keimanan.
Sedini mungkin. Pendidikan yang sesuai dengan dalil dan fitrah yang
lurus. Dengan pendidikan ini –atas izin Allah- keluarga telah membangun
pagar berupa pagar keimanan yang kuat dan akidah yang kokoh yang dapat
menangkis syubhat dan syahwat.
Yang
menguatkan tekad dan memudahkan kedua orang tua dan setiap pendidik
muslim dalam melakukan pembinaan ini adalah setiap bayi yang terlahir
dengan fitrahnya. Sehingga, jika pendidikan dilakukan sedini mungkin,
para pendidik tidak sampai butuh usaha yang besar –atas izin Allah-.
Rasulullah ﷺ bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Semua
bayi dilahirkan di atas fitrah. Kemudian kedua orang tuanya mengajarkan
agama Yahudi kepadanya, atau mengajarkan agama Nashrani kepadanya, atau
mengajarkan agama Majusi kepadanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Karena
bibitnya sudah ada, orang tua hanya perlu memelihara dan menyirami
fitrah itu. Dengan demikian semakin kokohlah keimananya. Dalam membina
anak-anak mereka, hendaknya para orang tua merasakan beratnya beban
amanah. Merasakan betapa agungnya pendidikan Rabbani. Sebagaimana
firman Allah ﷻ,
﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS:At-Tahriim | Ayat: 6).
Dalam
kisah Luqman, ia membimbing anaknya dengan materi pendidikan yang inti.
Ia memberikan teladan dan permisalan. Allah ﷻ mengabadikan
wasiat-wasiatnya kepada anaknya di dalam Alquran. Ia memulai dengan
wasiat yang paling agung, yang merupakan hak Allah, kemudian hak kedua
orang tua. Dan ia tutup wasiatnnya dengan agar tidak meninggikan suara
(berteriak-teriak). Karena hal itu merupakan sifat yang buruk.
Para ulama mengatakan, “Anak-anak
adalah amanah di sisi orang tuanya. Hati anak itu suci, permata yang
berharga. Tidak ada kecenderungan apapun. Ia menerima apapun yang
diutarakan padanya. Dan condong kepada fitrahnya. Jika Anda biasakan
dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh di atas kebaikan. Ia bahagia di
dunia dan akhirat. Anda para orang tua dan seluruh pendidiknya akan
mendapatkan ganjaran kebaikan yang ia kerjakan. Namun jika Anda
biasakan pada keburukan. Ia akan cenderung dengan kehidupan hewani. Ia
celaka dan binasa. Ia menjadi tanggungan di pundak walinya.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Siapa
yang abai mendidik anaknya, maka sang anak tak bermanfaat untuknya. Ia
terlantarkan sang anak. Ia telah melakukan keburukan yang sangat buruk.
Kebanyakan, rusaknya anak berasal dari sikap abainya orang tua. mereka
tidak mendidik anak-anaknya tentang kewajiban-kewajiban dan
sunnah-sunnah agama. Mereka terlantarkan sewaktu kecil. Mereka tidak
bermanfaat untuk sang anak saat ia masih kecil. Dan nanti sang anak
tidak bermanfaat untuk para orang tua, saat mereka telah lanjut usia.”
Ibadallah,
Bagi
para pendidik, mereka bisa membekali diri dengan ajaran agama atau
parenting modern selama tidak bertentangan dengan syariat. Mereka bisa
mempelajari kemudian membimbing anak-anaknya dengan cara yang sesuai.
Didiklah mereka agar fitrah mereka terjaga dan tumbuh kuat. Terlebih di
zaman sekarang, anak-anak akrab dengan gadget. Bahkan sebelum usia
sekolah. Ini adalah suatu permasalahan yang selayaknya mendapat
perhatian. Gadget-gadget tersebut berpotensi besar merusak fitrah
mereka. dan juga secara kesehatan tidak baik untuk mereka.
Mendidik
keimanan anak bisa kita lakukan dengan pemahaman ayat-ayat kauniyah dan
ayat-ayat syar’iyah. Ayat-ayat kauniyah sangatlah banyak dan mudah kita
beri pemahaman kepada anak. Ada langit dan bumi. Bulan dan matahari.
Daratan dan lautan. Musim panas dan hujan. Ada tumbuhan dan hewan.
Semua merupakan ciptaan Allah ﷻ. Kita berikan pemahaman kepada anak
kita dengan bertanya.
Siapa
yang menciptakan alam semesta ini anakku? Siapa yang meninggikan
langit? Siapa yang menjadikan bumi terhampar seperti ini? Siapa yang
menumbuhkan tanaman? Siapa yang menciptakan beragam jenis makhluk?
Siapa yang mengatur sekarang musim panas dan esok hari musim hujan?
Siapa yang menghidupkan hewan di laut dan di darat? Siapa yang
menciptakan ada hewan yang terbang dan ada yang berjalan di bumi? Siapa
yang menciptakan bunga dengan berbagai warna?
Siapa
yang menurunkan hujan? Orang tua memberi pertanyaan dengan siapa yang
menurunkan hujan dari langit? Apa dampaknya bagi bumi yang terkena
hujan?
Apabila
melihat matahari, kita bertanya, siapa yang mencipta matahari? Kemudian
kita jawab, Allah lah yang menjadikannya untuk kebaikan semua makhluk.
Jika
melihat bulan, kita bertanya, siapa yang menjadikannya bercahaya? Siapa
yang mengubah penampakan bulan, hingga ia bulan sempurna saat purnama?
Kemudian kita jelaskan dampak perubahan bulan dengan ibadah-ibadah kita.
Pada
setiap pertanyaan tentang keimanan akan melahirkan rasa pengagungan di
hati anak. Ia akan merenungi betapa indahnya penciptaan ini. Kemudian
berpengaruh pada dirinya dalam mengagungkan Allah ﷻ. Hingga si anak
tumbuh dan hatinya dipenuhi kecintaan akan iman dan Rabbnya.
Adapun
pembinaan dengan menggunakan dalil-dalil syar’i, ini bisa kita
praktikkan saat umur mereka sudah sedikit lebih besar. Atau di masa
puber. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Apabila anak-anak sudah mulai bisa berbicara, bimbinglah mereka untuk mengucapkan laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah.
Jadikanlah awal yang mengetuk pendengaran mereka adalah pengenalan
terhadap Allah dan mentauhidkannya. Allah bersemayam di atas arsy-Nya.
Dia melihat semua hamba-Nya. Mendengar ucapan mereka. Dan Dia bersama
mereka, dimanapun mereka berada.”
Rasulullah
ﷺ adalah sebaik-baik teladan dalam membimbing. Beliau membimbing anak
akan makna keimanan dan akidah yang benar. Di antara riwayat paling
terkenal bagaimana beliau perhatian terhadap akidah anak adalah ketika
beliau membonceng Abdullah bin Abbas yang masih kecil.
عبْد
الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ
-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ،
إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى
أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ
كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ
لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ
الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ))
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi ﷺ. Beliau bersabda, “Nak,
aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia
akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu.
Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau
hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah,
seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka
hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah
tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu
yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa
yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering.”
Hadits
ini adalah hadits yang agung. Sebuah madrasah keimanan yang sempurna.
Karena betapa agung kandungan hadits ini. bahkan sebagian ulama ada
yang membuat satu buku khusus untuk menjelaskan hadits ini.
Sebelum
ayat-ayat Alquran berbicara tentang amalan, Nabi ﷺ mempersiapkan para
sahabatnya dengan tauhid. Beliau mengokohkan akidah dan keimanan para
sahabat. Para sahabat mengatakan, “Beliau mengajarkan kami keimanan
sebelum Alquran.”
Dengan
metode pendidikan itu, muncullah generasi iman. Tersebarlah cahaya
Allah di penjuru dunia. Kemudian metode pendidikan ini dilanjutkan
kepada para tabi’in, tabi’ at-tabi’in, hingga agama ini nanti menjadi
asing kembali sebagaimana awal turunnya dahulu.
Di
antara pendidikan yang sangat beliau berikan porsi perhatian besar
adalah tentang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Mendahulukan kecintaan
pada keduanya melebih siapapun juga. Berserah diri pada ketetapan Allah
dan Rasul-Nya. Serta tunduk dan patuh pada keduanya. Allah ﷻ berfirman,
﴿فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
“Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (QS:An-Nisaa | Ayat: 65).
Nabi Muhammad ﷺ mendidik para sahabatnya dengan keyakinan seperti ini. Sebagaimana beliau mengajari Umar bin al-Khattab.
كُنَّا
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ
عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَر ُ
رواه البخاري
“Kami
bersama Nabi ﷺ, dan beliau dalam keadaan memegang tangan Umar bin Al
Khaththab, lalu Umar berkata kepada beliau: “Wahai, Rasululah! Sungguh
engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku,” lalu Nabi
ﷺ bersabda: “Tidak, demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sampai aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri”. Lalu Umar pun berkata: “Sekarang, demi Allah, sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri,” lalu Nabi ﷺ bersabda: “Sekarang, wahai Umar!”
نَسْأَلُهُ
جَلَّ فِيْ عُلَاهُ أَنْ يُوَفِّقَنَا أَجْمَعِيْنَ وَأَنْ يُصْلِحَ لَنَا
شَأْنَنَا كُلَّهُ وَأَنْ لَا يَكِلْنَا إِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ
عَيْنٍ، نَسْأَلُهُ جَلَّ وَعَلَا بِمَنِّهِ وَكَرَمِهِ وَجُوْدِهِ
وَجَمِيْعِ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا مَنًّا
مِنْهُ وَتَكَرَّمًا بِأَنْ يِجْعَلَنَا مِنْ هَؤُلَاءِ عِبَادِ
الرَّحْمَنِ؛ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ
الرَّجَاءِ وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ،
أَيُّهَا
المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ
فِي السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ مُرَاقَبَةً مَنْ
يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Ibadallah,
Sesungguhnya
praktik pendidikan iman terhadap anak ini sangatlah banyak. Tidak
mungkin disebutkan satu per satu dalam kesempatan khotbah yang singkat
ini. Khotbah ini hanyalah sebagai pengingat dan penggugah perhatian
kita akan pentingnya pendidikan islami ini. Praktik-praktik ini dapat
kita baca di buku-buku karya para ulama yang terpercaya atau mendengar
ceramah-ceramah mereka.
Seorang
muslim hendaknya menyadari, sebelum mereka memulai pendidikan dan
bersungguh-sungguh menerapkannya, mereka harus sadar betapa butuhnya
mereka dengan doa. Karena hati manusia ini berada di antara dua jari
Allah ﷻ. Dan hidayah adalah keutamaan darinya. Tentu, selain doa juga
harus ditempuh usaha. Dan inilah yang dilakukan oleh para nabi dan
orang-orang shaleh. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, ia berdoa
dan berusaha dalam mendidik anak.
﴿رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ﴾
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS:Ibrahim | Ayat: 40).
Demikian pula sifat Ibadurrahman:
﴿وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا
قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا﴾
“Dan
orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS:Al-Furqaan | Ayat: 74).
Dan juga sifat laki-laki shaleh yang Allah ﷻ sebutkan dalam surat al-Ahqaf:
﴿وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي﴾
“Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.” (QS:Al-Ahqaaf | Ayat: 15).
وَصَلُّوْا
وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا
أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً [الأحزاب:56] ، وَقَالَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا)).
للَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ
المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ،
وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
وَأَذِلَّ
الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ
حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي
أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةِ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ
وُلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ
وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ ؛
دِقَّهُ وَجِلَّهُ ، أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ، سِرَّهُ وَعَلَنَهُ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. رَبَّنَا إِنَّا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ العَالَمِيْنَ .
Oleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com
from= https://khotbahjumat.com/4413-menerapkan-pendidikan-keimanan-pada-anak-sejak-dini.html