Redaksai Ykh
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Saya sorang akhwat, saya seorang salafi walau masih banyak kelemahan. Saya sudah cukup untuk menikah, dan ada yang meminang, namun dia bukan salafi. Bahkan di antara kami ada perbedaan prinsip. Sebenarnya saya ingin sekali menikah dengan sesama salafi, apalagi saya banyak memiliki kelemahan dan kekurangan sebagai salafi, dan di daerah kami, salafi sangat sedikit. Itupun kerabat. Apa saya terima pinangan ikhwan tersebut? Atau sebaiknya saya harus bagaimana? Mohon bantuannya, dan jazakumullah khairan.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Saya sorang akhwat, saya seorang salafi walau masih banyak kelemahan. Saya sudah cukup untuk menikah, dan ada yang meminang, namun dia bukan salafi. Bahkan di antara kami ada perbedaan prinsip. Sebenarnya saya ingin sekali menikah dengan sesama salafi, apalagi saya banyak memiliki kelemahan dan kekurangan sebagai salafi, dan di daerah kami, salafi sangat sedikit. Itupun kerabat. Apa saya terima pinangan ikhwan tersebut? Atau sebaiknya saya harus bagaimana? Mohon bantuannya, dan jazakumullah khairan.
Akhwat
081321xxxxxx
081321xxxxxx
Jawab :
Permasalahan Saudari kami khawatirkan didasari ketidak tahuan tentang
definisi salafi, dan siapa salafi itu. Sehingga, terkadang menganggap
seseorang tidak salafi, hanya karena tidak mengikuti majlis pada
pengajian yang Saudari ikuti.
Perlu
kami berikan penjelasan berkenaan dengan masalah ini. Saudari harus
melihat kembali ikhwan yang meminang tersebut, apakah ia memiliki
komitmen yang kuat terhadap Al Qur`an dan Sunnah? Apakah dia menerima
hukum syariat walaupun bertentangan dengan pendapat dan keinginannya?
Ini sangat perlu dilihat. Karena, terkadang seseorang menyimpang dari
ajaran Islam disebabkan ketidak tahuannya, padahal ia seorang yang
menerima dan mau merubah sikap dan pendiriannya, bila ternyata
bertentangan dengan Al Qur`an dan Sunnah.
Memang
tidak dipungkiri pernikahan dua orang yang berbeda prinsip merupakan
satu permasalahan sendiri. Namun, dengan adanya saling pengertian dan
selalu berusaha merujuk kepada ajaran Islam, insya Allah dapat
diselesaikan. Masalahnya, seandainya perbedaan ini berhubungan dengan
bid’ah, maka harus dijelaskan dahulu perbedaan prinsip tersebut.
Apabila bid’ahnya telah dihukumi sebagai bid’ah mukaffirah
(bid’ah yang mengeluarkan pelakunya dari Islam) seperti Rafidhah
Syi’ah atau aliran kebatinan dan sebagainya, maka para ulama
melarang pernikahan muslimah dengan mereka.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Dilarang menikahkan
seseorang yang berada di bawah perwaliannya kepada seorang Rafidhah
Syi’ah, dan tidak juga kepada orang yang tidak shalat. Apabila
ketika menikahkannya laki-laki tersebut Ahlu Sunnah dan shalat lima
waktu, kemudian jelas ia adalah seorang Syi’ah Rafidhah dan tidak
shalat, atau ia kembali menjadi Syi’ah dan meninggalkan shalat,
maka pernikahannya dibatalkan.[1]
Apabila
kebid’ahan laki-laki tersebut tidak sampai mukaffirah, maka
pernikahannya sah bila telah terjadi, namun akad tersebut tidak sah,
kecuali dengan persetujuan dan keridhaan wanita dan walinya. Hal ini,
tidak berarti Ahlu Sunnah mendukung pernikahan dengan ahli
bid’ah. Pernikahan mereka tersebut sah, karena telah sempurna
syarat-syaratnya, yang merupakan satu masalah tersendiri, dan keridhaan
terhadap pernikahan tersebut juga masalah lain yang terpisah.
Pernikahan
ini, walaupun sah, namun dimakruhkan para ulama ahlu sunnah, karena
adanya kemudharatan yang timbul dari pernikahan tersebut untuk sang
wanita dan anak-anaknya dikemudian hari. Imam Al Fudhail bin
‘Iyadh menyatakan :
مَنْ زَوَّجَ كَرِيْمَتَهُ مِن مُبْتَدِعٍ فَقَدْ قَطَعَ رَحِمَهُ
“Barangsiapa
yang menikahkan anak perempuannya kepada seorang ahli bid’ah,
maka sungguh ia telah memutus kekerabatannya”.[2]
Demikianlah
para wali yang menikahkan anak perempuannya kepada ahli bid’ah
telah mendatangkan kemudharatan bagi keluarganya, karena perkawinan dan
pergaulan dengan ahli bid’ah tersebut memiliki pengaruh berbahaya
bagi rumah tangga tersebut. Yang berarti, dia juga telah berbuat buruk
kepada anak perempuannya tersebut dan tidak memilih yang terbaik
untuknya. Dikhawatirkan anak perempuannya tersebut terpengaruh dan
terbawa aqidah suaminya yang menyimpang. Kita ketahui, wanita memiliki
tabiat lemah dan kurang mendalam memandang permasalahan.
Oleh
karena itu, para ulama ahlu sunnah (salafiyun) sangat memakruhkan
pernikahan dengan wanita dan laki-laki ahli bid’ah, karena
mudharat yang mungkin timbul dari pernikahan tersebut. Imam Malik bin
Anas, imam madzhab Malikiyah menyatakan :
لاَ
يُنْكَحُ أَهلُ البِدْعَةِ وَلاَ يُنْكَح إِلَيْهِمْ وَ لاَ يَسَلِّم
عَلَيْهِمْ وَلاَ يَصَلِّى خَلْفَهُمْ وَلاَ تُشْهَد جَنَائِزُهُمْ
“Janganlah
ahli bid’ah dinikahi dan janganlah menikahkan kepada mereka,
jangan memberi salam dan shalat di belakangnya, serta jangan
menyaksikan jenazahnya”.
Demikian juga Imam Ahmad menyatakan:
مَنْ لَمْ يَرْبَعْ بِعَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ فِيْ الْخِلاَفَةِ فَلاَ تُكَلِّمُوْهُ وَ لاَ تُنَاكِحُوْهُ
“Barangsiapa
yang tidak menjadikan Imam Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat,
maka jangan ajak bicara dan jangan mengadakan pernikahan
dengannya”. [3]
Berdasarkan
penjelasan ini, maka Saudari bisa melihat kembali orang yang telah
meminang Saudari tersebut. Kalau memang tampak pada diri laki-laki
tersebut baik ketakwaannya, semangat menerima kebenaran dan
mengamalkannya, juga memiliki akhlak mulia, maka ajaklah untuk meniti
manhaj Salaf. Sebaliknya, jika laki-laki tersebut memang tidak baik
agama, kurang bertakwa serta tidak nampak pada dirinya adanya keinginan
menerima kebenaran dan mengamalkannya, maka dengan berbekal takwa dan
tawakal kepadaNya, Saudari bisa mencari orang lain yang lebih baik,
walaupun harus menunggu beberapa lama. Sebab memilih suami yang shalih
dan beraqidah benar, akan memberikan kebaikan kepada Saudari dan
kaluarga pada masa depan.
Mudah-mudahan
Allah memberikan suami terbaik buat Saudari. Bersabarlah dan istiqamah
dalam jalan kebenaran. Wallahu a’lam. (Khs).
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Majmu’ Fatawa (32/61).
[2]. Diriwayatkan Al Barbahari dalam Syarhu Sunnah, hlm. 60.
[3]. Jawaban ini disarikan dari kitab Mauqif Ahli Sunnah Min Ahli Al Hawa Wal Bid’ah, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili (1/380-388) dengan penyesuaian dan tambahan.
Footnote
[1]. Majmu’ Fatawa (32/61).
[2]. Diriwayatkan Al Barbahari dalam Syarhu Sunnah, hlm. 60.
[3]. Jawaban ini disarikan dari kitab Mauqif Ahli Sunnah Min Ahli Al Hawa Wal Bid’ah, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili (1/380-388) dengan penyesuaian dan tambahan.
Sumber: https://almanhaj.or.id/1547-ingin-menikah-dengan-sesama-salafi.html