Mengganti
zakat fitrah (zakat fitri) dengan uang
Assalamu ‘alaikum. Ustadz, bagaimana jika
saya membayar zakat fitrah dengan uang, bukan dengan makanan pokok?
Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam? Jazakallahu khairan.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Masalah ini termasuk kajian yang banyak menjadi
tema pembahasan di beberapa kalangan dan kelompok yang memiliki semangat dalam
dunia Islam. Tak heran, jika kemudian pembahasan ini meninggalkan perbedaan
pendapat.
Sebagian melarang pembayaran zakat fitrah
dengan uang secara mutlak, sebagian memperbolehkan zakat fitrah dengan
uang tetapi
dengan bersyarat, dan sebagian lain memperbolehkan zakat fitrah
dengan uang tanpa syarat.
Yang menjadi masalah adalah sikap yang dilakukan
orang awam. Umumnya, pemilihan pendapat yang paling kuat menurut mereka, lebih
banyak didasari logika sederhana dan jauh dari ketundukan terhadap dalil.
Jauhnya seseorang dari ilmu agama menyebabkan dirinya begitu mudah mengambil
keputusan dalam peribadahan yang mereka lakukan. Seringnya, orang terjerumus ke
dalam qiyas (analogi), padahal sudah ada dalil yang tegas.
Uraian ini bukanlah dalam rangka menghakimi dan
memberi kata putus untuk perselisihan pendapat tersebut. Namun, ulasan ini
tidak lebih dari sebatas bentuk upaya untuk mewujudkan penjagaan terhadap sunah
Nabi dan dalam rangka menerapkan firman Allah, yang artinya, “Jika kalian berselisih pendapat dalam masalah apa pun maka
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kalian adalah orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir.” (Q.s. An-Nisa’:59)
Allah menegaskan bahwa siapa saja yang mengaku
beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka setiap ada masalah, dia wajib
mengembalikan permasalahan tersebut kepada Alquran dan As-Sunnah. Siapa
saja yang tidak bersikap demikian, berarti ada masalah terhadap imannya kepada
Allah dan hari akhir.
Pada penjelasan ini, terlebih dahulu akan
disebutkan perselisihan pendapat ulama, kemudian di-tarjih (dipilihnya
pendapat yang lebih kuat). Pada kesempatan ini, Penulis akan lebih banyak
mengambil faidah dari risalah Ahkam Zakat Fitri, karya Nida’ Abu Ahmad.
Perselisihan ulama “zakat fitrah dengan uang”
Terdapat dua pendapat ulama dalam masalah ini
(zakat fitrah dengan uang). Pendapat pertama, memperbolehkan pembayaran zakat fitri (zakat fitrah) menggunakan
mata uang. Pendapat kedua, melarang
pembayaran zakat fitri menggunakan mata uang. Permasalahannya kembali kepada
status zakat fitri. Apakah status zakat fitri (zakat
fitrah) itu sebagaimana zakat harta ataukah statusnya sebagai zakat badan?
Jika statusnya sebagaimana zakat harta maka
prosedur pembayarannya sebagaimana zakat harta perdagangan. Pembayaran zakat
perdagangan tidak menggunakan benda yang diperdagangkan, namun menggunakan uang
yang senilai dengan zakat yang dibayarkan. Sebagaimana juga zakat emas dan
perak, pembayarannya tidak harus menggunakan emas atau perak, namun boleh
menggunakan mata uang yang senilai.
Sebaliknya, jika status zakat fitri (zakat
fitrah) ini sebagaimana zakat badan maka prosedur pembayarannya mengikuti
prosedur pembayaran kafarah untuk semua jenis pelanggaran. Penyebab adanya
kafarah ini adalah adanya pelanggaran yang dilakukan oleh badan, bukan
kewajiban karena harta. Pembayaran kafarah harus menggunakan sesuatu yang telah
ditetapkan, dan tidak boleh menggunakan selain yang ditetapkan.
Jika seseorang membayar kafarah dengan selain
ketentuan yang ditetapkan maka kewajibannya untuk membayar kafarah belum gugur
dan harus diulangi. Misalnya, seseorang melakukan pelanggaran berupa hubungan
suami-istri di siang hari bulan Ramadan, tanpa alasan yang dibenarkan. Kafarah
untuk pelanggaran ini adalah membebaskan budak, atau puasa dua bulan
berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin, dengan urutan
sebagaimana yang disebutkan. Seseorang tidak boleh membayar kafarah dengan
menyedekahkan uang seharga budak, jika dia tidak menemukan budak. Demikian
pula, dia tidak boleh berpuasa tiga bulan namun putus-putus (tidak
berturut-turut). Juga, tidak boleh memberi uang Rp. 5.000 kepada 60 fakir
miskin. Mengapa demikian? Karena kafarah harus dibayarkan persis sebagaimana
yang ditetapkan.
Di manakah posisi zakat fitri (zakat fitrah)?
Sebagaimana yang dijelaskan Syekhul Islam Ibnu
Taimiyah, pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah bahwasanya zakat
fitri (zakat fitrah) itu mengikuti prosedur kafarah karena zakat fitri
(zakat fitrah) adalah zakat badan, bukan zakat harta. Di antara dalil yang
menunjukkan bahwa zakat fitri adalah zakat badan –bukan zakat harta– adalah
pernyataan Ibnu Abbas dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma tentang zakat
fitri.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fitri, … bagi kaum muslimin, budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun
wanita, anak kecil maupun orang dewasa ….” (H.r. Al-Bukhari dan
Muslim)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fitri (zakat fitrah), sebagai penyuci orang yang berpuasa dari
perbuatan yang menggugurkan pahala puasa dan perbuatan atau ucapan jorok ….”(H.r. Abu Daud; dinilai
hasan oleh Syekh Al-Albani)
Dua riwayat ini menunjukkan bahwasanya zakat
fitri berstatus sebagai zakat badan, bukan zakat harta. Berikut ini adalah
beberapa alasannya:
1. Adanya kewajiban zakat
bagi anak-anak, budak, dan wanita. Padahal, mereka adalah orang-orang yang
umumnya tidak memiliki harta. Terutama budak; seluruh jasad dan hartanya
adalah milik tuannya. Jika zakat fitri merupakan kewajiban karena harta maka
tidak mungkin orang yang sama sekali tidak memiliki harta diwajibkan untuk
dikeluarkan zakatnya.
2. Salah satu fungsi zakat
adalah penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala
puasa serta perbuatan atau ucapan jorok. Fungsi ini menunjukkan bahwa zakat
fitri berstatus sebagaimana kafarah untuk kekurangan puasa seseorang.
Apa konsekuensi hukum jika zakat fitri (zakat fitrah)
berstatus sebagaimana kafarah?
Ada dua konsekuensi hukum ketika status zakat
fitri itu sebagaimana kafarah:
1. Harus dibayarkan dengan
sesuatu yang telah ditetapkan yaitu bahan makanan.
2. Harus diberikan kepada
orang yang membutuhkan untuk menutupi hajat hidup mereka, yaitu fakir miskin.
Dengan demikian, zakat fitri tidak boleh diberikan kepada amil, mualaf, budak,
masjid, dan golongan lainnya. (lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam,
25:73)
Sebagai tambahan wacana, berikut ini kami
sebutkan perselisihan ulama dalam masalah ini.
Pendapat yang membolehkan
pembayaran zakat fitri dengan uang
Ulama yang berpendapat demikian adalah Umar bin
Abdul Aziz, Al-Hasan Al-Bashri, Atha’, Ats-Tsauri, dan Abu Hanifah.
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwa
beliau mengatakan, “Tidak mengapa
memberikan zakat fitri dengan dirham.”
Diriwayatkan dari Abu Ishaq; beliau mengatakan, “Aku menjumpai mereka (Al-Hasan dan Umar bin Abdul Aziz)
sementara mereka sedang menunaikan zakat Ramadan (zakat fitri) dengan beberapa
dirham yang senilai bahan makanan.”
Diriwayatkan dari Atha’ bin Abi Rabah, bahwa beliau
menunaikan zakat fitri dengan waraq (dirham dari perak).
Pendapat yang melarang pembayaran zakat fitri (zakat
fitrah) dengan uang
Pendapat ini merupakan pendapat yang dipilih
oleh mayoritas ulama. Mereka mewajibkan pembayaran zakat fitri menggunakan bahan
makanan dan melarang membayar zakat dengan mata uang. Di antara ulama yang
berpegang pada pendapat ini adalah Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam
Ahmad. Bahkan, Imam Malik dan Imam Ahmad secara tegas menganggap tidak sah jika
membayar zakat fitri menggunakan mata uang. Berikut ini nukilan perkataan
mereka.
Perkataan Imam Malik
Imam Malik mengatakan, “Tidak sah jika
seseorang membayar zakat fitri dengan mata uang apa pun. Tidak demikian yang
diperintahkan Nabi.” (Al-Mudawwanah Syahnun)
Imam Malik juga mengatakan, “Wajib menunaikan
zakat fitri senilai satu sha’ bahan makanan yang umum di negeri tersebut
pada tahun itu (tahun pembayaran zakat fitri).” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Asy-Syafi’i
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Penunaian zakat fitri
wajib dalam bentuk satu sha’ dari umumnya bahan makanan di negeri
tersebut pada tahun tersebut.” (Ad-Din Al-Khash)
Perkataan Imam Ahmad
Al-Khiraqi mengatakan, “Siapa saja yang
menunaikan zakat menggunakan mata uang maka zakatnya tidak sah.” (Al-Mughni, Ibnu
Qudamah)
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya tentang
pembayaran zakat menggunakan dirham. Beliau menjawab, “Aku khawatir zakatnya
tidak diterima karena menyelisihi sunah Rasulullah.” (Masail Abdullah bin
Imam Ahmad; dinukil dalam Al-Mughni, 2:671)
Dari Abu Thalib, bahwasanya Imam Ahmad kepadaku,
“Tidak
boleh memberikan zakat fitri dengan nilai mata uang.” Kemudian ada orang yang
berkomentar kepada Imam Ahmad, “Ada beberapa orang yang
mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz membayar zakat menggunakan mata uang.” Imam Ahmad marah dengan
mengatakan, “Mereka meninggalkan hadis Nabi dan berpendapat dengan perkataan
Fulan. Padahal Abdullah bin Umar mengatakan, ‘Rasulullah mewajibkan zakat fitri
satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.’ Allah juga berfirman, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.’ Ada beberapa orang
yang menolak sunah dan mengatakan, ‘Fulan ini berkata demikian, Fulan itu
berkata demikian.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, 2:671)
Zahir mazhab Imam Ahmad, beliau berpendapat
bahwa pembayaran zakat fitri dengan nilai mata uang itu tidak sah.
Beberapa perkataan ulama lain:
- Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Allah mewajibkan pembayaran zakat fitri dengan bahan makanan sebagaimana Allah mewajibkan pembayaran kafarah dengan bahan makanan.” (Majmu’ Fatawa)
- Taqiyuddin Al-Husaini Asy-Syafi’i, penulis kitab Kifayatul Akhyar (kitab fikih Mazhab Syafi’i) mengatakan, “Syarat sah pembayaran zakat fitri harus berupa biji (bahan makanan); tidak sah menggunakan mata uang, tanpa ada perselisihan dalam masalah ini.” (Kifayatul Akhyar, 1:195)
- An-Nawawi mengatakan, “Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat bahwa tidak boleh membayar zakat fitri menggunakan uang kecuali dalam keadaan darurat.” (Al-Majmu’)
- An-Nawawi mengatakan, “Tidak sah membayar zakat fitri dengan mata uang menurut mazhab kami. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Malik, Ahmad, dan Ibnul Mundzir.” (Al-Majmu’)
- Asy-Syairazi Asy-Syafi’i mengatakan, “Tidak boleh menggunakan nilai mata uang untuk zakat karena kebenaran adalah milik Allah. Allah telah mengkaitkan zakat sebagaimana yang Dia tegaskan (dalam firman-Nya), maka tidak boleh mengganti hal itu dengan selainnya. Sebagaimana berkurban, ketika Allah kaitkan hal ini dengan binatang ternak, maka tidak boleh menggantinya dengan selain binatang ternak.” (Al-Majmu’)
- Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak boleh menggunakan uang yang senilai (dengan zakat) sama sekali. Juga, tidak boleh mengeluarkan satu sha’ campuran dari beberapa bahan makanan, sebagian gandum dan sebagian kurma. Tidak sah membayar dengan nilai mata uang sama sekali karena semua itu tidak diwajibkan (diajarkan) Rasulullah.” (Al-Muhalla bi Al-Atsar, 3:860)
- Asy-Syaukani berpendapat bahwa tidak boleh menggunakan mata uang kecuali jika tidak memungkinkan membayar zakat dengan bahan makanan.” (As-Sailul Jarar, 2:86)
Di antara ulama abad ini yang mewajibkan
membayar dengan bahan makanan adalah Syekh Ibnu Baz, Syekh Ibnu Al-Utsaimin,
Syekh Abu Bakr Al-Jazairi, dan yang lain. Mereka mengatakan bahwa zakat fitri tidak boleh dibayarkan
dengan selain makanan dan tidak boleh menggantinya dengan mata uang, kecuali
dalam keadaan darurat, karena tidak terdapat riwayat bahwa Nabi mengganti bahan
makanan dengan mata uang. Bahkan tidak dinukil dari seorang pun sahabat bahwa mereka
membayar zakat fitri dengan mata uang. (Minhajul Muslim, hlm. 251)
Dalil-dalil
masing-masing pihak
Dalil ulama yang membolehkan pembayaran zakat
fitri dengan uang:
1. Dalil riwayat yang
disampaikan adalah pendapat Umar bin Abdul Aziz dan Al-Hasan Al-Bashri.
Sebagian ulama menegaskan bahwa mereka tidak memiliki dalil nash (Alquran, al-hadits,
atau perkataan sahabat) dalam masalah ini.
2. Istihsan (menganggap lebih
baik). Mereka menganggap mata uang itu lebih baik dan lebih bermanfaat untuk
orang miskin daripada bahan makanan.
Dalil dan alasan ulama yang melarang pembayaran zakat
dengan mata uang:
Pertama, riwayat-riwayat yang
menegaskan bahwa zakat fitri harus dengan bahan makanan.
- Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, berupa satu sha’ kurma kering atau gandum kering ….” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
- “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, … sebagai makanan bagi orang miskin .…” (H.r. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
- Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, satu sha’ gandum, satu sha’ kurma, satu sha’ keju, atau satu sha’ anggur kering.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
- Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Dahulu, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan.” Kemudian Abu Sa’id mengatakan, “Dan makanan kami dulu adalah gandum, anggur kering (zabib), keju (aqith), dan kurma.” (H.r. Al-Bukhari, no. 1439)
- Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadan (zakat fitri). Kemudian datanglah seseorang mencuri makanan, lalu aku berhasil menangkapnya ….”(H.r. Al-Bukhari, no. 2311)
Kedua, alasan para ulama yang melarang pembayaran
zakat fitri dengan mata uang.
1. Zakat fitri adalah ibadah yang telah
ditetapkan ketentuannya.
Termasuk yang telah ditetapkan dalam masalah
zakat fitri adalah jenis, takaran, waktu pelaksanaan, dan tata cara
pelaksanaan. Seseorang tidak boleh mengeluarkan zakat fitri selain jenis yang
telah ditetapkan, sebagaimana tidak sah membayar zakat di luar waktu yang
ditetapkan.
Imam Al-Haramain Al-Juwaini Asy-Syafi’i
mengatakan, “Bagi mazhab kami, sandaran yang dipahami bersama dalam masalah
dalil, bahwa zakat termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Pelaksanaan semua
perkara yang merupakan bentuk ibadah itu mengikuti perintah Allah.” Kemudian beliau membuat
permisalan, “Andaikan ada orang yang mengatakan kepada utusannya (wakilnya),
‘Beli pakaian!’ sementara utusan ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah
berdagang, kemudian utusan ini melihat ada barang yang lebih manfaat bagi
majikannya (daripada pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi
perintah majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih bermanfaat daripada
perintah majikannya. (Jika dalam masalah semacam ini saja wajib ditunaikan sebagaimana
amanah yang diberikan, pent.) maka perkara yang Allah wajibkan melalui
perintah-Nya tentu lebih layak untuk diikuti.”
Harta yang ada di tangan kita semuanya adalah
harta Allah. Posisi manusia hanyalah sebagaimana wakil. Sementara, wakil tidak
berhak untuk bertindak di luar batasan yang diperintahkan. Jika Allah
memerintahkan kita untuk memberikan makanan kepada fakir miskin, namun kita
selaku wakil justru memberikan selain makanan, maka sikap ini termasuk bentuk
pelanggaran yang layak untuk mendapatkan hukuman. Dalam masalah ibadah,
termasuk zakat, selayaknya kita kembalikan sepenuhnya kepada aturan Allah.
Jangan sekali-kali melibatkan campur tangan akal dalam masalah ibadah karena
kewajiban kita adalah taat sepenuhnya.
Oleh karena itu, membayar zakat fitri dengan
uang berarti menyelisihi ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana telah
diketahui bersama, ibadah yang ditunaikan tanpa sesuai dengan tuntunan Allah
dan Rasul-Nya adalah ibadah yang tertolak.
2. Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum sudah ada mata uang dinar
dan dirham.
Akan tetapi, yang Nabi praktikkan bersama para
sahabat adalah pembayaran zakat fitri menggunakan bahan makanan, bukan
menggunakan dinar atau dirham. Padahal beliau adalah orang yang paling memahami
kebutuhan umatnya dan yang paling mengasihi fakir miskin. Bahkan, beliaulah
paling berbelas kasih kepada seluruh umatnya.
Allah berfirman tentang beliau, yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat berbelas kasi lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (Q.s. At-Taubah:128)
Siapakah yang lebih memahami cara untuk
mewujudkan belas kasihan melebihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits
(Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
__________________
Share
Ulang:
- Cisaat, Ciwidey
- Sumber: https://konsultasisyariah.com/7001-zakat-fitrah-dengan-uang.html