Islam Pedoman Hidup: Hukum Menggunakan Pengeras Suara Ke Luar Masjid Ketika Sholat

Minggu, 21 April 2019

Hukum Menggunakan Pengeras Suara Ke Luar Masjid Ketika Sholat


 Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya:  Banyak di masa akhir ini para imam masjid menggunakan pengeras suara keluar dan yang terjadi seringnya lewat menara dan dengan suara yang sangat keras dan karena perbuatan tersebut sehingga terusik masjid yang lain ketika sholat jahriyyah karena perbuatan mereka menggunakan pengeras suara (keluar masjid).

Maka beliaupun menjawab:  Apa yang engkau sebutkan berupa penggunaan pengeras suara ketika sholat jahryyah di menara maka itu terlarang, dikarenakan hal tersebut menimbulkan banyak gangguan kepada penghuni rumah-rumah dan masjid-masjid yang terdekat, dan Imam Malik rohimahulloh telah meriwayatkan di (kitabnya) AlMuattho’ (no. 178) syarh Azzarqony di bab Amalan Dalam Bacaan dari Al Bayadh Farwah bin ‘Amr rodhiallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh _shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ketengah manusia sedang mereka sementara sholat (sunnah) dengan mengeraskan suara bacaannya, maka Nabi berkata: “Sesungguhnya orang yang sholat sedang berbisik dengan Robbnya maka hendaklah dia fokus kepada apa dia berbisik dengannya dan jangan mengeraskan sebagian yang lain kepada yang lainnya dalam bacaan”. Dan Abu Dawud meriwayatkan (no 1332) dengan judul: “Mengeraskan suara bacaan ketika sholat malam”, dari Abu Sa’iid Alkhudry rodhiallohu ‘anhu berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di masjid maka beliau mendengar mereka mengeraskan dalam bacaan, maka beliaupun membuka tirai dan berkata: ketahuilah sesungguhnya setiap dari kalian berbisik kepada Robbnya maka jangan mengganggu sebagian kalian kepada sebagian yang lain, dan jangan mengeraskan sebagian atas yang lain dalam bacaan atau (beliau berkata) dalam sholat”, berkata Ibnu Abdil Barr: hadits AlBayadh dan Abu Saiid adalah dua hadits yang tsabit dan shohih.

Maka dalam dua hadits ini larangan dalam mengeraskan bacaan dalam sholat ketika padanya ada gangguan kepada yang lainnya dan sungguh hal ini menimbulkan gangguan sehingga dilarang darinya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh di Majmu Fatawa (23/61): “tidak (boleh) bagi seorangpun untuk mengeraskan suara dalam bacaan ketika mengganggu yang lainnya seperti orang yang sedang sholat.

Dan dalam jawaban olehnya di Fatawa AlQubro (1/350): “dan barang siapa melakukan apa yang dapat mengganggu penghuni masjid atau melakukan sesuatu yang dapat sampai kepada hal tersebut maka dilarang darinya.

Dan adapun apa yang diklaim dari orang yang mengeraskan suaranya bahwa itu mengandung kebaikan-kebaikan, maka jawabannya dari dua sisi:

Yang pertama: bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah melarang sebagian manusia untuk mengeraskan suaranya atas yang lainnya dalam membaca Alquran dan menjelaskan bahwa hal itu adalah gangguan. Dan dimaklumi bahwasanya tidak boleh bagi seorang mukmin memilih dan tidak ada pilihan baginya yang sesuai dari apa yang diputuskan dengannya oleh Nabi shollallohu’alaihi wa sallam berkata Alloh ta’ala: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (AlAhzab: 36)
Dan dimaklumi juga bahwasanya seorang mukmin tidak akan ridho pada dirinya untuk meletakkan suatu gangguan untuk saudaranya.

Jawaban yang ke-dua: bahwasanya apa yang dia klaim dari kebaikan-kebaikan -jika benar adanya- maka hal itu berbenturan dengan apa yang dihasilkan dengan mengeraskan suara berupa pelanggaran-pelanggaran yang diantaranya:

1. Jatuhnya kepada apa yang dilarang darinya oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dari kerasnya (suara) orang yang sedang sholat sebagian atas yang lainnya.

2. Gangguan bagi siapa yang mendengarnya diantara orang yang sedang sholat dan selainnya dari yang sedang belajar suatu ilmu atau menghafalkannya berupa terusiknya mereka.

3. Melalaikan orang-orang mukmin di masjid-masjid yang bertetangga dari mendengarkan bacaan imamnya yang mereka diperintah mendengarkan kepadanya.

4. Bahwasanya sebagian kaum mukminin di masjid-masjid yang bertetangga telah mengikuti dalam rukuk dan sujud imam yang keras suaranya, maka lebih-lebih lagi jika mereka di masjid yang besar banyak jamaahnya ketika tersamarkan atas mereka suara yang datang dengan suara imam mereka, dan telah sampai kepada kami bahwa hal itu banyak terjadi.

5. Bahwasanya sampai kepada lalainya sebagian manusia kepada berlomba lomba untuk datang ke masjid, karena dia mendengar suara imam satu roka’at satu roka’at dan bagian per bagian lalu dia sengaja berlambat-lambat dengan alasan imam masih diawal sholat maka sampailah dengannya waktu sampai dia luput sebagian dari sholat atau seluruhnya.

6. Bahwasanya hal itu sampai kepada (sebab) tergesa-gesa orang yang datang untuk sampai ke masjid jika mendengar imam di akhir bacaannya sebagaimana yang disaksikan, maka merekapun terjatuh kepada apa yang dilarang oleh Nabi shollallohu’alaihi wasallam dari tergesa-gesa dengan sebab mendengarnya mereka suara yang keras.

7. Bahwasanya boleh jadi di rumah-rumah orang yang mendengar bacaan (yang keras) ini sedang mereka dalam keadaan lupa dan lalai seolah-olah mereka menentang pembacanya, dan ini bertentangan dengan apa yang disebut oleh orang yang mengeraskan suara bahwa banyak wanita di rumah-rumah mendengar bacaannya dan mengambil faedah darinya, Dan (nyatanya) faedah ini terhasilkan hanya dengan mendengarkan secara seksama yang dia mencatat atasnya bacaan orang yang membaca yang dia orang-orang yang memuliakan bacaan (tsb).

Adapun perkataan orang yang mengangkat suaranya bahwasanya telah berpengaruh pada sebagian manusia sehingga mereka hadir dan sholat terlebih jika suara pembaca indah, maka ini kadang terjadi akan tetapi faidah yang ganjil bertentangan dengan pelanggaran yang telah lalu.

Dan kaedah umum yang disepakati atasnya: bahwasanya jika berhadapan maslahat dan mudhorot maka wajib memperhatikan yang lebih banyak darinya dan lebih besar, maka hukum sesuai dengan keperluan, jika sama (maslahat dan mudhorot nya) maka menolak mafsadat lebih diutamakan dari meraih maslahat.

Maka nasehatku kepada sadaraku kaum muslimin agar menempuh jalan keselamatan, dan agar merahmati saudara mereka kaum muslimin yang terusik atas mereka dalam ibadahnya disebabkan mendengarkan suara yang keras sampai orang yang sholat tidak tahu apa yang dia telah katakan dan apa yang akan dia katakan dalam sholat dari doa’ dan dzikir dan Qur’an.

Dan sungguh aku tahu bahwasanya seorang lelaki yang dia itu imam dan dia ketika bertasyahhud sedangkan disekitarnya ada masjid yang dia mendengar bacaan imam-nya maka jadilah pendengar mengulangi tasyahhudnya karena dia lemah untuk mengontrol apa yang dia akan ucapkan maka diapun memanjangkan pada dirinya dan pada siapa yang di belakangnya.

Kemudian jika mereka menempuh jalan ini dan meninggalkan mengeraskan suara dari atas menara terhasilkan bagi mereka bersama rasa kasih sayang kepada saudaranya penerapan perkataan Nabi shollallohu’alaihi wassallam: “janganlah mengeraskan sebagian kalian atas yang lain dalam (membaca) Al-Qur’an”. Dan perkataannya: “maka jangan mengganggu sebagian atas yang lain, dan jangan mengeraskan sebagian atas yang lainnya dalam membaca”. Dan tidak tertutupi apa yang dihasilkan bagi hati dari lezatnya keimanan dalam menerapkan perintah Alloh dan Rosul-Nya dan lapangnya dada karena hal tersebut dan bahagianya jiwa dengannya. (Selesai)

Dan Syaikh Utsaimin juga mengatakan:
 “Dan tidak ada halangan untuk dikecualikan dari hal tersebut dua masjid Makkah dan Nabawy dan demikian pula jama’ah-jama’ah dalam sholat Jum’at, dikarenakan sering terjadi sebagian orang yang sholat di luar masjid mereka butuh mendengar suara imam dengan syarat tidak ada jama’ah (masjid lain) yang berdekatan sehingga mengusik (suara) sebagian atas yang lainnya, jika hal itu terjadi maka meletakkan speaker di dinding masjid sehingga didengar darinya khutbah dan sholat, dan hilangkanlah ketika itu (suara) speker di menara agar terhasilkan suatu faedah tanpa harus mengganggu yang lainnya”.

“مجموع فتاوى ابن عثيمين” (13/74-96)
Majmu’ fatawa ibnu Utsaimin (13/74-96)

Diterjemahkan oleh admin ch. Telegram @ilmui.
--------------

Share Ulang:
  • Citramas, Cinunuk Bandung
  • Minggu, 16 Sya'ban 1440 H (21 April 2019)