Islam Pedoman Hidup: 10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 2) : Tauhid Adalah Kunci Pokok Penyucian Jiwa

Kamis, 30 Mei 2019

10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 2) : Tauhid Adalah Kunci Pokok Penyucian Jiwa



Kaidah pertama: Tauhid adalah kunci pokok penyucian jiwa

Sesungguhnya, tauhid adalah tujuan Allah Ta’ala ketika menciptakan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.(QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)

Tauhid juga merupakan poros dakwah para nabi dan rasul, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat untuk (menyerukan), “Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut.“ (QS. An-Nahl [16]: 36)

Tauhid adalah kewajiban pertama yang harus dilaksanakan manusia agar masuk ke dalam agama Islam. Demikian pula, tauhid adalah materi pertama yang wajib diajarkan oleh para juru dakwah. Hal ini sebagaimana kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke negeri Yaman,
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Sesungguhnya Engkau akan berdakwah kepada sebuah kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah perkara pertama kali yang Engkau serukan adalah agar mereka menauhidkan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7372)

Dan sungguh Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang tidak menyucikan jiwanya dengan tauhid dan iman bahwa mereka akan diadzab dengan pedih pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ ؛ الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
“Dan celakalah orang-orang musyrik. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan az-zakat dan mereka ingkar (kafir) akan adanya (kehidupan) akhirat.(QS. Fushshilat [41]: 6-7)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta’ala berkata menjelaskan tafsir ayat tersebut,
وهي التوحيد والإيمان الذي به يزكو القلب فإنه يتضمن نفي إلهية ما سوى الحق من القلب وإثبات إلهية الحق في القلب وهو حقيقة لا إله إلا الله . وهذا أصل ما تزكو به القلوب
Az-Zakah pada ayat di atas adalah tauhid dan iman, yang dengannya, jiwa menjadi bersih. Tauhid mengandung makna menafikan hak uluhiyyah dari selain Al-Haq (Allah Ta’ala) dari dalam hati, dan menetapkan hak uluhiyyah bagi Al-Haq (Allah Ta’ala) di dalam hati. Inilah hakikat dari kalimat tauhid, laa ilaaha illallah. Dan inilah pokok yang dapat menyucikan jiwa.(Majmuu’ Al-Fataawa, 10: 97)

Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala berkata,
قال أكثر المفسرين من السلف ومن بعدهم : هي التوحيد : شهادة أن لا إله إلا الله والإيمان الذي به يزكو القلب … وهو أصل كل زكاة ونماء …
“Mayoritas ahli tafsir dari kalangan salaf dan setelahnya berkata, “Az-Zakah pada ayat tersebut berarti tauhid, yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan iman, yang dengannya hati menjadi bersih … Tauhid adalah sumber dari segala pertambahan dan peningkatan kebaikan… “ (Ighaatstaul Lahfaan, 1: 79)

Sebagaimana tauhid adalah pokok penyucian dan pembersihan jiwa, maka kesyirikan adalah perkara yang paling mengotori dan merusak jiwa manusia. Bahkan, kesyirikan akan menghapus seluruh amalan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ’Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’(QS. Az-Zumar [39]: 65)

Kesyirikan adalah dosa yang apabila dibawa mati, Allah Ta’ala tidak akan mengampuni dosa itu selama-lamanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang tingkatannya lebih rendah dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)

Allah Ta’ala mengharamkan surga bagi setiap orang yang mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah [5]: 72)

Jika seorang hamba memurnikan tauhid, maka akan terwujudlah kesucian (jiwa) yang sempurna, dia akan mendapatkan hidayah dan rasa aman yang sempurna di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.(QS. Al-An’am [6]: 82)

Ketika seorang hamba mengikhlaskan penghambaan diri dan rasa cinta (mahabbah) kepada Allah Ta’ala, maka amalnya pun menjadi ikhlas dan tepat, jiwanya pun menjadi bersih (suci) dan baik. Dan ketika masuk hal-hal yang merusaknya, berupa kotoran syirik, maka masuklah noda dan kotoran ke dalam jiwa sesuai dengan kadarnya.

Oleh karena itu, jiwa tak akan suci kecuali dengan memurnikan tauhid dan mengesakan Allah Ta’ala dalam ibadah, serta mengikhlaskan amal hanya untuk-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah, hanya milik Allah-lah agama yang murni (dari syirik).(QS. Az-Zumar [39]: 3)
Dan begitu pula jiwa tak akan suci kecuali dengan membersihkan jiwa dari segala bentuk kesyirikan,dan segala sesuatu yang membatalkan dan melemahkan tauhid.

[Bersambung] ***
@Kantor Jogja, 17 Shafar 1440/ 26 Oktober 2018
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id
Referensi:
Diterjemahkan dari kitab ‘Asyru qawaaida fi tazkiyatin nafsi, hal. 9-12, karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala.
____
Share Ulang: