Baca pembahasan sebelumnya Sepuluh Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 1)
Kaidah pertama: Tauhid adalah kunci pokok penyucian jiwa
Sesungguhnya, tauhid adalah tujuan Allah Ta’ala ketika menciptakan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat
untuk (menyerukan), “Sembahlah Allah saja dan jauhilah
thaghut.“ (QS. An-Nahl [16]: 36)
Tauhid adalah kewajiban pertama yang harus dilaksanakan manusia agar
masuk ke dalam agama Islam. Demikian pula, tauhid adalah materi pertama
yang wajib diajarkan oleh para juru dakwah. Hal ini sebagaimana kata
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke negeri Yaman,
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Sesungguhnya Engkau akan berdakwah kepada sebuah kaum dari ahli
kitab. Maka jadikanlah perkara pertama kali yang Engkau serukan adalah
agar mereka menauhidkan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 7372)
Dan sungguh Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang tidak
menyucikan jiwanya dengan tauhid dan iman bahwa mereka akan diadzab
dengan pedih pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ ؛ الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
“Dan celakalah orang-orang musyrik. (Yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan az-zakat dan mereka ingkar (kafir) akan adanya (kehidupan)
akhirat.“ (QS. Fushshilat [41]: 6-7)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta’ala berkata menjelaskan tafsir ayat tersebut,
وهي
التوحيد والإيمان الذي به يزكو القلب فإنه يتضمن نفي إلهية ما سوى الحق من
القلب وإثبات إلهية الحق في القلب وهو حقيقة لا إله إلا الله . وهذا أصل ما
تزكو به القلوب
“Az-Zakah pada ayat di atas adalah tauhid dan iman, yang dengannya,
jiwa menjadi bersih. Tauhid mengandung makna menafikan hak uluhiyyah
dari selain Al-Haq (Allah Ta’ala) dari dalam hati, dan menetapkan hak
uluhiyyah bagi Al-Haq (Allah Ta’ala) di dalam hati. Inilah hakikat dari
kalimat tauhid, laa ilaaha illallah. Dan inilah pokok yang dapat menyucikan jiwa.” (Majmuu’ Al-Fataawa, 10: 97)
Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala berkata,
قال أكثر
المفسرين من السلف ومن بعدهم : هي التوحيد : شهادة أن لا إله إلا الله
والإيمان الذي به يزكو القلب … وهو أصل كل زكاة ونماء …
“Mayoritas ahli tafsir dari kalangan salaf dan setelahnya
berkata, “Az-Zakah pada ayat tersebut berarti tauhid, yaitu
syahadat laa ilaaha illallah dan iman, yang dengannya hati
menjadi bersih … Tauhid adalah sumber dari segala pertambahan
dan peningkatan kebaikan… “ (Ighaatstaul Lahfaan, 1: 79)
Sebagaimana tauhid adalah pokok penyucian dan pembersihan jiwa, maka
kesyirikan adalah perkara yang paling mengotori dan merusak jiwa
manusia. Bahkan, kesyirikan akan menghapus seluruh amalan kita,
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ’Jika
kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar [39]: 65)
Kesyirikan adalah dosa yang apabila dibawa mati, Allah Ta’ala tidak
akan mengampuni dosa itu selama-lamanya, sebagaimana firman Allah
Ta’ala,
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ
لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang tingkatannya lebih rendah dari (syirik) itu,
bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)
Allah Ta’ala mengharamkan surga bagi setiap orang yang
mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya, sebagaimana firman Allah
Ta’ala,
إِنَّهُ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah
neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong
pun.” (QS. Al-Maidah [5]: 72)
Jika seorang hamba memurnikan tauhid, maka akan terwujudlah kesucian
(jiwa) yang sempurna, dia akan mendapatkan hidayah dan rasa aman yang
sempurna di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-An’am [6]: 82)
Ketika seorang hamba mengikhlaskan penghambaan diri dan rasa cinta (mahabbah) kepada
Allah Ta’ala, maka amalnya pun menjadi ikhlas dan tepat, jiwanya pun
menjadi bersih (suci) dan baik. Dan ketika masuk hal-hal yang
merusaknya, berupa kotoran syirik, maka masuklah noda dan kotoran ke
dalam jiwa sesuai dengan kadarnya.
Oleh karena itu, jiwa tak akan suci kecuali dengan memurnikan tauhid
dan mengesakan Allah Ta’ala dalam ibadah, serta mengikhlaskan amal hanya
untuk-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah, hanya milik Allah-lah agama yang murni (dari syirik).” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Dan begitu pula jiwa tak akan suci kecuali dengan membersihkan jiwa
dari segala bentuk kesyirikan,dan segala sesuatu yang membatalkan dan
melemahkan tauhid.
@Kantor Jogja, 17 Shafar 1440/ 26 Oktober 2018
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id
Referensi:Diterjemahkan dari kitab ‘Asyru qawaaida fi tazkiyatin nafsi, hal. 9-12, karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala.