Kalau kita mau merenungkan dan
menghitung nikmat-nikmat Allah Ta’ala, siapa pun manusia di dunia tentu
tidak akan mampu menghitungnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan jika kalian menghitung nikmat
Allah, niscaya kalian tidak mampu untuk menghitungnya. Sesungguhnya
manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)
Berbagai nikmat Allah Ta’ala itu
seharusnya bisa kita manfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan ibadah
dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Sedikit apa pun nikmat yang kita
terima, seharusnya kita syukuri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barangsiapa yang tidak mensyukuri (nikmat) yang sedikit, maka dia sulit untuk mensyukuri (nikmat) yang banyak.” (HR. Ahmad 4: 278. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 667)
Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengingatkan kita bahwa terdapat dua nikmat yang mayoritas manusia
tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, apalagi mensyukurinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat yang banyak manusia tidak bisa memanfaatkan dengan baik, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412).
Waktu senggang (waktu luang) adalah di antara nikmat yang banyak dilalaikan dan disia-siakan.
Padahal, setiap nikmat yang telah
Allah Ta’ala berikan kepada kita, kelak akan ditanyakan pada hari
kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu).” (QS. At-Takaatsur [102]: 8)
Berkaitan dengan nikmat waktu, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,
اِغْتَنِمْ
خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ
سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ
حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum
lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu; (2) Waktu
sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; (3) Masa kayamu sebelum datang
masa kefakiranmu; (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; (5)
Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 11832; Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 7846; dan lain-lain. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib.)
Di antara metode dan kiat terbesar
bagi kita agar dapat memanfaatkan waktu dengan baik adalah dengan
meninggalkan segala aktivitas yang sia-sia. Diriwayatkan dari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317; Ibnu Majah no. 3976. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)
Betapa sering kita melewatkan waktu
hanya untuk aktivitas yang sia-sia. Di antaranya dengan menghabiskan
waktu malam hanya untuk “ngobrol” yang tidak ada manfaatnya. Sehingga
akibatnya, kita tidur larut malam sehingga terlambat bangun subuh.
Padahal, perlu diketahui bahwa
menghabiskan malam dengan begadang tanpa ada urgensi dan kepentingan
yang memang bermanfaat (baik manfaat duniawi maupun manfaat untuk agama)
itu termasuk perbuatan yang dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)
Dan karena bangun kesiangan, kita pun akhirnya terlewat dari mendapatkan keberkahan waktu subuh. Dari sahabat Shakhr Al-Ghamidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Dawud no. 2606; At-Tirmidzi no. 1212; Ibnu Majah no. 2236; dan dinilai shahih oleh Al-Albani)
Kita berdoa kepada Allah Ta’ala, agar
di Ramadhan tahun ini, kita bisa dimudahkan untuk memanfaatkan setiap
detik waktu kita untuk aktivitas ibadah kepada Allah Ta’ala untuk meraih
derajat ketakwaan.
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id