Baca pembahasan sebelumnya Pembagian Tafsir Menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu (Bag. 1)
Berikut ini pembagian tafsir Alquran menurut Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan dalam Tafsir Ath-Thabari : 1/34, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :
التفسير على أربعة أوجه : وجه تعرفه العرب من كلامها، وتفسير لا يعذر أحد بجهالته ، وتفسير يعلمه العلماء ، وتفسير لا يعلمه إلا الله
“ Tafsir (Alquran) terbagi menjadi empat macam, yaitu:
- Tafsir yang dikenal maknanya secara bahasa Arab
- Tafsir yang setiap orang (mukallaf) harus mengetahuinya
- Tafsir yang diketahui oleh ulama
- Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah”.
- Tafsir yang dikenal maknanya secara bahasa Arab
Tafsir jenis ini adalah makna ayat Alquran yang dipahami oleh bangsa Arab dari bahasa mereka dengan jelas.
Dengan demikian tafsir jenis ini hakekatnya adalah memahami lafazh
dalam ayat dengan mengembalikannya kepada makna bahasa (etimologi), dan
gaya bahasa dalam bahasa Arab.
Tafsir ini mencakup tafsir lafazh-lafazh Alquran, dan gaya bahasa Alquran dalam pembicaraan (Al-Asalib fil khithob), karena Alquran diturunkan dengan bahasa bangsa Arab dan dengan gaya bahasa mereka yang dikenal dalam pembicaraan mereka.Tafsir lafadz-lafadz dalam Alquran
Lafazh-lafazh yang digunakan dalam Alquran itu sesuatu yang jelas dan
tidak samar bagi bangsa Arab secara umum, oleh karena itu anda dapatkan
di kitab-kitab Tafsir, tafsiran Salaf dari sisi etimologi ketika
mereka menafsirkan kata-kata dalam ayat, seperti: الصمد، والكفؤ،
والفلق، والغاسق .
Meski demikian, sebagian orang Arab bisa jadi tidak tahu sebagian
makna dari lafazh-lafazh dalam Alquran tersebut, disebabkan ia jarang
mendengarkannya dalam pembicaraan kesehariannya, atau lafazh tersebut
tidak biasa digunakan dalam bahasa kaumnya.
Sebagaimana Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menyatakan bahwa beliau tidak mengetahui makna «فاطر» dalam sebuah ayat, beliau berkata:
كنت لا أدري ما فاطر السماوات والأرض حتى أتاني أعرابيان يختصمان في بئر ، فقال أحدهما : أنا فطرتها ، أي أنا ابتدأتها
Dulu saya tidak mengetahui apa makna { فاطر السموات والأرض} sampai
ada dua orang badui yang berselisih tentang sumur menemuiku, lalu salah
seorang diantara keduanya berkata kepada temannya : ‘ أنا فطرتها , maksudnya: ‘Sayalah yang mulai terlebih dahulu membuat sumur tersebut’”
Umar radhiyallahu ‘anhu pun pernah membaca surat ‘Abasa dari ayat ke-1 sampai pada ayat ke-31 :
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
dan buah-buahan serta rumput-rumputan [Q.S. ‘Abasa: 31].
Beliau mengatakan :
Kami telah mengetahui makna “Al-Faaqihah”, maka apakah makna “Al-Abbu”?
Tafsir gaya bahasa Alquran
Gaya bahasa Alquran dalam pembicaraan (Al-Asalib fil khithob) pun juga dikenal oleh bangsa Arab dalam bahasa mereka (bahasa Arab), misalnya firman Allah Ta’ala :
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.(Q.S. Ad-Dukhaan: 49).
Bangsa Arab memahami gaya bahasa dalam ayat tersebut dari bahasa
mereka, bahwa itu adalah gaya bahasa “menghinakan dan memperolok-olok”,
meski lafazh-lafazh dalam ayat tersebut digunakan untuk memuji, namun
konteks kalimatnya menunjukkan makna menghina dan memperolok-olok.
Contoh lainnya, firman Allah Ta’ala :
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ
تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي
أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ ۖ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ
Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sholatmu menyuruh kamu agar
kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang
kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal“.(Q.S. Hud:87)
Di akhir ayat ini terdapat gaya bahasa memperolok-olok, oleh karena itu, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata:
يقولون : إنك لست بحليم ولا رشيد
(Hakekatnya, dalam ayat tersebut) mereka mengatakan: Sesungguhnya engkau bukanlah orang yang sangat penyantun lagi berakal.
Tafsir lafadz-lafadz dalam Alquran lebih banyak dijelaskan oleh Salafush Sholeh daripada tafsir gaya bahasa Alquran
Meski tafsir lafadz-lafadz dalam Alquran dan tafsir gaya bahasa
Alquran sama-sama dikenal oleh bangsa Arab melalui bahasa mereka, namun
Salafush Sholeh, generasi awal umat ini, tidaklah memperluas penjelasan
tentang gaya bahasa pembicaraan dalam Alquran seluas penjelasan tentang
makna lafadz, karena ketika itu tidak ada sebab yang mendorong mereka
untuk memperluas penjelasan tentangnya, sedangkan mereka memiliki
perhatian besar pada pembahasan tentang sesuatu yang membuahkan amal
secara langsung, didsmping itu, ketidaktahuan seseorang terhadap makna
lafadz itu langsung berpengaruh kepada ketidakpahamannya terhadap tafsir
sebuah ayat.
Adapun orang yang tidak tahu gaya bahasa Alquran masih memungkinkan baginya untuk mengetahui makna sebuah ayat.
Hukum mengetahui tafsir jenis ini
Hukum mengetahui tafsir yang dikenal maknanya secara bahasa Arab ini
adalah fardu kifayah, DR. Musa’id Sulaiman Ath-Thayyar, dalam kitabnya Fushulun fi Ushulit Tafsir, menjelaskan alasannya :
وهذا الوجه من فروض الكفاية، إذ لا يجب على
كل مسلم معرفة جميع المعاني اللغوية والأساليب الكلامية الواردة في القرآن
وقد يرتقي إلى الواجب إذا توقف عمل الواجب على هذه المعرفة
(Hukum tafsir) jenis ini termasuk farshu kifayah, karena tidaklah
wajib bagi setiap muslim mengetahui seluruh makna (lafazh Alquran
secara) bahasa dan gaya bahasa Alquran, namun terkadang hukumnya bisa
berubah menjadi fardhu ‘ain, yaitu ketika mengetahuinya menjadi syarat
bisa mengamalkan suatu amalan wajib.
Beliau juga memperkuat alasannya bahwa sebagian sahabat senior saja
ada yang tidak mengetahui sebagian kata dalam Alquran, apalagi selain
mereka dari kalangan non Arab.
Penulis:
Artikel: Muslim.or.id