Islam Pedoman Hidup: 10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 6) : Upaya untuk Membersihkan dan Menghiasi

Sabtu, 15 Juni 2019

10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 6) : Upaya untuk Membersihkan dan Menghiasi





Baca pembahasan sebelumnya 10 Kaidah dalam Menyucikan Jiwa (Bag. 5)

Kaidah kelima: Membersihkan dan menghiasi

Sesungguhnya hakikat penyucian jiwa adalah diawali dengan membersihkan jiwa (takhliyyah) (تخلية), yaitu membersihkannya dari kotoran, maksiat, dan perbuatan dosa, setelah itu menghiasinya (tahliyyah) (تحلية) dengan melakukan berbagai amal ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,



خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.” (QS. At-Taubah [9]: 103)

Dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) membersihkan mereka” terdapat isyarat tentang kedudukan “takhliyyah” dari keburukan, yaitu membersihkan diri dari perbuatan dosa.

Dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya) menyucikan mereka” terdapat isyarat tentang kedudukan “tahliyyah”, yaitu menghiasi diri dengan keutamaan dan kebaikan.

Mendahulukan “pembersihan” (thath-hiir) (تطهير) dari “penyucian” (tazkiyyah) (تزكية) pada ayat di atas, layaknya mendahulukan (takhliyyah) sebelum melakukan tahliyyah.

Oleh karena itu, menjadi sebuah keniscayaan bagi orang yang ingin menyucikan jiwanya agar melepaskan diri terlebih dahulu dari dosa dan pelanggaran yang dapat merusak dan menutupi hatinya dari cahaya hidayah dan keimanan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} [المطففين: 14]
Apabila seorang hamba melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila dia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan dengan “ar-raan” yang Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”. (QS. Al-Muthaffifiin [83]: 14)(HR. Tirmidzi no. 3334 dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhiib wa At-Tarhiib 2: 268)


Kemudian, setelah itu dia dapat bersungguh-sungguh memperbanyak amal shalih yang dapat menyucikan jiwanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 69)


Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta’ala berkata,

فالتزكية وإن كان أصلها النماء، والبركة وزيادة الخير، فإنما تحصل بإزالة الشر؛ فلهذا صار التزكي يجمع هذا وهذا

“At-tazkiyah,
meskipun makna asalnya adalah pertumbuhan, keberkahan dan pertambahan kebaikan, namun hal itu hanya bisa tercapai dengan menjauhi segala keburukan. Sehingga jadilah tazkiyah itu mengumpulkan antara menjauhi keburukan dan meningkatkan kebaikan.” (Majmuu’ Al-Fataawa, 10: 97)


Ketika menjelaskan firman Allah Ta’ala,
بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
“Sebenarnya Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 49)

Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu Ta’ala berkata,
أي: بالإيمان والعمل الصالح بالتخلي عن الأخلاق الرذيلة، والتحلي بالصفات الجميلة
“Yaitu Allah membersihkan diri mereka dengan iman dan amal shalih, yaitu dengan at-takhalli, membersihkan diri dari akhlak yang buruk, dan at-tahalliy, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulia.” (Taisiir Karimirrahman, hal. 182)

[Bersambung]

***
@Rumah Lendah, 18 Shafar 1440/ 27 Oktober 2018
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.Or.Id
 
Referensi:
Diterjemahkan dari kitab ‘Asyru qawaaida fi tazkiyatin nafsi, hal. 23-24, karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala.

++++
Share Ulang:
Citramas, 12 Syawal 1440 H
Sumber=  https://muslim.or.id/44304-10-kaidah-dalam-menyucikan-jiwa-bag-6.html