Membaca Al-Qur’an tentu memiliki adab. Karena yang dibaca adalah kalamullah (firman
Allah), bukan koran, bukan perkataan makhluk. Di bulan Ramadhan
apalagi, adab ini mesti diperhatikan. Karena intensitas berinteraksi
dengan Al-Qur’an sangat tinggi di bulan Ramadhan. Dikarenakan para ulama
biasa menyembut Ramadhan dengan bulan Al-Qur’an.
Beberapa adab penting yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an:
1- Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau
mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika
membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan
para ulama.
Catatan: Ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an dipersyaratkan harus suci. Dalil yang mendukung hal ini adalah:
عَنْ
أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ
الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
4- Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena
itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping
masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat
meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang
yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau
hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah
berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan
dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum
paham). Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
5- Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.
6- Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib.
Perintah untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
7- Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir rahim.
8- Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan
berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadits yang
membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan
ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahwa
sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang
terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang
Shubuh. Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya
hingga pingsan. Lebih dari itu, ada di antara ulama yang sampai
meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86)
Diceritakan oleh Imam Nawawi, dari Bahz bin Hakim, bahwasanya Zararah
bin Aufa, seorang ulama terkemuka di kalangan tabi’in, ia pernah
menjadi imam untuk mereka ketika shalat Shubuh. Zararah membaca surat
hingga sampai pada ayat,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9)
“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.”
(QS. Al-Mudattsir: 8-9). Ketika itu Zararah tersungkur lantas meninggal
dunia. Bahz menyatakan bahwa ia menjadi di antara orang yang memikul
jenazahnya. (At-Tibyan, hlm. 87)
- Membaca Al-Qur’an disertai tadabbur (perenungan)
- Perut kosong (rajin puasa)
- Rajin qiyamul lail (shalat malam)
- Merendahkan diri di waktu sahur
- Duduk dengan orang-orang shalih.
Adab membaca Al-Qur’an diringkas dari penjelasan Imam Nawawi dalam At-Tibyan, hlm. 80-87. Semoga manfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Bagaimana adab setelah membaca Al-Qur’an? Apakah disyariatkan membaca shadaqallahul ‘azhim? Temukan jawabannya di link: Ucapan Shadaqallahul ‘Azhim.
Referensi:
At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an. Cetakan pertama, tahun
1426 H. Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Tahqiq: Abu ‘Abdillah
Ahmad bin Ibrahim Abul ‘Ainain. Penerbit Maktabah Ibnu ‘Abbas.
—Diselesaikan menjelang Isya di Darush Sholihin Panggang, Gunungkidul, 7 Ramadhan 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
__________
Share Ulang:
Share Ulang:
- Nengkelan, Ciwidey: 24 Ramadhan 1440
- Sumber https://rumaysho.com/11261-8-adab-membaca-al-quran.html