Islam Pedoman Hidup: Hukum Syariat Tentang Mata Uang Kertas

Senin, 10 Juni 2019

Hukum Syariat Tentang Mata Uang Kertas


HUKUM SYARI’AT TENTANG MATA UANG KERTAS

Keputusan ke-enam al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami pada daurahnya yang kelima di kota Makkah Mukarramah dari tanggal 8 sampai 16 Rabi’ul awal 1402 H.

Segala puji bagi Allâh saja dan semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi terakhir yang tidak ada nabi setelahnya Sayyid kita dan Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta sahabatnya.

Amma Ba’du:
Sungguh Majlis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami telah meneliti sebuah riset yang diajukan terkait masalah mata uang kertas dan hukum-hukum syar’i nya. Setelah didikusikan diantara anggota majlis maka diputuskan hal-hal sebagai berikut :
 
Pertama : Berpijak pada :
Bahan awal alat pembayaran (an-naqd) adalah emas dan perak 
 
• Illat (sebab hukum-pent) berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah (standar alat pembayaran) menurut pendapat yang paling shahih di kalangan para pakar ilmu fikih 
 
• Kriteria tsamaniyah ini menurut fuqaha tidak hanya terbatas pada emas dan perak sekalipun asalnya materi adalah emas dan perak 
 
• Mata uang kertas telah menjadi sebuah alat pembayaran yang memiliki harga dan berperan layaknya emas dan perak dalam penggunaannya. Uang kertas telah menjadi standar ukuran nilai barang-barang di zaman ini, karena penggunaan emas dan perak (sebagai alat tukar) tidak lagi nampak dalam interaksi dan jiwa masyarakat merasa tenang dengan menganggapnya sebagai alat tukar (Tamawwul) dan menyimpannya. Penunaian pembayaran yang sah terwujud dengannya dalam skala umum. Sekalipun nilainya bukan pada dzatnya, akan tetapi karena faktor luar, yaitu terwujudnya kepercayaan masyarakat terhadapnya sebagai sarana pembayaran dan pertukaran. Inilah titik pertimbangan kuat bagi sisi tsamaniyah padanya.
 
• Kesimpulan tentang illat berlakunya hukum riba pada emas dan perak adalah tsamaniyah dan illat ini juga terwujud pada uang kertas.

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas seluruhnya, Majlis al-Mujamma’ al-Fiqhi al-Islami menetapkan bahwa mata uang kertas merupakan alat pembayaran yang berdiri sendiri dan mengambil hukum emas dan perak, sehingga zakat menjadi wajib padanya dan dua jenis riba, fadhl dan nasa’i berlaku pada uang kertas ini, sebagaimana hal itu berlaku pada mata uang emas dan perak secara sempurna dengan mempertimbangkan kriteria tsamaniyah pada mata uang kertas, sehingga ia diqiyaskan kepada emas dan perak. Dengan demikian mata uang kertas mengambil hukum-hukum uang emas dan perak (Nuquud) dalam segala konsekwensi yang telah ditetapkan syariat.
Kedua : Uang kertas dianggap sebagai alat bayar independen sebagaimana fungsi emas, perak dan benda-benda berharga lainnya. Demikian juga uang kertas diklasifikasikan sebagai jenis-jenis yang berbeda-beda dan beraneka-ragam sesuai dengan pihak penerbitnya di negara-negara yang berbeda-beda pula. Artinya uang kertas Saudi Arabiah adalah satu jenis dan uang kertas Amerika adalah satu jenis. Begitulah setiap uang kertas adalah satu jenis independen secara dzatnya. Dengan demikian hukum riba dengan kedua macamnya riba fadhl dan riba nasi`ah berlaku padanya, sebagaimana kedua riba ini berlaku pada emas dan perak serta barang berharga lainnya.
Semua ini berkonsekuensi sebagai berikut:

1. Tidak boleh menjual mata uang sebagian dengan sebagian yang lain atau dengan mata uang yang berbeda dari jenis-jenis alat pembayaran lainnya berupa emas atau perak atau selain keduanya secara nasi`ah (tunda) secara mutlak, tidak boleh misalnya menjual sepuluh riyal Saudi dengan mata uang lain dengan selisih harga secara tunda tanpa serah terima secara kontan. 
 
2. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenisnya sendiri di mana salah satunya lebih banyak dari yang lain, baik hal itu dilakukan secara kontan maupun tunda. Tidak boleh –sebagai contoh  menjual sepuluh riyal Saudi kertas dengan sebelas riyal Saudi kertas secara kontan maupun tunda. 
 
3. Boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenis lain yang berbeda bila hal itu dilakukan secara kontan. Diperbolehkan menjual Lira Suriah atau Lebanon dengan riyal Saudi, baik berupa uang kertas atau perak dalam jumlah yang sama atau lebih murah atau lebih tinggi. Juga diperbolehkan menjual dolar Amerika dengan tiga riyal Saudi atau lebih rendah dari itu atau lebih tinggi bila hal itu terjadi secara kontan. Seperti ini juga pembolehan menjual riyal Saudi perak dengan tiga riyal Saudi kertas atau kurang atau lebih tinggi dari itu, bila hal itu dilakukan secara kontan. Karena dalam kasus ini dianggap menjual satu jenis mata uang dengan jenis yang lain, sekedar kesamaan nama tidak berpengaruh karena hakikat keduanya tidak sama.
Ketiga : Kewajiban zakat pada uang kertas bila nilainya sudah mencapai nishab terendah dari nishab emas atau perak atau nishabnya terwujud dengan menggabungkannya dengan harta berharga lainnya dan harga barang yang disiapkan untuk diperdagangkan.
Keempat : Boleh menjadikan mata uang kertas sebagai modal dalam jual beli salam dan serikat kerja sama.

Wallahu a’lam dan taufik hanya dari-Nya. Shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.



Keputusan ini ditanda tangani oleh :
  • Abdullah bin Humaid sebagai ketua Majlis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami (izin karena sakit).
  • Muhammad Ali al-harakaan sebagai Wakil ketua majlis.
  • Abdulaziz bin Abdillah bin Bâz sebagai Anggota
  • Muhammad Mahmûd ash-Shawaf
  • Shâlih bin Utsaimin
  • Muhamad bin Abdillah as-Sabîl
  • Mabrûk al-‘Awaadi
  • Mushthafa Ahmad Zarqâ
  • Abdulqadus al-Hâsyimi (Tidak bisa Hadir)
  • Muhammad asy-Syaazalian-Naifar
  • Muhammad Rasyidi
  • Abulhasan Ali al-Hasani an-Nadwi (tidak bisa hadir)
  • Abu Bakar Mahmûd Juumi
  • Husnayain Muhammad Makhlûf
  • Muhammad Rasyid Qubbani
  • Muhammad Syeit Khaththâb
  • Muhmmad Sâlim ‘Adud
  • Muhammad Abdurrahin al-Khhalid.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_____
Share Ulang: