Berikut ini akan disajikan panduan ringkas dari Sujud Tilawah dan
Sujud Syukur. Semoga bermanfaat bagi pembaca Muslim.Or.Id sekalian.
Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang disebabkan karena membaca atau
mendengar ayat-ayat sajadah yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim.
Keutamaan Sujud Tilawah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى
يَقُولُ يَا وَيْلَهُ – وَفِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ يَا وَيْلِى –
أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ
بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِىَ النَّارُ
“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan
akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka
aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka
baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun
aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)
Sujud Tilawah itu Sunnah
Para ulama sepakat (ijma’) bahwa sujud tilawah adalah amalan yang
disyari’atkan. Di antara dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar, “Nabi
shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al Qur’an yang di dalamnya
terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun
ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati
tempat karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut jumhur (mayoritas) ulama yaitu Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i,
Al Laitsi, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Daud dan Ibnu Hazm, juga pendapat
sahabat Umar bin Al Khattab, Salman, Ibnu ‘Abbas, ‘Imron bin Hushain,
mereka berpendapat bahwa sujud tilawah itu sunnah dan bukan wajib.
Dari Zaid bin Tsabit, beliau berkata, “Aku pernah membacakan pada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam surat An Najm, (tatkala bertemu pada
ayat sajadah dalam surat tersebut) beliau tidak bersujud.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bukhari membawakan riwayat ini pada Bab “Siapa yang membaca ayat sajadah, namun tidak bersujud.”
Tata Cara Sujud Tilawah
1- Para ulama bersepakat bahwa sujud tilawah cukup dengan sekali sujud.
2- Bentuk sujudnya sama dengan sujud dalam shalat.
3- Tidak disyari’atkan -berdasarkan pendapat yang paling kuat- untuk takbiratul ihram dan juga tidak disyari’atkan untuk salam.
4- Disyariatkan pula untuk bertakbir ketika hendak sujud dan bangkit dari sujud.
5- Lebih utama sujud tilawah dimulai dari keadaan
berdiri, ketika sujud tilawah ingin dilaksanakan di luar shalat. Inilah
pendapat yang dipilih oleh Hanabilah, sebagian ulama belakangan dari
Hanafiyah, salah satu pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah dari keadaan duduk,
maka ini tidaklah mengapa. Bahkan Imam Syafi’i dan murid-muridnya
mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mensyaratkan bahwa sujud tilawah
harus dimulai dari berdiri. Mereka mengatakan pula bahwa lebih baik meninggalkannya. (Shahih Fiqih Sunnah, 1/449)
Bacaan Ketika Sujud Tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat.
Ada beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud di antaranya:
- Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca: “Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim no. 772)
- Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud: “Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)
- Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca: “Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Muslim no. 771)
Adapun bacaan yang biasa dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana
tersebar di berbagai buku dzikir dan do’a adalah berdasarkan hadits yang
masih diperselisihkan keshohihannya.
Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- mengatakan, “Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: Subhaana robbiyal a’laa” (Al Mughni).
Dan di antara bacaan sujud dalam shalat terdapat pula bacaan “Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin”, sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Ali yang diriwayatkan oleh Muslim. Wallahu a’lam.
Sujud Tilawah Ketika Shalat
Dianjurkan bagi orang yang membaca ayat sajadah dalam shalat baik
shalat wajib maupun shalat sunnah agar melakukan sujud tilawah. Inilah
pendapat mayoritas ulama.
Dari Abu Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’
(shalat ‘atamah) bersama Abu Hurairah, lalu beliau membaca “idzas samaa’unsyaqqot”,
kemudian beliau sujud. Lalu Abu Rofi’ bertanya pada Abu Hurairah, “Apa
ini?” Abu Hurairah pun menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim
(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika sampai pada ayat
sajadah dalam surat tersebut.” Abu Rofi’ mengatakan, “Aku tidaklah
pernah bersujud ketika membaca surat tersebut sampai aku menemukannya
saat ini.” (HR. Bukhari no. 768 dan Muslim no. 578)
Ayat Sajadah dalam Al Qur’an
- Al A’rof ayat 206
- Ar Ro’du ayat 15
- An Nahl ayat 49-50
- Al Isro’ ayat 107-109
- Maryam ayat 58
- Al Hajj ayat 18
- Al Hajj ayat 77
- Al Furqon ayat 60
- An Naml ayat 25-26
- As Sajdah ayat 15
- Fushilat ayat 38 (menurut mayoritas ulama), QS. Fushilat ayat 37 (menurut Malikiyah)
- Shaad ayat 24
- An Najm ayat 62 (ayat terakhir)
- Al Insyiqaq ayat 20-21
- Al ‘Alaq ayat 19 (ayat terakhir)
Sujud Syukur
Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan oleh seseorang ketika mendapatkan nikmat atau ketika selamat dari bencana.
Dalil disyari’atkannya sujud syukur adalah,
عَنْ
أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا
جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا
لِلَّهِ.
Dari Abu Bakroh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yaitu ketika beliau mendapati hal yang menggembirakan atau dikabarkan
berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala. (HR. Abu Daud no. 2774. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Juga dari hadits Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang
diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di mana ketika diberitahu bahwa taubat
Ka’ab diterima, beliau pun tersungkur untuk bersujud (yaitu sujud
syukur).
Hukum Sujud Syukur
Sujud syukur itu disunnahkan ketika ada sebabnya. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah dan Hambali.
Sebab Adanya Sujud Syukur
Sujud syukur itu ada ketika mendapatkan nikmat yang besar. Contohnya
adalah ketika seseorang baru dikarunia anak oleh Allah setelah dalam
waktu yang lama menanti. Sujud syukur juga disyariatkan ketika selamat
dari musibah seperti ketika sembuh dari sakit, menemukan barang yang
hilang, atau diri dan hartanya selamat dari kebakaran atau dari
tenggelam. Atau boleh jadi pula sujud syukur itu ada ketika seseorang
melihat orang yang tertimpa musibah atau melihat ahli maksiat, ia
bersyukur karena selamat dari hal-hal tersebut.
Ulama Syafi’iyah dan Hambali menegaskan bahwa sujud syukur
disunnahkan ketika mendapatkan nikmat dan selamat dari musibah yang
sifatnya khusus pada individu atau dialami oleh kebanyakan kaum muslimin
seperti selamat dari musuh atau selamat dari wabah.
Bagaimana Jika Mendapatkan Nikmat yang Sifatnya Terus Menerus?
Ulama Syafi’iyah dan ulama Hambali berpendapat, “Tidak disyari’atkan
(disunnahkan) untuk sujud syukur karena mendapatkan nikmat yang sifatnya
terus menerus yang tidak pernah terputus.”
Karena tentu saja orang yang sehat akan mendapatkan nikmat bernafas,
maka tidak perlu ada sujud syukur sehabis shalat. Nikmat tersebut
didapati setiap saat selama nyawa masih dikandung badan. Lebih pantasnya
sujud syukur dilakukan setiap kali bernafas. Namun tidak mungkin ada
yang melakukannya.
Syarat Sujud Syukur
Sujud syukur tidak disyaratkan menghadap kiblat, juga tidak
disyaratkan dalam keadaan suci karena sujud syukur bukanlah shalat.
Namun hal-hal tadi hanyalah disunnahkan saja dan bukan syarat. Demikian
pendapat yang dianut oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah yang menyelisihi pendapat ulama madzhab.
Tata Cara Sujud Syukur
Tata caranya adalah seperti sujud tilawah. Yaitu dengan sekali sujud.
Ketika akan sujud hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, lalu
bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Saat sujud, bacaan yang
dibaca adalah seperti bacaan ketika sujud dalam shalat. Kemudian setelah
itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala. Setelah sujud tidak ada
salam dan tidak ada tasyahud.
Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul, 23 Jumadats Tsaniyyah 1436 H di sore hari ba’da Ashar
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, ST, MSc (Pengasuh Rumaysho.Com dan Pimred Muslim.Or.Id)
Artikel Muslim.Or.Id