Sujud adalah salah satu rukun salat. Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)
Ath Thabari dalam Tafsir-nya menyebutkan:
ارْكَعُوا) لله في صلاتكم (واسْجُدُوا) له فيها)
“(Rukuklah) kepada Allah dalam shalat kalian dan (sujudlah) di dalam salat kalian” (Tafsir Ath Thabari)
Dalam ayat ini rukuk dan sujud mewakili penyebutan salat, menunjukkan
rukuk dan sujud adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan dari salat.
Kemudian dalam hadis yang dikenal dengan hadis Al Musi’ Shalatuhu, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, disebutkan di sana:
ثُمَّ اسْجُدْ حتَّى تَطْمئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“...Kemudian sujudlah sampai tuma’ninah. Kemudian
bangun sampai duduk dengan tuma’ninah. Kemudian sujud sampai
tuma’ninah” (HR. Bukhari no. 6251, Muslim no. 397)
Dan ijma’ para ulama bahwa sujud adalah rukun salat, tidak sah salat jika sujud ditinggalkan. Imam An-Nawawi mengatakan:
ِوَالسْجُوْدُ فَرْضٌ، بِنَصٍّ الكِتَابِ والسُنَّنِ والإِجْمَاع
“Sujud hukumnya wajib berdasarkan nash Alquran, sunnahm dan ijma.” (Al Majmu’, 3/421)
Dan dalam setiap rakaat wajib ada dua kali sujud sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah di atas.
Cara Turun Sujud
Para ulama berbeda pendapat mengenai cara turun sujud dalam dua pendapat:
Pendapat pertama: kedua lutut dahulu baru kedua tangan. Ini
adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya Syafi’iyyah, Hanabilah
dan Hanafiyyah.
Dari Alqamah dan Al Aswad rahimahumallah:
ِحَفِظْنَا
عَنْ عُمَرَ فِي صَلَاتِهِ أَنَّهُ خرَّ بَعْدَ رُكُوعِهِ عَلَى
رُكْبَتَيْهِ كَمَا يَخِرُّ البَعِيْرُ، ووَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ
يَدَيْه
“Aku mengingat cara shalat Umar (bin Khathab) bahwa beliau turun
sujud setelah rukuk dengan bertumpu pada lututnya sebagaimana unta yang
meringkuk. Beliau meletakkan lututnya lebih dahulu dari tangannya” (HR. Ath Thahawi dalam Syarah Ma’anil Atsar, 1419, dishahihkan Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi, 2/717)
Ini pendapat yang dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumullah.
Pendapat kedua: kedua tangan dahulu baru kedua lutut. Ini adalah pendapat ulama Malikiyyah dan juga salah satu pendapat Imam Ahmad.
كَانَ إِبْنُ عُمَرَ يُضَعُ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
“Ibnu Umar dahulu meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq di hadits no. 803, Ibnu Khuzaimah no. 627, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, 2/77)
Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Wallahu a’lam, pendapat kedua nampaknya yang lebih kuat, karena terdapat hadis:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
“Jika kalian sujud maka jangan turun sujud seperti
meringkuknya unta. Hendaknya ia letakkan tangannya sebelum
lutunya.” (HR. Abu Daud no. 840, Al Baihaqi no. 2739, dishahihkan Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi 2/720)
Dan riwayat-riwayat yang menyatakan tangan dahulu sebelum lutut lebih
banyak dan lebih bagus kualitasnya. Namun tentunya masalah ini adalah
masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang longgar.
Anggota sujud adalah bagian-bagian tubuh yang menjadi tumpuan ketika
melakukan sujud, dengan kata lain tujuh anggota tubuh ini menempel ke
lantai ketika sujud. Ini disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
أُمِرْتُ
أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ؛ عَلَى الجبهةِ – وأشارَ بيدِه إلى
أنفِه – واليدينِ، والرُّكبتينِ، وأطرافِ القدَمينِ
“Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan: kening
(lalu beliau menunjuk juga pada hidungnya), kedua tangan, kedua lutut,
dan kedua kaki.” (HR. Bukhari no. 812, Muslim no. 490)
Maka tujuh anggota sujud tersebut adalah:
- Kening dan hidung
- Tangan kanan
- Tangan kiri
- Lutut kanan
- Lutut kiri
- Kaki kanan
- Kaki kiri
Namun para ulama khilaf mengenai hidung. Karena tambahan riwayat وأشارَ بيدِه إلى أنفِه (lalu beliau menunjuk juga pada hidungnya) hanya terdapat dalam riwayat dari jalan Abdullah bin Thawus dari Thawus. Sufyan Ats Tsauri mengatakan:
و زادنا فيه ابن طاووس فوضع يده على جبهته, ثم أمرها على أنفه حتى بلغ طرف أنفه, و كان أبي يعد هذا واحد
“Ibnu Thawus menambahkan kepada kami dengan memegang keningnya
lalu menggerakkan tangannya ke bawah hingga ke ujung hidungnya kemudian
berkata: ‘Ayahku (Thawus) menganggap ini satu bagian’.” (Al Umm, 1/113).
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan,
“Sebagian ulama menganggap bahwa yang kuat adalah pendapat bahwa
tafsiran tersebut (yaitu hidung termasuk bagian dari kening) bukan
berasal dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam namun dari perbuatan
Thawus atau anaknya. Oleh karena itu maka tidak wajib sujud dengan
menempelkan hidung, namun hukumnya mustahab (sunnah) saja. Ini pendapat
jumhur ulama” (Mafatihul Fiqhi fid Diin, 73)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, tata cara sujud dapat diringkas menjadi beberapa poin berikut:
- Kening dan hidung menempel ke lantai. Sebagaimana hadis Ibnu Abbas radhiallahu’anhu di atas.
-
Kedua tangan menempel ke lantai dan diletakkan sejajar dengan bahu. Sebagaimana dalam hadis dari Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu:… ثم سجَدَ فأمكَنَ أنفَه وجبهتَه، ونحَّى يدَيْهِ عن جَنبَيْهِ ووضَع كفَّيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ …“… kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sujud dan meletakkan hidungnya serta keningnya. Dan beliau melebarkan tangannya di sisi tubuhnya dan meletakkan telapak tangannya sejajar dengan bahunya…“ (HR. Abu Daud no. 734, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
-
Punggung lurus, kedua lengan diangkat dan tidak menempel ke lantai. Berdasarkan hadis dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:اعتدِلوا في السُّجودِ، ولا يبسُطْ أحدُكم ذراعَيْهِ انبساطَ الكلبِ“Hendaknya lurus ketika sujud. Dan jangan kalian merebahkan lengan kalian sebagaimana yang dilakukan anjing.” (HR. Bukhari nol 822, Muslim no. 493)
-
Lengan atas dibuka sehingga jauh dari badan. Sebagaimana dalam hadis dari Al Barra bin Azib radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:إذا سجَدْتَ فضَعْ كفَّيْكَ وارفَعْ مِرْفَقَيْكَ“Jika engkau sujud maka letakkan kedua tanganmu di lantai dan angkat sikumu.” (HR. Muslim no. 494)Sebagaimana dalam juga hadis Abdullah bin Buhainah radhiallahu’anhu, ia berkata:أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا صلَّى فرَّج بين يديهِ، حتى يبدوَ بياضُ إبْطَيه“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau melebarkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau.” (HR. Bukhari no. 390, Muslim no. 495)
- Lutut menempel ke lantai. Sebagaimana hadis Ibnu Abbas radhiallahu’anhu di atas.
-
Paha jauh dari perut. Ulama ber-ijma’ tentang disunnahkannya hal ini. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan:الحديث يدلُّ على مشروعية التفريج بين الفخِذين في السُّجود، ورفْعِ البطن عنهما، ولا خلافَ في ذلك“Hadis menunjukkan tentang disyariatkannya melebarkan paha ketika sujud dan menjauhkan perut dari paha. Tidak ada khilaf dalam masalah ini.” (Nailul Authar, 2/297)
-
Jari-jari kaki mengarah ke arah kiblat. Berdasarkan hadis dari Muhammad bin Amr bin ‘Atha rahimahullah,أنَّه كان جالسًا مع نفَرٍ مِن أصحابِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فذكَرْنا صلاةَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقال أبو حُمَيدٍ السَّاعديُّ: أنا كنتُ أحفَظَكم لصلاةِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: رأَيْتُه إذا كبَّرَ جعَلَ يدَيْهِ حِذاءَ مَنْكِبَيْهِ، وإذا ركَعَ أمكَنَ يدَيْهِ مِن رُكبتَيْهِ، ثم هصَرَ ظهرَه، فإذا رفَع رأسَه استوى حتَّى يعودَ كلُّ فَقَارٍ مكانَه، فإذا سجَد وضَع يدَيْهِ غيرَ مفترشٍ ولا قابضِهما، واستقبَلَ بأطرافِ أصابعِ رِجْلَيْهِ القِبلةَ“Ia pernah duduk bersama beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Maka mereka pun menyebutkan kepada kami tentang tata salat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Abu Humaid As Sa’idi berkata: “Aku paling hafal tata cara salat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku pernah melihat Nabi jika bertakbir maka beliau jadikan tangannya sejajar dengan pundaknya. Jika beliau rukuk maka tangan beliau memegang lututnya, kemudian beliau luruskan punggungnya. Ketika beliau i’tidal maka sampai semua tulang kembali pada tempatnya. Jika beliau sujud, beliau meletakkan kedua tangannya, tidak terlalu direnggangkan dan juga tidak terlalu dirapatkan. Dan jari-jari kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Bukhari no. 828)
-
Kedua tumit dirapatkan. Berdasarkan hadis dari Aisyah radhiallahu’anha:فقدت رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وكان معي على فراشي ، فوجدته ساجداً ، راصّاً عقبيه ، مستقبلاً بأطراف أصابعه القبلة“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, padahal sebelumnya beliau bersamaku di tempat tidur. Kemudian aku mendapat beliau sedang sujud, dengan menempelkan dua tumitnya, menghadapkan jari-jari kakinya ke kiblat.” (HR. Muslim no. 486)
Inilah pendapat yang rajih karena dalilnya sahih. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dan Syaikh Al Albani.
Adapun sebagian ulama berpendapat disunnahkan merenggangkan tumit, mereka berdalil dengan hadis:
وإذا سجدَ فرَّجَ بين فَخِذيهِ غيرَ حاملٍ بطنَه على شيءٍ مِن فخِذيه
“Jika Nabi sujud beliau merenggangkan pahanya tanpa menyentuhkan
perutnya pada apapun dari pahanya (menjauhkan perutnya dari pahanya),” (HR. Abu Daud no. 735)
Hadis ini derajatnya dhaif. Selain itu hadis ini tidak berbicara mengenai merenggangkan tumit melainkan merenggangkan paha.
Ada beberapa bacaan yang sahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sujud:
Bacaan pertama: subhaana rabbiyal a’la (Maha Suci Allah Rabb-ku Yang Maha Tinggi)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
فكان يقولُ في سُجودِه: سُبحانَ ربِّيَ الأعلى، قال: ثم رفَعَ رأسَه
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya
mengucapkan: subhaana rabbiyal a’la. kemudian mengangkat
kepalanya (untuk duduk).” (HR. Ahmad no. 3514, dihasankan Al Albani dalam Ashl Sifatu Shalatin Nabi, 3/809)
Bacaan kedua: subbuuhun quddus rabbul malaaikati war ruuh (Maha Suci Allah Rabb para Malaikat dan ruh)
Dari Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يقولُ في ركوعِه وسُجودِه، سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، ربُّ الملائكةِ والرُّوحِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika rukuk dan
sujud mengucapkan: ‘Subbuuhun quddus rabbul malaaikati war ruuh.” (HR. Muslim no. 487)
Bacaan ketiga: Allahumma laka sajadtu (Ya Allah, kepada-Mu lah aku sujud)
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu ia berkata:
إذا سجَد
قال: اللهمَّ لك سجَدْتُ، وبك آمَنْتُ، ولك أسلَمْتُ، سجَد وجهي للذي
خَلَقَه وصوَّرَه، وشقَّ سَمْعَه وبصَرَه، تبارَكَ اللهُ أحسَنُ الخالقي
“Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sujud beliau
mengucapkan: ‘Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu,
sajada wajhi lilladzi khalaqahu, wa shawwarahu, wa syaqqa sam’ahu, wa
basharahu. Tabarakallahu ahsanul khaliqiin’ [Ya Allah, kepada-Mu lah aku
bersujud, karena-Mu juga aku beriman, kepada-Mu juga aku berserah diri.
Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk
pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta].” (HR. Muslim no. 771)
Ulama khilaf dalam hal ini menjadi dua pendapat:
Pendapat pertama: kedua tangan naik lebih dahulu sebelum kedua
lutut, kecuali jika kesulitan maka baru bertumpu pada kedua tangan. Ini
pendapat Hanafiyah dan Hanabilah.
Dari Jabir radhiallahu’anhu, ia berkata:
رَمقْتُ ابنَ مَسعودٍ فرأيتُهُ يَنهَضُ علَى صدورِ قَدميهِ، ولا يَجلِسُ إذا صلَّى في أوَّلِ رَكْعةٍ حينَ يَقضي السُّجودَ
“Aku pernah mengikuti Ibnu Mas’ud dan aku melihat beliau bangkit
dari duduk dengan bertopang pada kedua kakinya. Dan beliau tidak duduk
(istirahat) di rakaat pertama ketika selesai sujud.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 1/394)
Pendapat kedua: kedua lutut naik lebih dahulu sebelum kedua tangan. Ini pendapat Syafi’iyyah dan Malikiyyah.
Dianjurkan Memperbanyak Doa ketika Sujud
Setelah membaca dzikir sujud yang disebutkan diatas, dianjurkan untuk memperbanyak doa ketika sujud. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَقَْربُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدِ مِنْ رَبِّهِ َوهُوَ سَاجِدً . فَأَكْثِرُوْا الدُعَا
“Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu.” (HR. Muslim, no.482)
Diantara larangan yang perlu diperhatikan ketika sujud adalah
larangan membaca ayat Alquran ketika sedang sujud. Sebagaimana hadis
dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma, beliau berkata:
وَإِنِّى
نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا
الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ
فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Aku dilarang untuk membaca Alquran ketika rukuk dan sujud. Adapun
rukuk maka itu waktunya mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan
sujud maka itu waktunya bersungguh-sungguh untuk berdoa agar diijabah
oleh Allah” (HR. Muslim no. 479)
[Adapun membaca doa saat rukuk tidak mengapa. Bukhari membawakan doa:
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللّهُمَّ اغْفِرْلِي [Mahasuci Engkau ya Allah, wahai Rabb kami dan aku memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku.] (HR. Bukhari (I/99) [no. 794] dan Muslim (I/350) [no. 484]. Bukhari memasukkan hadis tersebut dalam ‘Babud Du’a’i fir ruku’ (Bab Doa dalam Rukuk).
Al Hafiz Ibnu Hajar memberikan komentar terhadap bab yang dikhususkan
oleh Imam Bukhari, “Ada yang mengatakan, ‘Hikmah mengkhususkan rukuk
dengan menyebut kata doa tanpa menyebut kata tasbih, padahal
hadisnya hanya satu, bahwa Bukhari bermaksud untuk memberi isyarat
bantahan terhadap orang yang menganggap berdoa ketika rukuk adalah
makruh, seperti Imam Malik rahimahullah. Sedangkan mengenai tasbih,
tidak ada perbedaan pendapat mengenainya. Dengan alasan tersebut,
Bukhari lebih memfokuskan dengan penyebutan doa untuk tujuan
tersebut.'” (Syarah Hisnil Muslim, oleh Syaikh Majdi bin Abdul Wahab Al Ahmadi). ed]
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu juga mengatakan:
نَهاني رَسولُ اللَّهِ – ولا أقولُ : نَهاكُم – أن أقرأَ راكعًا ، أو ساجِدًا
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kamu – aku tidak
mengatakan: melarang kalian – untuk membaca Alquran ketika rukuk atau
sujud.” (HR. Ibnu Abdil Barr dalam Al Istidzkar, 1/475, beliau lalu mengatakan: “Ini adalah lafaz yang mahfuzh dari hadis”)
Demikian beberapa uraian ringkas mengenai sujud dalam salat. Semoga bermanfaat.
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.Or.Id