Sungguh
umur kita sangat terbatas…, harus kita akui bahwa waktu yang kita
gunakan untuk beramal sholeh sangat sedikit…berbeda dengan waktu yang
kita gunakan untuk urusan dunia. Kita butuh strategi dalam beramal agar
dengan amal yang terbatas kita bisa meraih pahala yang lebih banyak.
Diantara
strategi yang mungkin bisa kita lakukan adalah memperbanyak niat yang
baik dalam satu amalan. Semakin banyak niat baik yang diniatkan oleh
seorang hamba maka semakin banyak pahala yang akan ia peroleh.
Beberapa perkara yang penting untuk diingat kembali :
Pertama : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hanyalah amalan-amalan tergantung pada niat-niat. Dan bagi setiap orang apa yang dia niatkan” (HR Al-Bukhari no 1 dan Muslim no 1907)
Dan
keumuman hadits ini menunjukkan seseorang mendapatkan ganjaran
berdasarkan niatnya, maka jika ia berniat banyak ia akan mendapatkan
banyak pahala.
Kedua : Sekedar niat yang kuat maka telah mendatangkan pahala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَمَنْ
هَمَّ بحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَها اللهُ تَبَارَكَ وتَعَالى
عِنْدَهُ حَسَنَةً كامِلَةً، وَإنْ هَمَّ بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ
عَشْرَ حَسَناتٍ إِلى سَبْعمئةِ ضِعْفٍ إِلى أَضعَافٍ كَثيرةٍ
“Barangsiapa
berniat untuk melakukan kebaikan lalu tidak jadi melakukannya maka
Allah tabaaraka wa ta’ala mencatat disisi-Nya satu kebaikan sempurna,
dan jika ia berniat untuk melakukannya lalu melakukannya maka Allah
mencatatnya sepuluh kebaikan sampai tujuh puluh kali lipat sampai
berlipat-lipat yang banyak.” (HR Al-Bukhari no 6491 dan Muslim no 128)
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk dan telah dekat dengan Madinah beliau berkata:
إِنَّ
بالمدِينَةِ لَرِجَالًا ما سِرْتُمْ مَسِيرًا، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا،
إلاَّ كَانُوا مَعَكمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ». وَفي روَايَة: «إلاَّ
شَرَكُوكُمْ في الأجْرِ
“Sesungguhnya di Madinah ada para
laki-laki yang mana tidaklah kalian menempuh perjalanan tidak pula
melewati lembah melainkan mereka bersama kalian, sakit telah menghalangi
mereka.” Diriwayat yang lain “…melainkan mereka berserikat dengan
kalian dalam pahala” (HR Al-Bukhari no 4423 dan Muslim no 1911)
Rasulullah juga bersabda :
«مَنْ سَألَ اللهَ تَعَالَى الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ
اللهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ، وَإنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ»
“Barangsiapa meminta kepada Allah mati syahid dengan (penuh -pent) kejujuran maka Allah akan menyampaikannya pada kedudukan syuhada walaupun ia mati di atas tempat tidurnya” (HR Muslim no 1909)
Rasulullah juga bersabda:
إنَّمَا
الدُّنْيَا لأرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالًا وَعِلمًا،
فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ للهِ
فِيهِ حَقًّا، فَهذا بأفضَلِ المَنَازِلِ. وَعَبْدٍ رَزَقهُ اللهُ عِلْمًا،
وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ، يَقُولُ: لَوْ أنَّ
لِي مَالًا لَعَمِلتُ بِعَمَلِ فُلانٍ، فَهُوَ بنيَّتِهِ، فأجْرُهُمَا
سَوَاءٌ. وَعَبْدٍ رَزَقَهُ الله مَالًا، وَلَمَ يَرْزُقْهُ عِلْمًا،
فَهُوَ يَخبطُ في مَالِهِ بغَيرِ عِلْمٍ، لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ،
وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَلاَ يَعْلَمُ للهِ فِيهِ حَقًّا، فَهذَا
بأَخْبَثِ المَنَازِلِ. وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالًا وَلاَ
عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ: لَوْ أنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بعَمَلِ
فُلاَنٍ، فَهُوَ بنِيَّتِهِ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Sesungguhnya
dunia ini untuk empat orang: seorang hamba yang telah Allah anugerahi
harta dan ilmu maka iapun mentaati Rabbnya pada (*penggunaan) harta dan
ilmunya, menyambung silaturahim, dan mengetahui pada ilmu dan hartanya
tersebut ada hak Allah, maka orang ini berada pada kedudukan yang paling
utama. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi ilmu akan tetapi tidak
Allah anugerahi harta maka iapun mempunyai niat yang benar, ia berkata
“Seandainya aku memiliki harta sungguh aku akan beramal sebagaimana
amalan fulan”, maka ia dengan niatnya pahala keduanya
sama. Dan seorang hamba yang Allah anugerahi harta akan tetapi tidak
Allah anugerahi ilmu maka iapun ngawur menggunakan hartanya tanpa ilmu.
Ia tidak mentaati Rabbnya pada hartanya, tidak pula menyambung
silaturahim, tidak mengetahui bahwasanya pada hartanya itu ada hak
Allah. Maka orang ini berada pada tingkatan paling buruk. Dan seorang
hamba yang tidak Allah anugerahi harta maupun ilmu maka iapun berkata,
“Seandainya aku memiliki harta tentu aku akan menggunakan hartaku
sebagaimana perbuatan si fulan” maka ia dengan niatnya dosa keduanya
sama” (HR At-Thirmidzi no 2325)
Ketiga : Jika
seorang telah berniat lalu berusaha beramal dan ternyata amalannya tidak
sesuai dengan yang ia niatkan maka ia tetap mendapatkan pahala
وعن
أبي يَزيدَ مَعْنِ بنِ يَزيدَ بنِ الأخنسِ – رضي الله عنهم – وهو وأبوه
وَجَدُّه صحابيُّون، قَالَ: كَانَ أبي يَزيدُ أخْرَجَ دَنَانِيرَ
يَتَصَدَّقُ بِهَا، فَوَضعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ، فَجِئْتُ
فأَخذْتُها فَأَتَيْتُهُ بِهَا. فقالَ: واللهِ، مَا إيَّاكَ أرَدْتُ،
فَخَاصَمْتُهُ إِلى رسولِ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – فقَالَ: «لكَ مَا
نَوَيْتَ يَا يزيدُ، ولَكَ ما أخَذْتَ يَا مَعْنُ»
Dari Abu Yazid
Ma’an bin Yazid bin Akhnas radhiyallahu ‘anhum –dia, bapaknya dan
kakeknya adalah sahabat Nabi-, dia berkata, “Dulu Abu Yazid mengeluarkan
dinar-dinar untuk disedekahkan, maka iapun meletakkannya di samping
seseorang di masjid, maka akupun datang dan mengambilnya. Kemudian aku
mendatanginya dengan membawa sedekah tersebut”, ia berkata, “Demi Allah,
yang aku inginkan bukan engkau.” Maka aku pun mengadukannya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Bagimu apa yang kamu niatkan wahai Yazid dan bagimu apa yang kamu ambil wahai Ma’an ” (HR Al-Bukhari no 1422)
Sang
ayah tidak bermaksud sedekahnya diberikan kepada sang anak, akan tetapi
Allah menetapkan bagai sang ayah pahala karena niatnya yang baik,
meskipun akhirnya harta sedekah tersebut kembali kepada sang ayah.
Karena sang anak di bawah tanggungan sang ayah
Rasulullah juga bersabda :
قاَلَ
رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ
فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوْا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ
اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى
زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا
فِي يَدِ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِي
قَالَ اللَّهُمَّ لك الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ
فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا
يَتَحَدَّثُوْنَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ
الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ وَعَلَى سَارِقٍ فَأُتِيَ
فَقِيْلَ لَهُ : أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ أَمَّا الزَّانِيَةُ
فَلَعَلَّهَا تَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا وَلَعَلَّ الْغَنِيُّ
يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللهُ وَلَعَلَّ السَّارِقَ
يَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ سَرِقَتِهِ
Seseorang telah berkata,
‘Sungguh aku akan bersedekah malam ini.’ Kemudian ia keluar untuk
bersedekah maka ia menyedekahkannya ke tangan seorang pezina. Pada
keesokan harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah
diberikan kepada seorang pezina. Ia berkata, “Yaa Allah, segala puji
bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada seorang pezina, sungguh aku akan
bersedekah”. Kemudian ia keluar untuk bersedekah maka ia
menyedekahkannya kepada orang kaya. Pada keesokan harinya, orang-orang
membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada orang kaya. Ia
berkata, “Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku (ternyata) jatuh pada
seorang kaya, sungguh aku akan bersedekah”. Kemudian ia keluar untuk
bersedekah maka ia menyedekahkannya kepada pencuri. Pada keesokan
harinya, orang-orang membicarakan (bahwa) sedekah telah diberikan kepada
seorang pencuri. Ia berkata, “Yaa Allah, segala puji bagiMu, sedekahku
(ternyata) jatuh pada seorang pezina, orang kaya, dan seorang pencuri”.
Maka ia didatangi (*dalam mimpi) dan dikatakan padanya, adapun sedekahmu
maka telah diterima, adapun pezina mudah-mudahan dengan (sebab
sedekahmu) ia mejaga diri dari zina, dan mudah-mudahan orang kaya
tersebut mengambil pelajaran kemudian menginfakkan harta yang Allah
berikan, dan mudah-mudahan dengan sebab itu pencuri tersebut menjaga
diri dari mencuri. (HR Muslim no 1022)
Keempat :
Niat yang baik merubah pekerjaan yang asalnya hukumnya hanya mubah
menjadi suatu qurbah (ibadah) yang diberi ganjaran oleh Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqoosh radhiallahu ‘anhu
وَإنَّكَ لَنْ تُنفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغي بِهَا وَجهَ اللهِ إلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ في فِيِّ امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya tidaklah engkau menginfakkan satu infakpun yang dengan infak tersebut engkau mengharapkan wajah Allah kecuali engkau akan diberi ganjaran atasnya, sampai-sampai suapan yang kau suapkan ke mulut istrimu” (HR Al-Bukhari no 56 dan Muslim no 1628
Mu’aadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu berkata,
أَمَّا أَنَا فَأَنَامُ وَأَقُومُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي.
“Adapun
aku, maka aku tidur dan sholat malam, dan aku berharap pahala dari
tidurku sebagaimana pahala yang aku harapkan dari sholat malamku” (HR
Al-Bukhari no 6923 dan Muslim no 1733)
An-Nawawi berkata,
“Maknanya adalah aku tidur dengan niat untuk menguatkan diriku dan
berkonsentrasi untuk ibadah serta menyegarkan/menyemangatkan diri untuk
ketaatan, maka aku berharap pahala pada tidurku ini sebagaimana aku
berharap pahala pada sholat-sholatku” (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim
12/209)
Ibnu Hajr berkata,
وَمَعْنَاهُ: أَنَّهُ يَطْلُب
الثَّوَاب فِي الرَّاحَة كَمَا يَطْلُبهُ فِي التَّعَب, لِأَنَّ الرَّاحَة
إِذَا قُصِدَ بِهَا الْإِعَانَة عَلَى الْعِبَادَة حَصَّلَتْ الثَّوَاب
“Maknanya
adalah ia mencari ganjaran pahala dalam istirahat sebagaimana ia
mencarinya dalam kelelahan (ibadah), karena istirahat jika dimaksudkan
untuk membantu dalam beribadah maka akan mendatangkan pahala” (Fathul
Baari 8/62)
Ibnu Qudaamah berkata : Sebagian para salaf berkata,
“Sungguh aku lebih senang jika pada setiap yang aku lakukan terdapat
sebuah niat, sampai-sampai pada makanku, minumku, tidurku, dan ketika
masuk ke dalam wc, serta pada semua yang bisa diniatkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah”. Karena semua yang menjadi sebab tegaknya
badan dan luangnya hati adalah bagian dari kepentingan agama, maka,
siapa saja yang meniatkan makannya sebagai bentuk ketakwaan dalam
beribadah, menikah untuk menjaga agamanya, menyenangkan hati
keluarganya, dan agar bisa memiliki anak yang menyembah Allah setelah
wafatnya maka ia akan diberi pahala atas semua hal itu. Jangan kamu
remehkan sedikitpun dari gerakanmu dan kata-katamu, dan hisablah dirimu
sebelum engkau dihisab, dan luruskanlah sebelum engkau melakukan apa
yang engkau lakukan, dan juga perhatikanlah niatmu terhadap hal-hal yang
engkau tinggalkan. (Mukhtashor Minhaaj Al-Qooshidiin hal 363)
Contoh praktek Multi Niat Pada Satu Amalan Sholeh
Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi rahimahullah berkata :
الطاعات،
وهى مرتبطة بالنيات في أصل صحتها، وفى تضاعف فضلها، وأما الأصل، فهو أن
ينوى عبادة الله تعالى لا غير، فإن نوى الرياء صارت معصية . وأما تضاعف
الفضل، فبكثرة النيات الحسنة، فإن الطاعة الواحدة يمكن أن ينوى بها خيرات
كثيرة، فيكون له بكل نية ثواب، إذ كل واحدة منها حسنة، ثم تضاعف كل حسنة
عشر أمثالها
“Ketaatan-ketaatan berkaitan dengan niat dari sisi
sahnya ketaatan tersebut dan dari sisi berlipat gandanya ganjaran/pahala
ketaatan tersebut. Adapun dari sisi sahnya maka hendaknya ia berniat
untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada selain-Nya, jika ia
meniatkan riyaa maka ketaatan tersebut berubah menjadi kemaksiatan. Adapun
dari sisi berlipat gandanya pahala, yaitu dengan banyaknya niat-niat
baik. Karena satu ketaatan memungkinkan untuk diniatkan banyak kebaikan,
maka baginya pahala untuk masing-masing niat. Karena setiap niat
merupakan kabaikan, kemudian setiap kebaikan akan dilipat gandakan
menjadi 10 kali lipat” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin hal 362)
Diantara contoh praktek menggandakan niat-niat kebaikan dalam satu amalan adalah :
Pertama : Duduk di mesjid
Ibnu Qudaamah berkata : “Sebagai
contoh duduk di masjid, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu
amalan ketaatan, dengan hal itu seseorang bisa meniatkan niat yang
banyak seperti meniatkan dengan masuknya menunggu waktu sholat, iktikaf,
menahan anggota badan (dari maksiat –pent), menolak hal-hal yang
memalingkan dari Allah dengan mempergunakan seluruh waktunya untuk di
masjid, untuk dzikir kepada Allah dan yang semisalnya. Inilah cara untuk
memperbanyak niat maka qiyaskanlah dengan hal ini amalan-amalan
ketaatan lainnya karena tidak ada satu ketaatanpun melainkan dapat
diniatkan dengan niat yang banyak.” (Mukhtashor Minhaaj Al-Qosshidiin
hal 362 )
Kedua : Menuntut Ilmu
Imam Ahmad berkata :
الْعِلْمُ
أَفْضَلُ الأَعْمَالِ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ، قِيْلَ : بِأَيِّ شَيْءٍ
تَصِحُّ النِّيَّةُ قَالَ: يَنْوِي يَتَوَاضَعُ فِيْهِ وَيَنْفِي عَنْهُ
الْجَهْلَ
“Ilmu adalah amalan yang termulia bagi orang yang niatnya benar”.
Lalu
dikatakan kepada beliau, “Dengan perkara apa agar niat menjadi benar?”,
Imam Ahmad berkata, “Ia niatkan untuk bersikap tawadhu pada ilmunya,
dan untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya” (Al-Inshoof 2/116)
Imam Ahmad juga berkata :
العِلْمُ
لاَ يَعْدِلُهُ شَيْءٌ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ “. قَالُوا: كَيْفَ
ذَلِكَ؟ قَالَ: “يَنْوِي رَفْعَ الْجَهْلَ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ
“Tidak
ada sesuatupun yang setara dengan ilmu bagi orang yang benar niatnya”,
mereka berkata, “Bagaimana caranya?”. Imam Ahmad berkata, “Yaitu ia
berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan juga dari orang
lain” (Majmuu’ Fataawaa wa Rosaail Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimiin 26/75)
Ilmu
menjadi amalan yang paling mulia tatkala dibarengi dengan banyak niat
baik, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad yaitu jika diniatkan untuk
agar bisa tawaadhu’ dan juga untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
dan juga untuk berdakwah dalam rangka untuk menghilangkan kebodohan dari
orang lain.
Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin menyebutkan beberapa niat
yang hendaknya ditanam dalam hati seorang penuntut ilmu tatkala ia
menuntut ilmu, diantaranya ;
– Berniat untuk menjalankan perintah Allah
– Berniat untuk menjaga syari’at Islam, karena menuntut ilmu adalah sarana terbesar untuk menjaga kelestarian syari’at (hukum-hukum Islam)
– Berniat untuk membela agama, karena agama memiliki musuh-musuh yang ingin merusak agama ini, diantaranya dengan menyebarkan syubhat-syubhat
– Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
– Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain
– Berniat untuk menjaga syari’at Islam, karena menuntut ilmu adalah sarana terbesar untuk menjaga kelestarian syari’at (hukum-hukum Islam)
– Berniat untuk membela agama, karena agama memiliki musuh-musuh yang ingin merusak agama ini, diantaranya dengan menyebarkan syubhat-syubhat
– Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
– Berniat untuk menghilangkan kebodohan dari orang lain
Ketiga : Tatkala berangkat ke mesjid
Bisa dengan meniatkan perkara-perkara berikut :
1.
Memakmurkan masjid, Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang
memakmurkan masjid-masjid itulah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir” (QS At-Taubah : 18)
2. Senyum kepada saudara, karena hal itu adalah sedekah
3. Menyebarkan salam
4. Menghadiri shalat jama’ah
5. Memperbanyak jumlah kaum muslimin
6. Berdakwah dijalan Allah
7. Merasa bangga karena Allah menyebut-nyebut namamu
8. Menunggu sesaat turunnya ketenangan untuk mengkhusyu’kan hati
9. Menghadiri majelis-majelis ilmu
10. Menunggu turunnya rahmat
11. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah untuk mendapatkan kecintaan Allah
2. Senyum kepada saudara, karena hal itu adalah sedekah
3. Menyebarkan salam
4. Menghadiri shalat jama’ah
5. Memperbanyak jumlah kaum muslimin
6. Berdakwah dijalan Allah
7. Merasa bangga karena Allah menyebut-nyebut namamu
8. Menunggu sesaat turunnya ketenangan untuk mengkhusyu’kan hati
9. Menghadiri majelis-majelis ilmu
10. Menunggu turunnya rahmat
11. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah untuk mendapatkan kecintaan Allah
Keempat : Tatkala membaca atau menghafal Al-Qur’an
Dengan meniatkan perkara-perkara berikut :
1. Berniat untuk mendapat kebaikan pada setiap huruf
2. Mengingat negeri akhirat
3. Mentadabburi ayat-ayat al-qur’an
4. Agar mendapatkan syafa’at al-qur’an
5. Mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca firman-firman-Nya
6. Mengamalkan hal-hal yang terkandung di dalam al-qur’an
7. Mengangkat derajat di surga dengan menghafalkan ayat-ayatNya
2. Mengingat negeri akhirat
3. Mentadabburi ayat-ayat al-qur’an
4. Agar mendapatkan syafa’at al-qur’an
5. Mendekatkan diri kepada Allah dengan membaca firman-firman-Nya
6. Mengamalkan hal-hal yang terkandung di dalam al-qur’an
7. Mengangkat derajat di surga dengan menghafalkan ayat-ayatNya
Kelima : Tatkala menjenguk orang sakit
1. Berniat untuk menunaikan salah satu hak seorang muslim, yaitu menjenguknya jika sakit
2. Mengingat Hadits qudsi “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa jika kamu mengunjunginya maka kamu mendapati-Ku disisinya”
3. Bersyukur kepada Allah atas penjagaan-Nya terhadap dirinya dari apa-apa yang menimpa saudaranya
4. Meminta kepada orang yang sakit untuk dido’akan (karena kedekatannya terhadap Robbnya)
2. Mengingat Hadits qudsi “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa jika kamu mengunjunginya maka kamu mendapati-Ku disisinya”
3. Bersyukur kepada Allah atas penjagaan-Nya terhadap dirinya dari apa-apa yang menimpa saudaranya
4. Meminta kepada orang yang sakit untuk dido’akan (karena kedekatannya terhadap Robbnya)
Keenam : Ketika puasa sunnah
1. Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan yang paling dicintai-Nya
2. Agar Allah menjauhkan wajahku dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan
3. Memerangi hawa nafsu dan menundukkannya untuk melakukan ketaatan
4. Membelenggu syahwat (meminta penjagaan)
5. Mengikuti sunnah Rosul shallallhu ‘alaihi wasallam (puasa senin kamis, puasa tengah bulan tgl 13-14-15 )
6. Memperoleh kemenangan berupa sesaat dikabulkannya do’a bagi orang yang berpuasa
7. Ikut merasakan apa yang dirasakan orang-orang fakir dan miskin
8. Agar Allah memasukkan kita ke surga melalui pintu Ar-Rayyan
9. Barangsiapa yang membuat haus dirinya karena Allah (berpuasa) pada hari yang panas, maka Allah akan memberikan minum pada hari kiamat yang amat panas dan amat menimbulkan dahaga.
Ketujuh : Ketika bersedekah dengan harta
Hendaknya meniatkan:
1. Barangsiapa menghutangi Allah hutang yang baik maka Dia akan melipatgandakannya.
2. Berlindung dari neraka walaupun dengan separuh kurma
3. Membantu dan menyenangkan hati faqir miskin.
4. Untuk mengobati saudara/kerabat yang sakit. Rasulullah bersada “Obatilah orang-orang sakit diantara kalian dengan sedekah”
5. Kalian tidak akan mencapai derajat birr (kebajikan) sampai kalian berinfak dengan apa-apa yang kalian cintai
6. Sedekah menghilangkan kemurkaan Allah
Kedelapan : Tatkala mau poligami
1. Sebagai bentuk cinta kepada sunnah Nabi
2. Untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan
3. Untuk memperbanyak pasukan kaum muslimin
4. Untuk menyenangkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala di akhirat, karena Nabi membanggakan umatnya yang banyak di hadapan para nabi-nabi dan umat-umat yang lain. Beliau bersabda:
تَزَوَّجوا الودود الولود؛ فإني مُكَاثِرٌ بكم الأمَم
“Menikahilah wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain”
5. Untuk menolong para wanita yang butuh perhatian para lelaki, terutama para janda
6. Untuk memberi teladan kepada kaum muslimin jika pologaminya berhasil dan bahagia
Multi Niat Juga Berlaku Pada Perkara-Perkara Mubah
Sebagaimana
penjelasan di atas bahwasanya perkara-perkara mubah jika dikerjakan
dengan niat yang baik maka bisa berubah menjadi bernilai ibadah. Oleh
karenanya sungguh kita telah merugi dan telah membuang banyak waktu dan
tenaga dalam urusan dunia jika kita tidak meniatkannya untuk
akhirat.. terlalu banyak pahala tidak kita raih. Ibnu Qudaamah berkata:
“Tidak
ada satu perkara yang mubah kecuali mengandung satu atau beberapa niat
yang dengan niat-niat tersebut berubahlah perkara mubah menjadi qurbah
(berpahala), sehingga dengannya diraihlah derajat-derajat yang tinggi.
Maka sungguh besar kerugian orang yang lalai akan hal ini, dimana ia
menyikapi perkara-perkara yang mubah (*seperti makan, minum, dan tidur)
sebagaimana sikap hewan-hewan ternak.
Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat, “Kenapa ia melakukannya?”, “Apakah yang ia niatkan?”. Contoh perkara mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum (minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti sunnah Nabi, untuk memuliakan masjid, untuk menghilangkan bau tidak enak yang mengganggu orang yang bergaul dengannya” (Mukhtasor minhaaj Al-Qoosidhiin hal 362-363)
Dan tidak selayaknya seorang hamba menyepelekan setiap waktu dan betikan-betikan niat, karena semuanya akan dipertanyakan pada hari kiamat, “Kenapa ia melakukannya?”, “Apakah yang ia niatkan?”. Contoh perkara mubah yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah parfum (minyak wangi), ia memakai minyak wangi dengan niat untuk mengikuti sunnah Nabi, untuk memuliakan masjid, untuk menghilangkan bau tidak enak yang mengganggu orang yang bergaul dengannya” (Mukhtasor minhaaj Al-Qoosidhiin hal 362-363)
Sebagai contoh menggandakan niat dalam perkara-perkara mubah:
Pertama : Tatkala makan dan minum
1. Untuk menguatkan tubuh agar bisa beribadah kepada Allah
2. Merenungkan nikmat Allah, sebagai pengamalan firman Allah “Apakah manusia tidak melihat kepada makanannya?” (QS ‘Abasa : 24)
3. Mensyukuri nikmat Allah
4. Berusaha menerapkan sunnah Nabi tatkala makan dan minum
Kedua : Tatkala memakai pakaian
1. Mengingat Allah (dengan membaca do’a berpakaian)
2. Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan
3. Bersyukur atas nikmat Allah
4. Menghidupkan sunnah nabi melalui cara berpakaian
Ketiga : Tatkala menggunakan internet
1. Menyeru kepada jalan Allah
2. Menghadiri majelis-majelis dzikir
3. Menyebarkan islam
4. Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada seorang mukmin yang lemah
5. Menuntut ilmu
_______
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 5-02-1433 H / 30 Desember 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com