Untuk mendorong kita agar lebih serius dalam mempelajari kesyirikan dan tidak memandangnya dengan pandangan yang remeh, maka dalam kesempatan ini penulis akan menjelaskan sedikit tentang bahaya syirik. Semoga dengan pembahasan ini dapat mengubah pandangan kita selama ini tentang bahaya kesyirikan yang mungkin belum kita ketahui.
Syirik Merupakan Salah Satu Pembatal Islam
Mengetahui
macam-macam pembatal Islam sangat penting bagi kehidupan seorang muslim agar
dapat menjauhkan diri dan menghindarinya. Seorang muslim yang tidak mengetahui
pembatal-pembatal Islam, dikhawatirkan akan terjerumus di dalamnya. Allah
Ta’ala berfirman,
وَمَنْ
يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
“Barangsiapa yang murtad di
antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217)
Pengertian Murtad dalam Islam
Orang murtad
adalah orang yang kafir setelah masuk Islam, baik karena keyakinan dari dalam
hatinya, atau karena muncul keragu-raguan dalam hatinya, atau karena perbuatan
tertentu seperti bersujud atau bernadzar kepada selain Allah Ta’ala. Bisa juga
karena perkataan dengan mengolok-olok Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ؛ لَا تَعْتَذِرُوا
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu kafir
sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9]: 65-66)
Demikianlah, riddah
(keluar dari agama Islam) dapat disebabkan karena perkataan, perbuatan, dan
keyakinan.
Saat Muncul Wacana Pelarangan Pengkafiran
Namun
sayangnya, ketika kebodohan terhadap ajaran Islam semakin tersebar dan ketika
ajaran Islam semakin terasing, maka muncullah orang-orang dengan label “ilmuwan
muslim” atau “cendekiawan muslim” yang mengatakan,
”Janganlah
mengkafirkan kaum muslimin. Cukuplah bagi mereka nama (label) Islam, cukuplah
bagi mereka dengan hanya mengatakan, “Saya seorang muslim.” Meskipun dia
melakukan perbuatan semau mereka, misalnya menyembelih hewan untuk selain Allah
atau mencela Allah dan Rasul-Nya. Selama mereka mengatakan,”Saya seorang
muslim”, maka jangan kafirkan mereka.”
Mereka Lebih Berbahaya daripada Orang Kafir
Konsekuensi
dari perkataan mereka itu, maka masuklah ke dalam Islam orang-orang pemuja
kubur (quburiyyun), orang-orang Syi’ah, orang-orang Ahmadiyyah, dan
setiap orang yang mengaku sebagai orang muslim. Mereka mengatakan,”Janganlah
mengkafirkan kaum muslimin, meskipun mereka melakukan berbagai amal semau
mereka, atau meskipun mereka memiliki aqidah sendiri-sendiri. Janganlah memecah
belah barisan kaum muslimin!”
Maka kita
katakan kepada mereka,”Maha Suci Allah! Kami tidak memecah belah barisan
kaum muslimin, akan tetapi mereka itu bukan muslim? Karena ketika mereka
terjerumus ke dalam pembatal Islam, mereka itu bukan muslim lagi.”
Bahkan mereka
itu lebih berbahaya daripada orang kafir asli, karena orang kafir asli tidak
pernah mengaku sebagai seorang muslim. Adapun orang muslim yang telah murtad
dari agamanya, mereka menipu masyarakat dan mengklaim bahwa kekafiran mereka
itu termasuk bagian dari Islam. Oleh karena itu kita katakan,”Kami
mengkafirkan orang yang keluar dari agama Islam. Adapun seorang muslim, maka
tidak boleh kita kafirkan.”
Penyebab Kemurtadan yang Paling Berbahaya
Di antara sebab
riddah yang paling besar adalah berbuat syirik kepada Allah Ta’ala. Yaitu
dengan beribadah kepada selain Allah Ta’ala, di samping juga beribadah kepada
Allah, seperti bernadzar kepada selain Allah, bersujud kepada selain Allah,
atau meminta pertolongan kepada selain Allah dalam hal-hal yang tidak ada yang
bisa memenuhinya kecuali Allah Ta’ala saja. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Tidaklah
ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maidah [5]: 72)
Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّ اللَّهَ
لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia
mengampuni segala dosa yang tingkatannya di bawah (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48)
Oleh karena
itu, kesyirikan adalah jenis riddah (kemurtadan) yang paling berbahaya.
Yaitu beribadah kepada selain Allah Ta’ala dengan berbagai jenis ibadah, dengan
berdoa, bernadzar, ber-istighotsah kepada penghuni kubur, atau
meminta bantuan kepada orang mati. Ini adalah jenis riddah yang paling
besar dan paling berbahaya, namun banyak dilakukan oleh orang-orang yang
mengaku sebagai muslim dan mengucapkan “laa ilaaha illallah”. Mereka
memang melaksanakan shalat dan puasa, akan tetapi mereka mencampur amal ibadah
mereka dengan syirik akbar. Sehingga mereka pun keluar dari Islam,
meskipun melaksanakan shalat dan puasa.
Penjelasan ini
sekaligus menjadi bantahan atas anggapan sebagian kaum muslimin yang menganggap
bahwa seseorang baru disebut murtad atau keluar dari agama Islam apabila
dia berpindah agama menjadi seorang Nasrani, Hindu, atau Budha. Kita katakan,
meskipun KTP mereka tetap Islam, apabila mereka melakukan pembatal Islam,
mereka bukan muslim lagi. Hal ini tentunya dengan terpenuhinya syarat-syarat
pengkafiran, dan tidak ada penghalang seperti belum sampai dakwah kepadanya
atau karena ada syubhat (kerancuan) dalam pemahamannya. Hal ini karena
perkara takfir (pengkafiran) adalah perkara yang besar dan berbahaya,
dan tidak boleh seseorang tergesa-gesa di dalamnya tanpa dilandasi ilmu dan
tanpa mengikuti petunjuk atau nasihat para ulama.
[Bersambung]
***
@Rumah Lendah, 8 Muharram 1441/ 8 September 2019
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
_____________
Catatan Kaki
[1] Penjelasan ini diringkas dari Syarh Nawaqidhul Islam, karya
Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan, hal. 5-15.
Share Ulang:
- · Cinunuk, 3 Nopember 2019 (5 Rabi’ul Awwal 1441)