Banyak
orang ketika anda tegur kesalahan yang ia lakukan berkilah dengan
mengatakan: "Sudahlah.., jangan merasa benar sendiri!" Sehingga
menjadi pertanyaan pada benak kita; apakah perkataan tersebut berasal
dari wahyu ataukah hanya sebatas kilah yang tak beralasan
pada dalil yang menunjukkan kepada kebingungan? Tentunya hal itu harus
kita cermati secara seksama dengan hati yang dingin apakah ada ayat
atau hadist atau pendapat para ulama yang mengatakan dengan perkataan
tersebut. Coba lihat Qs. An-nissa : 59 :
إذا كنت آراء مختلفة حول قضية ما ، ثم استعادة إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر… “
“Jika
kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara, maka kembalikanlah kepada
Allah dan rosul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian…”
(Qs. An-nissa : 59).
Ayat
ini dengan tegas mengatakan bahwa setiap perselisihan wajib
dikembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya, Allah tidak mengatakan; Jika
kamu berselisih janganlah kamu merasa benar sendiri, atau kembalikan
pada pendapat masing-masing. Akan tetapi Allah menyuruh untuk
mengembalikannya kepada Quran dan sunnah, ini menunjukkan bahwa yang
benar hanyalah yang berdasarkan al-quran dan sunnah.
Para
sahabat senantiasa menyalahkan orang-orang yang mereka pandang salah
dan tidak pernah di antara mereka yang mengatakan : jangan merasa benar
sendiri! Seperti dalam suatu kisah yang diriwayatkan oleh addarimi
dalam sunannya bahwa Ibnu Mas`ud mendatangi suatu kaum yang berdzikir
berjamaah dengan memakai kerikil dan berkata : celaka kamu hai umat
Muhammad betapa cepatnya kebinasaan kalian… apakah kamu merasa di atas
millah yang lebih baik dari millah Muhammad ataukah kamu hendak membuka
pintu kesesatan?! Kemudian mereka berkata : Sesungguhnya kami
menginginkan kebaikan”. Beliau berkata : berapa banyak orang yang
menginginkan kebaikan tapi ia tidak mendapatkannya (karena caranya
salah). Dalam kisah tersebut tidak dikatakan : jangan kamu merasa benar
sendiri.
Demikian
pula para tabiin, disebutkan dalam kisah yang diriwayatkanoleh
al-baihaqi dalam sunannya(2/466), Abdurrozaq(3/52), ad-darimi dan ibnu
Nashr bahwa sa`id bin Musayyid melihat seorang laki-laki sholat setelah
terbit fajar lebih dari dua rokaat, lalu sa`id melarangnya, kemudian
orang itu berkata : wahai Abu Muhammad, apakah Allahakan mengadzab saya
gara-gara sholat? Beliau menjawab : tidak, tapi Allah akan mengadzabmu
karena kamu menyalahi sunnah”. Tidak pula dikatakan padanya : jangan
merasa benar sendiri.
Demikian
pula tabi`ut tabiin dan para ulama setelahnya. Senantiasa mereka
membantah pendapat yang mereka pandang lemah atau salah tapi tidak ada
satupun dari mereka yang mengatakan : jangan merasa benar sendiri.
Disebutkan
dalam kisah bahwa imam Asy-Syafii mendebat imam Ahmad dalam masalah
hukum orang meninggalkan sholat, di mana Imam Ahmad berpendapat bahwa
orang yang meninggalkan sholat kafir murtad dari agama Islam, sedangkan
imam Asy-Syafii tidak mengkafirkannya, tapi imam Asy-syafii atau imam
Ahmad tidak pernah mengatakan : jangan merasa benar sendiri! Tapi yang
dikatakan imam Asy-Syafii adalah : tidaklah aku berdialog dengan
seorang pun kecuali aku berkata : Ya Allah, alirkanlah kebenaran pada
lisan dan hatinya, jika kebenaran itu bersamaku, ia mau mengikutiku dan
kebenaran itu ada padanya, aku akan mengikutinya.(lihat ilmu ushul
bida` hal. 179).
Mereka
juga menulis kitab-kitab bantahan terhadap bid`ah dan kesesatan, imam
Ahmad menulis kitab Arrodd `alal jahmiyyah (bantahan terhadap
jahmiyyah), Abu Dawud punya kitab Arrodd `alal qodariyyah (bantahan
terhadap qodariyyah), Ad-darimi menulis kitab Roddu ustman ad darimi
`ala Bisyir Al-Marisi adl Dlooll (bantahan ustman ad-darimi terhadap
Bisyir Al-Marisi yang sesat), dan banyak lagi kitab-kitab bantahan
lainnya. Tidak ada satupun di antara mereka yang berkata : jangan
merasa benar sendiri.
Cobalah
anda renungkan perkataan syaikhul islam Abu Ismail Abdullah bin
Muhammad Al-Harowi : pedang dihadapkan kepadaku sebanyak lima kali
bukan untuk menyuruhku agar keluar dari keyakinanku, akan tetapi
dikatakan kepadaku : diamlah dari orang yang menyelisihimu!! Aku tetap
menjawab : aku tidak akan pernah diam….(kitan siyar a`lam Nubala 18/509
karya Imam Adz-Dzahabi).
Merasa
benar adalah fitrah manusia, buktinya jika engkau bertanya kepada orang
yang mengatakan : jangan merasa benar sendiri” apakah anda merasa benar
dengan perkataan tersebut? Tentu ia berkata : ya. Dia sendiri merasa
benar sendiri dengan pendapat tersebut lalu ia melarang orang lain
merasa benar sendiri, jelas ini kontradiktif yang fatal.
Di dunia ini, tidak ada orang yang merasa paling sesat. Fir’aun saja berasa dirinya benar. Baca saja surat ghafir ayat 29.
Jadi
merasa benar dengan pendapat yang jelas dalilnya lebih-lebih bila
didukung oleh `ijma ulama adalah sebuah keharusan sedangkan merasa
benar dengan kesesatan adalah kesalahan. Adapun dalam perkara ijtihadi
yang tidak ada dalilnya yang gamblang maka kita ikuti yang paling kuat
dalilnya tanpa menyesatkan yang lainnya. Wallahu a`lam.
______
Badru Salam, حفظه الله تعالى.
from=http://bbg-alilmu.com/archives/15233