‘Aliy bin Ja’d rahimahullah berkata :
وَسَمِعْتُ
يَحْيَى بْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ، يَقُولُ: "
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ
يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لا يُتَابُ مِنْهَا "
Dan
aku telah mendengar Yahyaa bin Yamaan berkata : Aku mendengar Sufyaan
(Ats-Tsauriy) berkata : “Bid’ah lebih disenangi Ibliis
daripada maksiat. Maksiat dapat diharapkan bertaubat darinya, sedangkan
bid’ah susah untuk diharapkan bertaubat darinya” [Al-Musnadhal. 748 no. 1885].
Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim[1] dalam Hilyatul-Auliyaa’ 7/26, Al-Baihaqiy[2] dalam Syu’abul-Iimaanno. 9009, Al-Laalikaa’iy[3] dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 238, Ibnu Basyraan[4]dalam Al-Amaaliy no. 720, Ibnu ‘Asaakir[5] dalam Jam’ul-Juyuusy no. 35, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy[6] dalam Dzammul-Kalaam wa Ahlih 5/120-121 no. 914; semuanya dari jalan Yahyaa bin Yamaan, dari Sufyaan Atsa-Tsauriy rahimahullaah.
Kelemahan atsar di atas terletak pada Yahyaa bin Yamaan.
Yahyaa bin Yamaan Al-‘Ijliy, Abu Zakariyyaa Al-Kuufiy (يحيى بن يمان العجلي ، أبو زكريا الكوفي); seorang yang shaduuq, namun banyak melakukan kekeliruan dan berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 189 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1070 no. 7729].
Meskipun lemah, namun makna atsar ini benar, dan sesuai dengan sabda Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di bawah :
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْفَرْغَانِيُّ، قَالَ: نا هَارُونُ بْنُ
مُوسَى الْفَرْوِيُّ، قَالَ: نا أَبُو ضَمْرَةَ أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنْ
حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ حَجَبَ
التَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ "
Telah
menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah Al-Farghaaniy,
ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Haaruun bin Muusaa
Al-Farwiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Dlamrah
Anas bin ‘Iyaadl, dari Humaid Ath-Thawiil, dari Anas bin Maalik,
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah menghalangi taubat semua pelaku bid’ah” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 4202].
Sanad riwayat ini hasan.
Keterangan perawinya sebagai berikut :
1. ‘Aliy bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Barr, Abul-Hasan Al-Warraaq Al-Farghaaniy At-Turkiy (علي بن عبد الله بن عبد البر أبو الحسن الوراق الفرغاني التركي); seorang yang tsiqahsebagaimana dikatakan oleh Abu Ya’laa Al-Warraaq dan Adz-Dzahabiy. Wafat tahun 322 H [lihat : Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy, hal. 436-437 no. 686].
2. Haaruun bin Muusaa bin Abi ‘Alqamah Al-Farwiy, Abu Muusaa Al-Madaniy (هارون بن موسى بن أبي علقمة : عبد الله بن محمد بن عبد الله بن أبي فروة الفروي ، أبو موسى المدني); seorang yang dihukumi Ibnu Hajar dengan : laa ba’sa bih (bahkan lebih dekat ketsiqah).[7] Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 253 H. Dipakai oleh At-Tirmidziy dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1015 no. 7294].
3. Anas bin ‘Iyaadl bin Dlamrah Al-Laitsiy, Abu Dlamrah Al-Madaniy (أنس بن عياض بن ضمرة ، و يقال أنس بن عياض بن جعدبة ، و يقال أنس بن عياض بن عبد الرحمن الليثي ، أبو ضمرة المدني); seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-8,
lahir tahun 104 H, dan wafat tahun 200 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 569].
4. Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawiil Al-Bashriy, Abu ‘Ubaidah Al-Khuzaa’iy (حميد بن أبى حميد الطويل البصري ، أبو عبيدة الخزاعي و يقال السلمي و يقال الدارمي); seorang yang tsiqah, namun sering melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5,
lahir tahun 68 H, dan wafat tahun 142/143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 274 no. 1553].
5. Anas bin Maalik; salah seorang shahabat masyhuur [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 570].
Catatan : Meskipun Humaid seorang mudallis, namun ‘an’anah-nya dari Anas dihukumimuttashil karena
telah diketahui riwayatnya dari Anas melalui perantaraan Tsaabit
Al-Bunaaniy, sebagaimana dikatakan Hammaad bin Salamah, Ibnu
‘Adiy, Ibnu Hibbaan, dan Ibnu Khiraasy [lihat : Riwaayatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy oleh Dr. ‘Awwaad Al-Khalaf, hal. 288-289].
Diriwayatkan juga oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 1862-1863, Adz-Dzahabiy dalam Mu’jamusy-Syuyuukh 1/218, Ibnu ‘Asaakir dalam Jam’ul-Juyuusy no. 120, Ibnu Fiil dalam Juuz-nya no. 2, Abu Bakr Al-‘Anbariy dalam Majlisaan no. 27, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 9011, ‘Abdullah Al-Anshaariy dalam Dzammul-Kalaam no. 946, Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin no. 988, Ar-Raafi’iy dalam At-Tadwiin fii Akhbaar Qazwiin 4/190; semuanya dari jalan Haaruun bin Muusaa, yang selanjutnya seperti sanad hadits di atas.
Ada mutaabi’ dari Anas bin ‘Iyaadl, yaitu Muhammad bin ‘Abdirrahmaan, namun iamatruuk.
Penjelasan singkat :
Pelaku maksiat lebih mungkin untuk bertaubat kepada Allah ta’ala dari
perbuatannya, karena ia tahu bahwa yang diperbuatnya tersebut keliru
dan dosa. Berbeda halnya dengan pelaku bid’ah yang menganggap
baik perbuatannya dan berkeyakinan Allahta’ala mencintai perbuatannya. Padahal setan lah yang menghiasi perbuatan bid’ah tersebut hingga nampak indah di matanya. Allah ta’ala berfirman :
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Maka
apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang
buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang
tidak ditipu oleh setan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa
yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya” [QS. Faathir : 8].
Ia tidak menyadari bahwa perbuatan bid’ah yang dilakukannya justru menyebabkan semakin jauh dari agama Allah ta’ala.
نا
أَسَدٌ، نا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: " صَاحِبُ
الْبِدْعَةِ لا يَزْدَادُ اجْتِهَادًا، صِيَامًا وَصَلاةً، إِلا ازْدَادَ
مِنَ اللَّهِ بُعْدًا "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah mengkhabarkan kepada kami Mahdiy
bin Maimuun, dari Al-Hasan (Al-Bashriy) : “Tidaklah bertambah
kesungguhan pelaku bid’ah (ahlul-bid’ah) dalam perkara puasa dan shalat, kecuali akan bertambah jauh dari Allah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Wadldlah dalam Al-Bida’ no. 70; shahih].
نا
أَسَدٌ، نا رُدَيْحُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ يَحْيَى، بْن أَبِي عَمْرٍو
الشَّيْبَانِيِّ قَالَ: كَانَ يُقَالُ: " يَأْبَى اللَّهُ لِصَاحِبِ
بِدْعَةٍ تَوْبَةً، وَمَا انْتَقَلَ صَاحِبُ بِدْعَةٍ إِلا إِلَى شَرٍّ
مِنْهَا "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah mengkhabarkan kepada kami Rudaih
bin ‘Athiyyah, dari Yahyaa bin Abi ‘Amru Asy-Syaibaaniy, ia
berkata : “Dulu dikatakan bahwa Allah menolak taubat bagi pelaku
bid’ah. Tidaklah pelaku bid’ah berpindah (dari
bid’ahnya) kecuali menuju sesuatu yang lebih jelek dari
bid’ahnya yang semula” [Diriwayatkan oleh Ibnu Wadldlah
dalam Al-Bida’ no. 145; shahih].
Oleh
karena itu, pelaku bid’ah lebih sulit untuk diharapkan bertaubat
dari bid’ahnya, kecuali orang yang dirahmati Allah ta’ala. Inilah makna sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah ta’ala menghalangi
taubat para pelaku bid’ah. Dikarenakan bahayanya bid’ah
ini, salaf memperingatkan keras agar tidak duduk dan berkawan dengan
mereka.
حَدَّثَنِي
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ، حَدَّثَنَا
أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ بْنَ
أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ، وَكِيرِ
الْحَدَّادِ، لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ، إِمَّا تَشْتَرِيهِ
أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ
ثَوْبَكَ، أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً "
Telah
menceritakan kepadaku Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdul-Waahid : Telah menceritakan kepada kami Abu
Burdah bin ‘Abdillah, ia berkata : Aku mendengar Abu Burdah bin
Abi Muusaa, dari ayahnya radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Perumpamaan
teman duduk yang shaalih dengan teman duduk yang buruk adalah seperti
penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Pasti ada sesuatu yang
engkau dapatkan dari penjual minyak wangi, apakah engkau membeli minyak
wanginya atau sekedar mendapatkan bau wanginya. Adapun pandai besi,
bisa jadi ia membakar badanmu atau pakaianmu; atau minimal engkau
mendapatkan bau yang tidak enak darinya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2101].
أَخْبَرَنَا
الْفِرْيَابِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو تَقِيٍّ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ
الْمَلِكِ الْحِمْصِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ سُلَيْمَانَ بْنِ سُلَيْمٍ، عَنْ أَبِي حُصَيْنٍ، عَنْ
أَبِي صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " لا تُجَالِسْ أَهْلَ
الأَهْوَاءِ، فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ مَمْرَضَةٌ لِلْقُلُوبِ "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Al-Firyaabiy, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Abu Taqiy Hisyaam bin ‘Abdil-Malik Al-Himshiy, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb, dari Abu
Salamah Sulaimaan bin Sulaim, dari Abu Hushain, dari Abu Shaalih, dari
Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : “Janganlah kalian bermajelis
dengan para pengekor hawa nafsu (ahlul-ahwaa’), karena bermajelis dengan mereka itu menjadi sebab sakitnya hati" [Diriwayatkan oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 1/196 atsar no. 56; shahih].
Karena dengan berkawan, dapat menumbuhkan cinta kepada mereka, sedangkan mencintai mereka adalah terlarang.
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ النَّضْرِ الأَزْدِيُّ،
ثنا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ يَزِيدَ، قَالَ: سَمِعْتُ الْفُضَيْلَ،
يَقُولُ: " مَنْ أَحَبَّ صَاحِبَ بِدْعَةٍ أَحْبَطَ اللَّهُ عَمَلُهُ،
وَأَخْرَجَ نُورَ الإِسْلامِ مِنْ قَلْبِهِ "
Telah
menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin An-Nadlr Al-Azdiy : Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdush-Shamad bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar
Al-Fudlail (bin ‘Iyaadl) berkata : “Barangsiapa mencintai
pelaku bid’ah (ahlul-bid’ah), niscaya Allah akan
menghapuskan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari hatinya”
[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’, 8/102; shahih].
Semoga yang sedikit ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ciper – 12022012].
[1] Riwayat :
حَدَّثَنَا الْقَاضِي أَبُو أَحْمَدَ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْجَارُودِ، ثنا أَبُو سَعِيدٍ، ثنا ابْنُ يَمَانٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ، يَقُولُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، الْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[2] Riwayat :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ بِشْرَانَ، قَالَ: أنا أَبُو عَمْرِو ابْنُ السَّمَّاكِ، نا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو، سَمِعْتُ بَشَرًا، يَقُولُ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ "
[3] Riwayat :
أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبَغَوِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْيَمَانِ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ، يَقُولُ: " الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةُ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[4] Riwayat :
أَخْبَرَنَا
أَبُو الْحَسَنِ أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ مِنْجَابٍ، ثنا أَحْمَدُ
بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ الْمَرْوَزِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ رِزْقِ
اللَّهُ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، ثنا يَحْيَى بْنُ يَمَانٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ، يَقُولُ: "
الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ، لأَنَّ
الْمَعْصِيَةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَإِنَّ الْبِدْعَةَ لا يُتَابُ مِنْهَا "
[5] Riwayat :
وَبِهِ
إِلَى الأَنْصَارِيِّ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُودٍ،
ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الدَّغُولِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ
الْمُهَلَّبِ، ثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ، سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ: الْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ.زَادَ الأَشَجُّ: لأَنَّ الْمَعْصِيَةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةَ لا يُتَابُ مِنْهَا
[6] Riwayat :
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُودٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الدَّغُولِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْمُهَلِّبِ، يَقُولُ:
حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ. ح وَأَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، وَالْحَسَنُ بْنُ يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا ابْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ،
قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى ابْنَ يَمَانٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ. ح
وَأَخْبَرَنَاهُ الْقَاسِمُ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ
عُمَرَ الْمُؤَمَّلِيُّ بِبَغْدَادَ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ الدَّقَّاقُ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرٍو، سَمِعْتُ بِشْرَ بْنَ الْحَارِثِ، يَقُولُ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ الْيَمَانِ، يَقُولُ: قَالَ سُفْيَانُ: " الْبِدْعَةُ
أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسِ مِنَ الَمْعَصِيَّةِ، زَادَ الْأَشَجُّ: لَأَنَّ
الْمَعْصِيَّةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَالْبِدْعَةَ لَا يُتَابُ مِنْهَا "
[7] Abu Haatim berkata : “Syaikh”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ad-Daaruquthniy dan Maslamah bin Al-Qaasim berkata : “Tsiqah”.
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2012/02/kelemahan-atsar-bidah-lebih-dicintai.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2012/02/kelemahan-atsar-bidah-lebih-dicintai.html