Tanya : Dalam
beberapa hadits saya baca disunnahkannya memakai sandal ketika shalat
berjama’ah di masjid. Apakah sunnah ini masih relevan diterapkan
di jaman sekarang mengingat banyak masjid berlantai ubin dan karpet ?
Jawab : Benar apa yang Anda katakan, bahwa termasuk sunnah memakai sandal ketika shalat[1], baik sendiri maupun berjama’ah, di rumah maupun di masjid.
عَنْ
أَبِي مَسْلَمَةَ سَعِيدُ بْنُ يَزِيدَ الْأَزْدِيُّ، قَالَ: سَأَلْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي فِي نَعْلَيْهِ ؟ قَالَ: نَعَمْ "
Dari Abu Maslamah Sa’iid bin Yaziid Al-Azdiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Anas bin Maalik : “Apakah Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat
dengan memakai kedua sandalnya ?”. Ia menjawab : “Ya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 386 & 5850, Muslim no. 555, dan
yang lainnya].
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ
فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا
نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ، قَالَ: مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ؟
قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ
جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السلام أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا
قَذَرًا، أَوْ قَالَ: أَذًى، وَقَالَ: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى
الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ
أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا "
Dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata : Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi waasallamshalat
bersama para shahabatnya, tiba tiba beliau melepaskan kedua sandalnya
lalu meletakkan keduanya di sebelah kiri beliau. Saat para shahabat
melihat apa yang beliau lakukan tersebut, mereka pun ikut pula melepas
sandal-sandal mereka. Ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah selesai shalat, beliau bersabda : "Apa gerangan yang membuat kalian melepas sandal-sandal kalian?".
Mereka menjawab: “Kami melihat engkau melepas sandal, sehingga
kami pun melepaskan sandal-sandal kami”. Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Jibriil 'alaihis-salaam mendatangiku dan mengkhabarkan kepadaku bahwa di kedua sandalku terdapat kotoran". Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan : “Apabila
salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, hendaklah ia
perhatikan. Apabila ia di kedua sandalnya najis atau kotoran, hendaklah
ia bersihkan dan kemudian shalat dengan memakai kedua sandalnya tersebut”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 650, Ad-Daarimiy no. 1378, Ahmad no.
10769 & 11467, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud, 1/192].
عَنْ
شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " خَالِفُوا الْيَهُودَ
وَصَلُّوا فِي نِعَالِكُمْ، فَإِنَّهُمْ لا يُصَلُّونَ فِي نِعَالِهِمْ
وَلا فِي خِفَافِهِمْ "
Dari Syaddaad bin Aus radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Selisihilah
orang-orang Yahudi dan shalatlah dengan sandal-sandal kalian, karena
mereka tidak mau shalat dengan sandal-sandal mereka dan sepatu-sepatu
mereka[2]” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 652, Ibnu Hibbaan no. 2186, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 3480, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiihul-Jaami’ hal. 707 no. 3790].
Sunnah memakai sandal/sepatu ketika shalat ini senantiasa relevan di setiap masa yang diikat dengan dua keadaan :
1. Kedua sandal bebas dari najis/kotoran berdasarkan hadits Abu Sa’iid Al-Khudriyradliyallaahu ‘anhu di atas.
2. Tidak
mengotori lantai atau karpet masjid dengan debu, basah, sampah, dan
sejenisnya meski bukan termasuk najis - jika lantai masjid terbuat dari
ubin atau sejenisnya dan/atau dihampari karpet. Yang demikian ini
dilarang karena akan menimbulkan keresahan, kebencian, dan kerusakan
yang meluas.
Ibnu ‘Abiidiin rahimahullah berkata :
لكن
إذا خشي تلويث فرش المسجد بها ينبغي عدمه وإن كانت طاهرة . وأما المسجد
النبوي فقد كان مفروشا بالحصى في زمنه صلى الله عليه وسلم بخلافه في
زماننا ، ولعل ذلك محمل ما في عمدة المفتي من أن دخول المسجد متنعلا من
سوء الأدب
“Akan
tetapi apabila dikhawatirkan dengan (memakai) kedua sandal akan
mencemari/mengotori lantai masjid, hendaknya perbuatan itu mesti
ditiadakan meskipun suci. Adapun masjid Nabawiy (dulu) dihampari
kerikil di jaman Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam, berbeda keadaannya di jaman kita[3]. Dan kemungkinan hal itu menjadi dasar dalam kitab ‘Umdatul-Muftiy adanya penjelasan bahwa masuk masjid dengan memakai sandal termasuk buruknya adab (seseorang)” [Haasyiyyah Ibni ‘Aabidiin, 2/429].
Ibnu Baaz rahimahullah setelah menjelaskan disunnahkannya shalat memakai sandal berkata :
وإذا كان المسجد مفروشا فإن الأولى خلعها ؛ حذراً من توسيخ الفرش ، وتنفير المسلمين من السجود عليها
“Dan
apabila masjid lantainya terbuat dari ubin, maka lebih baik untuk
melepaskannya agar tidak mengotori lantai dan membuat kaum muslimin
enggan sujud di atasnya” [Majmuu’ Al-Fataawaa, ].
Oleh
karena itu, jika Anda ingin mengamalkan sunnah ini, Anda dapat
mengamalkannya di rumah Anda atau di tempat-tempat lain yang tidak
terdapat aturan publik untuk melepas alas kaki.
Wallaahu a’lam.
Semoga jawaban ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, 24051434/05042013 – 00:14
– jawaban banyak mengambil faedah dari buku At-Tasyabbuh Al-Manhiy ‘anhu fil-Fiqhil-Islaamiyoleh Jamiil bin Habiib Al-Luwaihiq, hal. 266-269].
[1] Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakai sandal/sepatu ketika shalat :
a. Sunnah, ini merupakan pendapat Hanaabilah [Al-Furuu’ oleh Ibnu Muflih, 1/267;Kasysyaaful-Qinaa’ oleh Al-Bahuutiy, 1/285]. Disebutkan pula bahwa ini merupakan pendapat sekelompok shahabat dan taabi’iin seperti ‘Umar bin Al-Khaththaab, ‘Utsmaan bin ‘Affaan, Anas bin Maalik, dan yang lainnya.
b. Lebih baik dan lebih utama (afdlal), ini merupakan pendapat Hanafiyyah [Haasyiyyah Ibni ‘Aabidiin, 2/429].
c. Boleh (mubah), ini merupakan pendapat Ibnu Daqiiqil-‘Ied [Al-Ihkaam, 2/96].
d. Dibenci (makruuh), ini merupakan pendapat yang dinisbatkan kepada sebagian shahabat seperti Ibnu ‘Umar dan Abu Muusaa Al-Asy’ariy [Nailul-Authaar oleh Asy-Syaukaaniy, 2/131].
Yang raajih – wallaahu a’lam – adalah pendapat yang menyatakan sunnah.
Asy-Syaikh Ibnul-‘Utsaimiin rahimahullah berkata :
وقد
اختلف العلماء رحمهم الله تعالى سلفاً وخلفاً هل الصلاة فيهما من باب
المشروعات فيكون مستحباً، أو من باب الرخص فيكون مباحاً، والظاهر أن ذلك
من باب المشروعات فيكون مستحباً، ودليل ذلك من الأثر والنظر: أما الأثر:
فقوله صلى الله عليه وسلم: "خالفوا اليهود فإنهم لا يصلون في نعالهم ولا
خفافهم" ، قال الشوكاني في شرح المنتقي: ولا مطعن في إسناده، ومخالفة
اليهود أمر مطلوب شرعاً........ ولكن الصلاة بالنعلين غير واجبة، لحديث
عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال: "رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يصلي
حافياً ومنتعلاً". ولحديث أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال: "إذا صلى أحدكم فخلع نعليه فلا يؤذ بهما أحداً، ليجعلهما بين
رجليه، أو ليصل فيهما"......
“Para ulama salaf dan khalaf rahimahumullah telah berselisih pendapat (tentang hukum shalat dengan memakai sandal), apakah shalat dengan memakai keduanya masuk dalam bab masyruu’iyyaat sehingga dihukumi mustahab (sunnah), atau masuk dalam bab rukhshahsehingga dihukumi boleh (mubah). Yang nampak, hal tersebut termasuk bab masyruu’iyyaatsehingga dihukumi mustahab. Dalil yang melandasinya diambil dari nash dan akal. Adapun dalil nash adalah sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Selisihilah orang-orang Yahudi, karena mereka tidak shalat dengan memakai sandal-sandal mereka dan sepatu-sepatu mereka’. Asy-Syaukaaniy berkata dalam Syarh Al-Muntaqaa :
‘Tidak ada yang dicela dalam sanadnya’. Penyelisihan
terhadap orang-orang Yahudi merupakan perkara yang dituntut secara syar’iy……
Akan tetapi shalat dengan memakai kedua sandal tidaklah wajib
berdasarkan hadits ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari
kakeknya, ia berkata : ‘Aku pernah melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan bertelanjang kaki maupun memakai sandal’. Dan juga berdasarkan hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : ‘Apabila
salah seorang di antara kalian shalat, lalu ia melepaskan kedua
sandalnya, maka janganlah mengganggu seorang pun dengan keduanya.
Hendaklah ia meletakkan kedua sandalnya itu di antara dua kakinya atau
ia memakai keduanya….” [Majmuu’ Al-Fataawaa war-Rasaail, juz 12, bab :Ijtinaab Al-Najaasah – lihat : http://ar.islamway.net/fatwa/16487].
[2] Hal itu disebabkan karena mereka meniru Muusaa saat Allah ta’ala berfirman kepadanya :
إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى
“Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu)”[QS. Thaha : 12].
Lihat : Faidlul-Qadiir 4/201 – melalui At-Tasyabbuh Al-Manhiy ‘anhu fil-Fiqhil-Islaamiy hal. 267.
[3]
Lantai masjid di jaman sekarang pada umumnya terbuat dari ubin,
keramik, dan semisalnya, serta dihampari karpet.
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/04/memakai-sandal-di-masjid.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/04/memakai-sandal-di-masjid.html