Sifat
seorang mukmin adalah selalu merasa takut akan siksa Allah. Sedangkan
sifat ahli maksiat adalah selalu merasa aman dari murka Allah sehingga
begitu entengnya ia bermaksiat. Bahkan ia pun enggan bertaubat karena
merasa Allah itu Maha Pengampun. Padahal ini sifat yang keliru.
Seharusnya yang dikedepankan dalam hal maksiat adalah sifat takut,
bukan sifat harap.
Gemar Maksiat
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?
Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99).
Yang
dimaksud dengan makar Allah di sini adalah bencana atau azab. Yaitu
apakah mereka merasa aman dari azab Allah di saat mereka lalai? Tiada
yang merasa aman kecuali orang-orang yang merugi.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
المؤمن يعمل بالطاعات وهو مُشْفِق وَجِل خائف، والفاجر يعمل بالمعاصي وهو آمن
“Seorang
mukmin beramal taat dan ia dalam keadaan takut (akan siksa Allah).
Sedangkan ahli maksiat melakukan maksiat dan selalu merasa aman (dari
murka Allah).” Dinukil dari tafsir Ibnu Katsir pada tafsir surat Al
A’raf ayat 99.
Merasa Aman dari Murka Allah Termasuk Dosa Besar
Merasa
aman sehingga begitu senangnya ketika bermaksiat adalah termasuk dosa
besar. Dalam hadits yang disebutkan oleh ‘Abdur Razaq dalam
Mushonnafnya,
عن بن مسعود قال أكبر الكبائر الإشراك بالله والأمن من مكر الله والقنوط من رحمة الله واليأس من روح الله
“Dari
Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa di antara dosa besar yang terbesar adalah
berbuat syirik pada Allah, merasa aman dari murka Allah dan merasa
putus asa dan putus harapan dari ampunan Allah.” (HR. Abdurrozaq, 10: 460, dikeluarkan pula oleh Ath Thobroni. Lihat Kitab Tauhid dengan tahqiq Syaikh
Abdul Qodir Al Arnauth, hal. 128). Dalam hadits ini ditunjukkan dua
sifat yang termasuk dosa besar yaitu merasa aman dari siksa Allah dan
putus asa dari rahmat Allah. Dan inilah akibat buruk bagi yang punya
sifat demikian.
Sikap Pertengahan
Sikap yang lebih baik adalah sikap pertengahan, yaitu tidak begitu mendominankan rasa harap (roja’), begitu pula tidak mengunggulkan rasa takut (khouf).
Seharusnya pertengahan di antara keduanya. Jadi jika ia memiliki rasa
takut, janganlah membuatnya sampai berputus asa. Jika ia memiliki rasa
harap, janganlah sampai ia menganggap remeh murka Allah. (Lihat
Mulakkhos fii Syarh Kitab Tauhid, Syaikh Sholih Al Fauzan, hal. 276)
Jangan Merasa Aman dengan Iman yang Dimiliki
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan
bahwa ayat di atas (yang kita kaji saat ini) menunjukkan bahwa seorang
hamba hendaknya tidak merasa aman dengan iman yang ia miliki. Bahkan
seharusnya ia selalu merasa takut akan kecacatan imannya nanti.
Sehingga itu membuatnya selalu berdo’a pada Allah,
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu
Yaitu supaya ia dikokohkan dan tidak terjerumus dalam kerusakan. Karena
siapa pun hamba bagaimana pun keadaanya, maka ia tidak bisa yakin bisa
selamat. Demikian disebutkan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman ketika menjelaskan ayat yang sedang kita kaji.
Semoga Allah memberikan kita taufik untuk memiliki rasa takut akan siksa-Nya sehingga terjauhkan dari maksiat. Wallahul muwaffiq.
—
Diselesaikan menjelang Maghrib, 3 Rabi’ul Awwal 1434 H di Mabna 27, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh KSA
Oleh hamba dho’if yang senantiasa mengharapkan rahmat dan ampunan Allah
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Sumber : https://rumaysho.com/3102-merasa-aman-dari-murka-allah.html