Artikel
ini tidak akan membahas hukum pernikahan antara jin dengan manusia,
karena hal itu telah dibahas dalam artikel sebelumnya (lihat : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/04/menikah-dengan-jin.html). Yang akan disinggung di sini adalah keberadaan/realitas dari permasalahan itu sendiri :Apakah dimungkinkan pernikahan antara jin dengan manusia ?.
Jawabnya : Mungkin, dan itu telah terjadi. Di sini saya tidak akan
mengutip dari buku-buku atau majalah-majalah ‘alam ghaib’
kontemporer. Tanpa berpanjang lebar kata, berikut perkataan para ulama
kita :
Penulis kitab Tafsiir Hadaaiqur-Ruuh war-Raihaan (15/302) berkata :
ومن هنا أخذ بعض العلماء أن يمتنع أن يتزوج المرء امرأة من الجن، إذ لا مجانسة بينهما فلا مناكحة، وأكثرهم على إمكانه
“Dari
sini, sebagian ulama menolak pernikahan seorang laki-laki dengan wanita
dari kalangan jin, karena tidak sejenis sehingga tidak (mungkin)
terjadi pernikahan keduanya. Namun kebanyakan ulama berpendapat
mungkinnya pernikahan tersebut” [selesai].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وقد يتناكح الإنس والجن ويولد بينهما ولد، وهذا كثير معروف، وقد ذكر العلماء ذلك وتكلموا عليه
“Sungguh
telah terjadi pernikahan antara manusia dengan jin yang kemudian
menghasilkan anak dari keduanya. Hal ini telah banyak terjadi lagi ma’ruuf. Para ulama telah menyebutkannya dan memperbincangkan fenomena itu” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 19/39].
Asy-Syibliy rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Ahkaamul-Marjaan fii Ahkaamil-Jaann (hal. 67) berkata : Dan telah berkata Ahmad bin Sulaimaan An-Najjaad[1] dalam kitab Amaaliy-nya :
حدثنا
علي بن الحسن بن سليمان أبو الشعثاء الحضرمي أحد شيوخ مسلم حدثنا أبو
معاوية قال سمعت الأعمش يقول: تزوج إلينا جني، فقلت له: ما أحب الطعام
إليكم؟ قال: الأرز... القصة.
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hasan bin Sulaimaan Abusy-Sya’tsaa’ Al-Hadlramiy[2] – salah seorang guru dari (Al-Imam) Muslim – : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah[3],
ia berkata : Aku mendengar Al-A’masy berkata : Seorang jin telah
menikah dengan kami (manusia). Lalu aku katakan padanya (jin) :
“Makanan apa yang paling kalian sukai ?”. Ia berkata :
“Beras/nasi......dst.” [hasan].[4]
Asy-Syibliy rahimahullah berkata :
قال شيخنا الحافظ أبو الحجاج المزي تغمده الله برحمته: هذا إسناد صحيح إلى الأعمش
“Telah berkata syaikh kami Al-Haafidh Abul-Hajjaaj Al-Miziiy -
semoga Allah memperbaiki keadaannya dengan rahmat-Nya – :
‘Sanad riwayat ini shahih sampai pada Al-A’masy”.
Adz-Dzahabiy rahimahullah :
ونقل
رفيقنا أبو الفتح اليعمري وكان متثبثاً قال سمعت الإمام تقي الدين ابن
دقيق العيد يقول: سمعت شيخنا أبا محمد بن عبد السلام السلمي يقول: وجرى
ذكر أبي عبد الله بن العربي الطائي فقال: هو شيعي سوء كذاب، فقلت له:
وكذاب أيضا؟ قال: نعم تذاكرنا بدمشق التزويج بالجن فقال: هذا محال لأن
الإنس جسم كثيف والجن روح لطيف، ولن يعلق الجسم الكثيف الروح اللطيف، ثم
بعد قليل رأيته وبه شجة فقال: تزوجت جنية فرزقت منها ثلاثة أولاد فاتفق
يوما أن أغضبتها فضربتني بعظم حصلت منه هذه الشجة وانصرفت فلم أرها بعد
هذا، أو معناه.
”Teman
kami Abul-Fath Al-Ya’muriy – ia seorang yang kuat
hapalannya – menukil, ia berkata : Aku mendengar Al-Imam
Taqiyyuddin bin Daqiiqil-’Ied berkata : Aku mendengar syaikh kami
Abu Muhammad bin ’Abdis-Salaam As-Sulamiy berkata bahwa ia pernah
terlibat pembicaraan tentang diri Abu ’Abdillah bin
Al-’Arabiy Ath-Thaa’iy, lalu berkata : ’Ia seorang Syi’iy (penganut
Syi’ah) yang jelek lagi pendusta’. Aku (Ibnu
Daqiiqil-’Ied) berkata kepadanya : ’Pendusta jugakah ia
?’. Ia menjawab : ’Benar. Kami pernah berdiskusi di
Damaskus sekitar permasalahan pernikahan dengan jin. Lalu ia berkata :
’Ini sesuatu yang mustahil, karena manusia adalah jasmani yang
padat, sedangkan jin adalah ruh yang halus. Jasmani yang padat dengan
ruh yang halus tidak dapat berhubungan’. Setelah itu, tiba-tiba
aku melihatnya terluka. Ia berkata : ’Aku pernah menikah dengan
jin perempuan hingga dikaruniai tiga orang anak. Hingga satu hari aku
membuatnya marah, sehingga ia memukulku dengan tulang sampai membekas
luka ini. Lalu jin perempuan itu kabur dan aku tidak pernah melihatnya
lagi setelah itu’. Atau ucapan yang semakna dengan ini” [Miizaanul-I’tidaal, 3/659].
Dusta
dari Ath-Thaa’iy adalah karena ia sebelumnya mengatakan tidak
mungkinnya pernikahan antara jin dengan manusia, namun ternyata ia
sendiri mengakui telah melakukannya.
As-Suyuthiy dalam kitab Laqthul-Marjaan (hal. 64-65) berkata :
وحدثنا
قاضي القضاة جلال الدين أحمد بن قاضي القضاة حسام الدين الرازي الحنفي
قال: سفرني والدي لإحضار أهله من المشرق فلما جزت البيرة إلى أن نمنا في
مغارة وكنت في جماعة، فبينا أنا نائم إذا بشيء يوقظني فانتبهت فإذا بامرأة
وسط من النساء لها عين واحدة مشقوقة بالطول فارتعبت فقالت: ما عليك فإنما
أتيتك لتتزوج ابنة كالقمر فقلت لخوفي منها: على خيرة الله ثم نظرت فإذا
برجال قد أقبلوا فإذا هم كهيئة المرأة عيونهم مشقوقة بالطول في هيئة قاض
وشهود فتخطى القاضي وعقد فقبلت ثم نهضوا وعادت المرأة ومعها جارية حسناء
إلا أن عينها مثل عين أمها، وتركتها عندي وانصرفت، فزاد خوفي واستيحاشي
وبقيت أرمي من كان عندي بالحجارة حتى يستيقظوا فما انتبه منهم أحد، فأقبلت
على الدعاء والتضرع، ثم آن الرحيل فرحلنا وتلك الشابة لا تفارقني، فذهب
على هذا ثلاثة أيام فلما كان اليوم الرابع أتتني المرأة التي جاءتني أولا
وقالت: كأن هذه الشابة ما أعجبتك وكأنك تحب فراقها. فقلت: أي والله قالت:
فطلقها فانصرفت ثم لم أرها بعد.
”Telah
menceritakan kepada kami Qaadliy Al-Qudlaat Jalaaluddiin Ahmad bin
Qaadliy Al-Qudlaat Hisaamuddiin Ar-Raaziy Al-Hanafiy, ia berkata :
Ayahku memerintahkakku untuk melakukan safar untuk menjemput
keluarganya dari daerah timur. Ketika aku sampai di padang tandus, kami
bermalam di sebuah gua. Waktu itu kami berombongan. Maka, saat aku
tertidur, ada sesuatu yang membuat aku bangun. Ternyata, ada seorang
wanita setengah baya yang mempunyai satu mata melintang vertikal. Ia
berkata : ”Ada apa denganmu ? Aku mendatangimu agar engkau mau
menikahi anak perempuanku yang (wajahnya) seperti bulan (cantik).
Karena takut, aku berkata : ”Aku hanya mau sesuai dengan pilihan
Allah”. Kemudian aku lihat beberapa orang laki-laki datang.
Wajah mereka sama seperti wanita tadi yang hanya punya satu mata
melintang vertikal. Penampilan mereka seperti hakim dan saksi-saksi.
Lalu si hakim melangkah dan mengadakan aqad. Aku menerimanya. Setelah
selesai, mereka kemudian bangkit pergi. Wanita itu kembali bersama anak
perempuannya yang cantik. Namun, matanya seperti mata ibunya. Ia
meninggalkan anak perempuannya itu di sisiku, lalu pergi. Rasa takutku
bertambah. Aku melempar orang-orang di sekitarku dengan kerikil agar
bangun, namun ternyata tidak seorang pun yang bangun. Lalu aku berdoa
dan merendahkan diri di hadapan Allah. Tibalah waktu melanjutkan
perjalanan, sementara perempuan itu selalu bersamaku. Hal itu
berlangsung selama tiga hari. Ketika menginjak hari keempat, si wanita
setengah baya yang menemuiku sebelumnya kembali datang. Ia berkata :
”Sepertinya anak perempuan ini tidak lagi menyukaimu. Dan
sepertinya engkau juga ingin menceraikannya”. Aku berkata
”Ya benar, demi Allah”. Ia berkata ”Ceraikanlah
ia”. Setelah aku ceraikan, maka mereka pergi dan kemudian aku
tidak pernah melihatnya kembali setelah itu” [selesai].
……………………………………
[selesai – abul-jauzaa’ – diambil sebagian dari buku Al-Burhaan ’alaa Tahriimit-Tanaakuhi bainal-Insi wal-Jaan oleh Fadliilatusy-Syaikh Muhammad
bin ’Abdillah Al-Imam – bisa di-download dari mauqi’
beliau – dimana penghukuman riwayat Al-A’masy di atas,
beliau mendla’ifkannya].
[1] An-Najjaad,
ia adalah Ahmad bin Salmaan bin Al-Hasan bin Israaiil bin Yuunus Abu
Bakr Al-Faqiih Al-Hanbaliy An-Najjaad. Ad-Daaruquthniy berkata :
“Ahmad bin Salmaan telah meriwayatkan dari kitab orang lain yang
tidak terdapat dalam ushul (kitab)-nya
itu”. Al-Khathiib kemudian mengomentari perkataan Ad-Daaruquthniy
tersebut : “An-Najjaad mengalami kebutaan di akhir umurnya.
Kemungkinan sebagian pencari hadits (muridnya) membacakan kepadanya apa
yang disebutkan oleh Ad-Daaruquthniy. Wallaahu a’lam”. Sebelumnya Al-Khathiib berkata tentangnya : “Ia seorang yang shaduuq ‘aarif,…. mempunyai banyak hadits/riwayat”. Ahmad bin ‘Abdaan berkata : “Tidak masuk dalam Ash-Shahiih”. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq”. Di lain tempat ia berkata : “Penghulu dalam ilmu fiqh dan riwayat/hadits”. Di lain tempat ia berkata : “Al-imaam, al-muhaddits, al-haafidh, al-faqiih, al-muftiy” [lihat : Taariikh Baghdaad 5/309-313 no. 2149, Thabaqatul-Hanaabilah 3/15-23 no. 581, Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 15/502-505 no. 285, Miizaanul-I’tidaal1/101 no. 396, dan Lisaanul-Miizaan 1/474-475 no. 535].
[2] ‘Aliy bin Al-Hasan bin Sulaimaan Al-Hadlramiy Abul-Hasan/Abul-Husain Al-Waasithiy/Al-Kuufiy Al-Adamiy; seorang yang tsiqah, dipakai oleh Muslim dalam Shahih-nya. Abu Daawud berkata : “Tsiqah”. Ibnu Hibbaan memasukkanya dalam Ats-Tsiqaat. Al-Haakim berkata : “Tsiqah ma’muun”. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [lihat : Tahdziibul-Kamaal 20/369-371 no. 4041 dan Tahdziibut-Tahdziib 7/297-298 no. 510].
[3] Muhammad bin Khaazim At-Tamiimiy As-Sa’diy Abu Mu’aawiyyah Adl-Dlariir Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma’iin berkata : “Abu
Mu’aawiyyah sangat kami senangi/sukai, yaitu dalam riwayat
Al-A’masy”. Di lain riwayat Ahmad berkata : “Abu
Mu’aawiyyah Adl-Dlariir selain riwayatnya dari Al-A’masy,
maka mudltharib,
ia tidak menghapalnya dengan hapalan yang baik”. Di lain riwayat
Ibnu Ma’iin berkata : “Abu Mu’aawiyyah lebih tsabt daripada
Jariir dalam hadits Al-A’masy”. Di lain riwayat Ibnu
Ma’iin berkata : “Setelah Sufyaan dan Syu’bah, maka
Abu Mu’aawiyyah Adl-Dlariir (adalah orang yang paling tsabt dalam
hadits Al-A’masy)”. Al-Wakii’iy berkata : “Kami
tidak menjumpai seorang pun yang lebih mengetahui tentang hadits-hadits
Al-A’masy selain Abu Mu’aawiyyah”. Al-‘Ijliy
berkata : “Orang Kuffah, tsiqah”. Ya’quub bin Syu’bah berkata : “Ia termasuk di antara orang-orang tsiqah, kadangkala melakukan tadlis”. Ibnul-Khiraasy berkata : “Shaduuq. Kedudukannya dalam hadits Al-A’masy, tsiqah. Namun jika selainnya, maka terdapat idlthiraab”. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia seorang yang haafidh lagi mutqin. Akan tetapi ia seorang murji’ yang jelek/keji (khabiits)” [lihat : Tahdziibul-Kamaal 25/123-133 no. 5173].
[4] Kekhawatiran riwayat ini berasal dari sisipan muridnya saat ia mengalami kebutaan, maka ini perlu dibuktikan.
‘Aliy bin Al-Hasan Abusy-Sya’tsaa mempunyai mutaba’ah dari Daawud Ash-Shafadiy. Asy-Syibliy dalam Ahkaamul-Marjaan (hal.
68) menyebutkan : Telah berkata Abu Bakr Al-Kharaaithiy : Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Manshuur Ar-Ramaadiy :
Telah menceritakan kepada kami Daawud Ash-Shafadiy : Telah menceritakan
kepada kami Abu Mu’aawiyyah Adl-Dlariir, dari Al-A’masy, ia
berkata : Aku pernah menyaksikan pernikahan seorang jin di daerah
Kauniy….dst”.
Sanad
riwayat lemah. Daawud Ash-Shafadiy tidak diketemukan biografinya.
Al-Kharaaithiy, ia adalah Muhammad bin Ja’far bin Muhammad bin
Sahl bin Syaakir Abu Bakr Al-Kharaaithiy. Al-Khaathib berkata : “Hasanul-akhbaar, mempunyai tulisan-tulisan yang bagus/indah”. Ibnu Maakuulaa berkata : “Ia termasuk di antara pribadi-pribadi yang tsiqah”. Adz-Dzahabiy berkata : “Al-imaam, al-haafidh, ash-shaduuq, al-mushannif” [lihat : Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 15/267-268 no. 115]. Abu Bakr Ahmad bin Manshuur Ar-Ramadiy; Adz-Dzahabiy berkata tentangnya : “Tsiqah masyhuur,…. Ditsiqahkan oleh Ad-Daaruquthniy dan yang lainnya” [Miizaanul-I’tidaal, 1/158 no. 632].
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2010/07/mungkinkah-jin-kawin-dengan-manusia.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2010/07/mungkinkah-jin-kawin-dengan-manusia.html