Inilah beberapa adab yang berkaitan
dengan orang yang menjadi tuan rumah atau orang yang menjadi tamu:
1. Mengundang
orang-orang bertakwa dan tak pelu mengundang orang-orang yang fasik. Diantara
orang salaf ada yang berkata, “Janganlah engkau makan kecuali makanannya orang
yang bertakwa dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa”.
2. Mengundang
orang-orang miskin dan tidak hanya membatasi undangan pada orang-orang yang
kaya saja.
3. Tidak
boleh meremehkan dan lalai mengundang sanak kerabat dalam
perjamuannya, karena jika hal ini diremehkan, bisa mengakibatkan keretakan dan
terputusnya hubungan persaudaraan. Undangan berikutnya ditujukan kepada teman-teman
dan kenalan. Undangan itu tidak boleh dimaksudkan untuk pamer dan
membanggakan diri, tapi harus dimaksudkan untuk mengikuti Sunnah dan menjalin
hubungan yang harmonis dengan mereka serta menciptakan suasana gembira di hati
orang-orang mukmin. Jangan mengundang orang yang
sebenarnya sulit dan berat untuk datang karena sebab-sebab tertentu, atau
kedatangannya akan membuat hadirin yang lain merasa tidak enak hati.
4. Adapun
adab memenuhi undangan, jika undangan walimatul-urs, maka dia wajib datang,
jika yang mengundangnya orang Muslim. Jika undangan itu selain walimatul-urs,
dia boleh datang dan boleh tidak jika memang ada sebab yang menghalanginya. Dia
tidak boleh memenuhi undangan orang kaya saja, sedangkan undangan dari orang
miskin ditolaknya. Undangan tidak perlu ditolak hanya karena dia sedang puasa.
Jika dia sedang puasa sunat, lalu tahu bahwa saudaranya yang mengundang atau
merasa gembira jika dia makan, maka dia boleh makan dan membatalkan puasanya.
5. Jika
makanan yang dihidangkan diketahui haram, undangan boleh ditolak, begitu pula
jika bejananya termasuk yang diharamkan, ada gambar-gambarnya, atau yang
mengundangnya orang yang zhalim, fasik, pelaku bid’ah dan ingin membanggakan
diri dengan undangan itu.
6. Jangan
berniat untuk mendapatkan makanan ketika memenuhi suatu undangan, tetapi harus
diniatkan mengikuti sunnah, karena hendak menghormati saudaranya sesama Mukmin
yang mengundang, atau menjaga munculnya dugaan yang tidak-tidak terhadap
dirinya, seperti munculnya komentar yang miring, “Dia memang orang yang sombong”,
jika tidak memenuhi undangan itu.
7. Bersikap
tawadhu’ dalam majlis tuan rumah, tidak mengambil tempat di depan, jika tuan
rumah menunjuk suatu tempat tertentu dia tidak boleh melampauianya, tidak
selalu memndangi tempat keluarnya makanan, karena sikap ini menunjukkan sikap
kerakusannnya.
Adab
Menghidangkan Makanan
Ada lima adab yang harus diperhatikan
ketika menghidangkan makanan, yaitu:
1. Segera
menghidangkannya, karena iini termasuk cara menghormati tamu.
2. Lebih
dahulu menghidangkan buah-buahan sebelum yang lain. Hal ini lebih baik ditinjau
dari ilmu kedokteran. Allah berfirman: “Dan buah-buahan dari apa yang mereka
pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan” (Al Qaqi’ah : 20-21).
Setelah buah-buahan adalah
hidangan daging, terutama daging yang dipanggang, lalu disusul jenis makanan
roti dicampur kuah, kemudian makanan yang manis-manis diakhiri dengan minuman
yang dingin. Yang lebih bagus lagi ialah membasuh tangan setelah makan dengan
air hangat.
3. Menghidangkan
seluruh makanan yang ada.
4. Tidak
buru-buru mengambil piring para undangan sebelum mereka benar-benar
menyelesaikan makanannya.
5. Menghidangkan
makanan sampai cukup, Sebab jika makanannya kurang, bisa mengurangi nama
baiknya. Sebelum makanan dihidangkan kepada para tamu, harus ada yang
disisihkan untuk anggota keluarga tuan rumah. Jika para tamu hendak pulang,
tuan rumah harus mengiringi kepulangan mereka hingga pintu. Ini termasuk Sunnah
dan penghormatan terhadap tamu. Lebih bagus lagi jika diiringi dengan wajah
berseri, perkataan yang manis saat menyambut kedatangan mereka, saat bersantap
di meja makan dan saat melepas kepulangan mereka.
Untuk para tamu, harus
menunjukkan kegembiraan, sekalipun ada haknya yang tidak dipenuhi secara
sempurna, karena yang demikian ini menunjukkan akhlak yang baik dan tawadhu’,
serta tidak pamitan kecuali atas ridha tuan rumah.
_____________
Diambil dari: Terjemah : Minhajul
Qashidin (Jalan Orang-orang yang mendapat Petunjuk), Hal.88-89
Karya Al Imam Asy Syaikh
Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al Maqdisy (Ibnu Qudamah)
Penerjemah: Kathur Suhardi ~ Penerbit:
Pustaka Al Kautsar ~ Cetakan 1, Oktober 1997.
___________
Abu Sayuf