Islam Pedoman Hidup: Adab Kunjung-mengunjungi & Menghidangkan Makanan

Sabtu, 14 Mei 2016

Adab Kunjung-mengunjungi & Menghidangkan Makanan


Inilah beberapa adab yang berkaitan dengan orang yang menjadi tuan rumah atau orang yang menjadi tamu:
1.     Mengundang orang-orang bertakwa dan tak pelu mengundang orang-orang yang fasik. Diantara orang salaf ada yang berkata, “Janganlah engkau makan kecuali makanannya orang yang bertakwa dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa”.
2.     Mengundang orang-orang miskin dan tidak hanya membatasi undangan pada orang-orang yang kaya saja.
3.     Tidak boleh meremehkan dan lalai mengundang sanak kerabat dalam perjamuannya, karena jika hal ini diremehkan, bisa mengakibatkan keretakan dan terputusnya hubungan persaudaraan. Undangan berikutnya ditujukan kepada teman-teman dan kenalan. Undangan itu tidak boleh dimaksudkan untuk pamer dan membanggakan diri, tapi harus dimaksudkan untuk mengikuti Sunnah dan menjalin hubungan yang harmonis dengan mereka serta menciptakan suasana gembira di hati orang-orang mukmin. Jangan mengundang orang yang sebenarnya sulit dan berat untuk datang karena sebab-sebab tertentu, atau kedatangannya akan membuat hadirin yang lain merasa tidak enak hati.
4.     Adapun adab memenuhi undangan, jika undangan walimatul-urs, maka dia wajib datang, jika yang mengundangnya orang Muslim. Jika undangan itu selain walimatul-urs, dia boleh datang dan boleh tidak jika memang ada sebab yang menghalanginya. Dia tidak boleh memenuhi undangan orang kaya saja, sedangkan undangan dari orang miskin ditolaknya. Undangan tidak perlu ditolak hanya karena dia sedang puasa. Jika dia sedang puasa sunat, lalu tahu bahwa saudaranya yang mengundang atau merasa gembira jika dia makan, maka dia boleh makan dan membatalkan puasanya.
5.     Jika makanan yang dihidangkan diketahui haram, undangan boleh ditolak, begitu pula jika bejananya termasuk yang diharamkan, ada gambar-gambarnya, atau yang mengundangnya orang yang zhalim, fasik, pelaku bid’ah dan ingin membanggakan diri dengan undangan itu.
6.     Jangan berniat untuk mendapatkan makanan ketika memenuhi suatu undangan, tetapi harus diniatkan mengikuti sunnah, karena hendak menghormati saudaranya sesama Mukmin yang mengundang, atau menjaga munculnya dugaan yang tidak-tidak terhadap dirinya, seperti munculnya komentar yang miring, “Dia memang orang yang sombong”, jika tidak memenuhi undangan itu.
7.     Bersikap tawadhu’ dalam majlis tuan rumah, tidak mengambil tempat di depan, jika tuan rumah menunjuk suatu tempat tertentu dia tidak boleh melampauianya, tidak selalu memndangi tempat keluarnya makanan, karena sikap ini menunjukkan sikap kerakusannnya.

Adab Menghidangkan Makanan
Ada lima adab yang harus diperhatikan ketika menghidangkan makanan, yaitu:
1.     Segera menghidangkannya, karena iini termasuk cara menghormati tamu.
2.     Lebih dahulu menghidangkan buah-buahan sebelum yang lain. Hal ini lebih baik ditinjau dari ilmu kedokteran. Allah berfirman: “Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan” (Al Qaqi’ah : 20-21).
Setelah buah-buahan adalah hidangan daging, terutama daging yang dipanggang, lalu disusul jenis makanan roti dicampur kuah, kemudian makanan yang manis-manis diakhiri dengan minuman yang dingin. Yang lebih bagus lagi ialah membasuh tangan setelah makan dengan air hangat.
3.     Menghidangkan seluruh makanan yang ada.
4.     Tidak buru-buru mengambil piring para undangan sebelum mereka benar-benar menyelesaikan makanannya.
5.     Menghidangkan makanan sampai cukup, Sebab jika makanannya kurang, bisa mengurangi nama baiknya. Sebelum makanan dihidangkan kepada para tamu, harus ada yang disisihkan untuk anggota keluarga tuan rumah. Jika para tamu hendak pulang, tuan rumah harus mengiringi kepulangan mereka hingga pintu. Ini termasuk Sunnah dan penghormatan terhadap tamu. Lebih bagus lagi jika diiringi dengan wajah berseri, perkataan yang manis saat menyambut kedatangan mereka, saat bersantap di meja makan dan saat melepas kepulangan mereka.
Untuk para tamu, harus menunjukkan kegembiraan, sekalipun ada haknya yang tidak dipenuhi secara sempurna, karena yang demikian ini menunjukkan akhlak yang baik dan tawadhu’, serta tidak pamitan kecuali atas ridha tuan rumah.

_____________
Diambil dari: Terjemah : Minhajul Qashidin (Jalan Orang-orang yang mendapat Petunjuk), Hal.88-89
Karya Al Imam Asy Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al Maqdisy (Ibnu Qudamah)
Penerjemah: Kathur Suhardi ~ Penerbit: Pustaka Al Kautsar ~ Cetakan 1, Oktober 1997.
___________


Abu Sayuf