Inilah yang masih belum dipahami sebagian orang. Mereka menganggap
bahwa setiap berdoa harus mengangkat tangan, semacam ketika berdoa sesudah
shalat. Untuk lebih jelas marilah kita melihat beberapa penjelasan berikut.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanyakan, “Bagaimanakah kaedah (dhobith) mengangkat tangan ketika berdo’a?” (Liqo’at Al Bab Al
Maftuh, 51/13, Asy Syabkah Al Islamiyah) Beliau –rahimahullah-
menjawab dengan rincian yang amat bagus :
Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan :
Pertama, ada dalil yang
menunjukkan untuk mengangkat tangan. Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya
mengangkat tangan ketika berdo’a. Contohnya adalah ketika berdo’a meminta diturunkannya hujan.
Jika seseorang meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’,
maka dia hendaknya mengangkat tangan. Contoh lainnya adalah mengangkat tangan
ketika berdo’a di Bukit Shofa dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika
melempar Jumroh Al Ula pada hari-hari tasyriq dan juga Jumroh Al Wustho. Oleh
karena itu, ketika menunaikan
haji ada enam tempat (yang dianjurkan) untuk mengangkat tangan (ketika
berdo’a) yaitu : [1] ketika berada di Shofa, [2] ketika berada di Marwah, [3]
ketika berada di Arofah, [4] ketika berada di Muzdalifah setelah shalat shubuh,
[5] Di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq, [6] Di Jumroh Al Wustho di hari-hari
tasyriq. Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi dianjurkan untuk mengangkat
tangan ketika itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengenai hal ini.
Kedua, tidak ada dalil
yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Contohnya adalah do’a di dalam
shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah :
Allahumma ba’id baini wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal
maghribi …; juga membaca do’a duduk di antara dua sujud : Robbighfirli; juga
berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengangkat tangan pada semua kondisi ini. Begitu pula dalam khutbah Jum’at,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika
khutbah tersebut). Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi-kondisi ini dan
semacamnya, maka dia telah terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama
(alias bid’ah) dan melakukan semacam ini terlarang.
Ketiga, tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan
ataupun tidak. Maka hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk
adab dalam berdo’a. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia.
Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan
kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa..” (HR. Abu
Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if
Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih). Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga pernah menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam
keadaan kusut dan penuh debu, lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit
seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Padahal makanannya itu haram,
pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang haram. Bagaimana mungkin
do’anya bisa dikabulkan? (HR. Muslim no. 1015) Dalam hadits tadi, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab terkabulnya do’a. Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a.
Namun, ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a
diperbolehkan mengusap wajah dengan kedua tangan?
Yang
lebih tepat adalah tidak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sehabis
berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah
(dho’if) yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Apabila kita melihat
seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a,
maka hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai
berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah
(dho’if).
Hukum Mengangkat Tangan untuk Berdo’a Sesudah Shalat Fardhu
Pembahasan berikut adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk
berdo’a sesudah shalat fardhu. Berdasarkan penjelasan di atas, kita telah
mendapat pencerahan bahwa memang mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah
satu sebab terkabulnya do’a. Namun, apakah ini berlaku dalam setiap kondisi?
Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas bahwa hal ini tidak berlaku
pada setiap kondisi. Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika berdo’a.
Agar lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz mengenai
hukum mengangkat tangan ketika berdo’a sesudah shalat. Beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan :
Tidak
disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a) pada kondisi yang
kita tidak temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan
pada saat itu. Contohnya adalah berdo’a ketika selesai shalat lima waktu,
ketika duduk di antara dua sujud (membaca do’a robbighfirli, pen) dan ketika
berdo’a sebelum salam, juga ketika khutbah jum’at atau shalat ‘ied. Dalam
kondisi seperti ini hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika berdo’a)
karena memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian
padahal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita dalam
hal ini. Namun ketika meminta
hujan pada saat khutbah jum’at atau khutbah ‘ied, maka disyariatkan
untuk mengangkat tangan sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Maka ingatlah kaedah yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) berikut:
“Kondisi
yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat
tangan, maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat tangan. Karena perbuatan
Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam termasuk sunnah, begitu pula apa yang beliau
tinggalkan juga termasuk sunnah.”
Bagaimana Jika Tetap Ingin Berdo’a Sesudah
Shalat? Ini dibolehkan, namun setelah berdzikir, dengan
catatan tidak dengan mengangkat tangan. Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :
“Begitu
pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak
terlarang untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal
ini. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap
muslim senantiasa untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap
keadaan dan berhati-hati dalam menyelisihi keduanya. Wallahu waliyyut taufik.”
Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a Sesudah Shalat Sunnah Syaikh
Ibnu Baz –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan : Adapun
shalat sunnah, maka aku tidak mengetahui adanya larangan mengangkat tangan
ketika berdo’a setelah selesai shalat. Hal ini berdasarkan keumuman dalil.
Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai shalat sunnah tidak dirutinkan.
Alasannya, karena tidak terdapat dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan hal ini. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukannya, maka hal tersebut akan dinukil kepada kita karena kita
ketahui bahwa para sahabat –radhiyallahu ‘anhum jami’an- rajin untuk menukil
setiap perkataan atau perbuatan beliau baik ketika bepergian atau tidak, atau
kondisi lainnya.
Adapun hadits yang masyhur (sudah tersohor di tengah-tengah umat) bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di dalam shalat, seharusnya
engkau merendahkan diri dan khusyu’. Lalu hendaknya engkau mengangkat kedua
tanganmu (sesudah shalat), lalu katakanlah : Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!”
Hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah),
sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan ulama lainnya. Wallahu waliyyut taufiq.
Semoga
Allah senantiasa memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib
dan amalan yang diterima. Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat
Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, حفظه الله تعالى