Oleh
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc
Hidup
di dunia ini hanya sementara. Saat kematian menjemput seseorang,
berarti harus berpisah dengan dunia dan segala isinya. Dan itu pasti
terjadi. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. [al-Anbiyâ’/21:35]
Dalam ayat lain Allâh berfirman :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu (berada) dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [an-Nisâ`/4: 78]
Kematian
akan menimpa semua orang, baik yang shalih atau yang durhaka, yang kaya
raya ataupun yang miskin papa, yang terpandang ataupun tidak, yang ikut
berjihad ataupun duduk santai di rumahnya, dan lain sebagainya.
Semuanya pasti akan mati bila ajalnya telah tiba ajalnya dan semuanya akan binasa, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
Semua yang ada di bumi itu fana (tidak kekal) [ar-Rahmân/55:26]
Kemudian
sesudah mati, kita semua akan dihidupkan kembali untuk mempertanggung
jawabkan semua amal perbuatan kita. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang
artinya, “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati.” [Hûd/11:7]
MARI SEGERA BERTAUBAT KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Jika
memang demikian, sementara sudah dapat dipastikan bahwa setiap manusia
tidak akan luput dari kelalaian, kesalahan dan dosa kecuali yang
dirahmati Allâh dan diberi al-‘ishmah (terpelihara dari salah dan dosa)
seperti para nabi dan rasul, maka sudah seharusnya kita semua untuk
segera bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menunda-nundanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Setiap
anak adam (manusia) pernah berbuat kesalahan, namun sebaik-baik orang
yang berbuat kesalahan ialah orang yang segera bertaubat (kepada Allâh).” [HR. Ibnu Mâjah 2/1420, no.4251][1]) .
Allâh memerintahkan kita agar segera bertaubat, sebagaimana firman-Nya :
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” [an-Nûr/24:31].
Dan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allâh dengan taubat yang benar (ikhlas). [at-Tahrîm/66:8]
Dan
hendaknya kita sering beristighfâr (mohon ampun kepada-Nya) atas
dosa-dosa yang telah kita perbuat selama ini. Karena Allâh Dzat yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang akan senantiasa menerima taubat dari
para hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosa sebesar dan sebanyak apapun.
Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Katakanlah:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kalian putus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya
Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [az-Zumar/39: 53]
Di
dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu
anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ
اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي
وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا
ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ
اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ
لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا
تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Allâh
berfirman: Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan
berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan
aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas
langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau
dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan
sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan
menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan. [HR. Tirmidzi IV/548,no.3540][2]
Hendaknya
kita mempersiapkan diri dengan bekal taqwa untuk menempuh perjalanan
menuju ke negeri akhirat yang merupakan tempat tinggal abadi.
BEBERAPA HAL YANG DAPAT MENDORONG SEORANG HAMBA AGAR SEGERA BERATUBAT KEPADA ALLAH SEBELUM TIDUR
Kenapa
sebelum tidur ? Terdapat banyak hal yang dapat membantu seorang hamba
untuk segera bertaubat kepada Allâh kapan pun dan dimanapun. Namun
dalam pembahasan kali ini kami akan menyebutkan sebagian amalan yang
diharapkan dapat mendorong seorang hamba bertaubat kepada Allâh sebelum
tidurnya. Di antaranya:
1. Melakukan Muhâsabah (Introspeksi Diri).
Muhâsabah ialah usaha seseorang untuk mengevaluasi segala perbuatannya,
baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Sebelum tidur hendaklah
seorang hamba mengintrospeksi diri atas segala perkataan maupun
perbuatannya sepanjang hari, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allâh
maupun hak-hak sesama manusia. Jika dia telah melakukan amal shalih,
maka hendaknya dia bersyukur dengan memuji Allâh dan memohon kepada-Nya
tambahan nikmat. Dan memohon kepada-Nya pula agar senantiasa diberi
taufiq dan kesanggupan untuk dapat melaksanakan amal ketaatan. Namun
jika sebaliknya, maka hendaknya dia segera bertaubat dan memohon
ampunan kepada-Nya serta bertekad untuk segera melakukan kebaikan.
Tentang muhâsabah, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allâh [al-Hasyr/59:18]
Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, dan timbanglah amal kalian sebelum ditimbang (oleh Allâh) ….”.
2. Mengingat Alam Kubur Yang Sangat Gelap Dan Dia Akan Menyendiri di sana
Ketika
akan tidur, hendaknya seseorang mengingat suasana alam kubur yang
sangat gelap, dia akan berada di sana seorang diri tanpa teman, hanya
amalannya selama di dunia yang mendampinginya. Dengan mengingat kondisi
ini, hati akan merasa takut kepada Allâh dan siksa-Nya yang sangat
pedih, sehingga dia terdorong untuk segera bertaubat kepada Allâh dan
banyak mohon ampun kepada-Nya.
3. Banyak Mengingat Kematian
Setiap
muslim dan muslimah, yang sehat ataupun yang sedang sakit, tua maupun
muda, hendaknya selalu mengingat kematian yang datang secara tiba-tiba.
Ingatan ini bisa menghalangi dan menghentikan seseorang dari perbuatan
maksiat serta memotivasinya untuk beramal shalih.
Mengingat
kematian ketika dalam kesempitan akan bisa melapangkan hati seorang
hamba. Kalau dia ingat kematian ketika hatinya sedang senang, maka dia
itu menyebabkan dia tidak lupa diri. Dengan begitu ia selalu dalam
keadaan siap untuk pergi meninggalkan dunia dan menghadap Allâh Azza wa
Jalla .
Mengingat
mati bisa melembutkan hati dan menghancurkan sikap tamak terhadap
dunia. Karenanya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
anjuran untuk banyak mengingatnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ
Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian) [HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258][3]
Orang
cerdas yang sesungguhnya ialah orang yang banyak mengingat-mengingat
mati dan mempersiapkan bekal untuk mati. Hal ini sebagaimana
diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan,
“Aku sedang duduk bersama
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki
dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, mukmin
manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik
akhlaknya di antara mereka.’ ‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’,
tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ
“Orang
yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk
kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” [HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384]
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara : bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan antusias dalam beribadah.
Sebaliknya, siapa yang melupakan mati, ia akan dihukum dengan tiga
perkara : menunda taubat, tidak ridha dan malas dalam beribadah. Maka
berpikirlah, wahai orang yang tertipu; Yang merasa tidak akan dijemput
kematian, tidak merasakan sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya !
Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus
kelezatan dan memupus angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau
memikirkan dan membayangkan tibanya hari kematianmu dan perpindahan
hidupmu dari tempatmu yang sekarang?” [Lihat at-Tadzkîrah, hlm. 9].
4. Menyadari Hakikat Kehidupan Dunia Yang Fana Dan Akhirat Yang Kekal
Keberadaan
makhluk di dunia ini hanyalah sementara, dan semua yang ada di alam
semesta ini akan hancur kecuali Allâh semata yang kekal dan abadi.
Allâh berfirman :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” [Ar-Rahman/55: 26]
Sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki, kekal dan abadi, sebagaimana firman-Nya:
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”. [Al’A’la/87: 17].
Dan
dia mengetahui pula bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah
menciptakannya di dalam kehidupan ini tiada lain hanya untuk
mengujinya, siapa di antara para hamba-Nya yang paling baik amal
perbuatannya, sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al-Mulk, ayat 2.
Dengan
demikian, maka diapun segera terdorong untuk bertaubat kepada Allâh,
memohon ampunan kepada-Nya, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan
akhirat yang hakiki nan abadi.
Demikian
tulisan singkat tentang bertaubat sebelum tidur. Mudah-mudahan
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan menjadi amal shalih
bagi penulisnya. Amin.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syaikh al-Albâni rahimahullah meng-hasan-kannya dalam Takhrîj Misykâtul Mashâbîh, no.2341
[2]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Silsilatul Ahâdîts Ash-Shahîhah 1/249, no.127.
[3]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini, “Hasan shahih.” (Takhrîj Misykâtul Mashâbih, no.1607
_______
Footnote
[1]. Syaikh al-Albâni rahimahullah meng-hasan-kannya dalam Takhrîj Misykâtul Mashâbîh, no.2341
[2]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Silsilatul Ahâdîts Ash-Shahîhah 1/249, no.127.
[3]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini, “Hasan shahih.” (Takhrîj Misykâtul Mashâbih, no.1607
Sumber: https://almanhaj.or.id/3618-bertaubat-sebelum-tidur.html