Risalah
sederhana berikut berisi penjelasan mengenai bahaya lisan. Sehingga
berhati-hatilah dengan lisan, jangan sampai digunakan untuk mencemooh, mengejek
orang lain, apalagi ditujukan pada seorang muslim yang ingin menjalankan ajaran
Islam. Jadi satu kondisi, diam itu emas jika diamnya adalah dari
membicarakan orang lain, atau diamnya dari berbicara yang sia-sia
atau berbau maksiat.
Perhatikanlah,
sesungguhnya karena lisan seseorang bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan.
Lihatlah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ketika
berbicara dengan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ
كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ
قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا
لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا
مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى
مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ.
“Maukah
kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai
Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang
kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan
orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di
dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi
mengatakan hadits ini hasan shohih)
Hendaklah
seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan
dilempar ke neraka. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى
النَّارِ
“Sesungguhnya
seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah
mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun
perjalanan karenanya.” (HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa
hadits ini hasan ghorib)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ
اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ
سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya
ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu
Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang
hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak
pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR.
Bukhari no. 6478)
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya
ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan
bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak
yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)
Imam Nawawi
rahimahullah dalam Syarh Muslim (18/117) tatkala menjelaskan hadits ini
mengatakan, “Ini semua merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu
menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika
tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47). Oleh karena itu,
selayaknya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat,
merenungkan apa yang akan ia ucap. Jika memang ada manfaatnya, barulah ia
berbicara. Jika tidak, hendaklah dia menahan lisannya.”
Dalam
Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Tidak ada perkataan
yang bersifat pertengahan antara bicara dan diam. Yang ada, suatu ucapan boleh
jadi adalah kebaikan sehingga kita pun diperintahkan untuk mengatakannya. Boleh
jadi suatu ucapan mengandung kejelekan sehingga kita diperintahkan untuk diam.”
Ibnu Mas’ud
pernah berkata, “Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia.
Tidak ada di muka bumi yang lebih berhak untuk dipenjara dalam waktu yang lama
daripada lisan.” (Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Ibnul
Mubarok ditanya mengenai nasehat Luqman pada anaknya, lantas beliau berkata,
“Jika berkata (dalam kebaikan) adalah perak, maka diam (dari berkata yang
mengandung maksiat) adalah emas.” (Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Diam itu
lebih baik daripada berbicara sia-sia bahkan mencela atau mencemooh yang
mengandung maksiat.
Itulah
manusia, ia menganggap perkataannya tidak berdampak apa-apa, namun di sisi
Allah bisa jadi perkara besar. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ
عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kamu
menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah
besar.” (QS. An Nur: 15). Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang
biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya
amatlah besar.
___________
Cuplikan dari buku penulis “Mengenal Ajaran Nabi, Bukanlah Teroris” yang insya Allah akan segera diterbitkan oleh Pustaka Muslim – Jogja.
Sumber : https://rumaysho.com/1738-diam-itu-emas.html