Ada
sebagian saudara kita yang memandang orang diluar dakwah ahlus sunnah
adalah saingan mereka. Padahal mereka adalah sasaran dakwah juga bukan
saingan dakwah. Mereka adalah saudara seiman kita. Mereka berhak
medapatkan hak-hak persaudaraan dalam islam. Seharusnya kita
lebih mengasihi dan menyayangi mereka karena mereka punya semangat
membela dan menyebarkan islam hanya saja mereka sudah terlanjur salah
dalam memahami Islam. Mereka tidak seberuntung kita medapatkan anugerah dakwah ahlus sunnah. Contohnya:
◘ dikampus,
ketika bertemu dengan teman-teman yang berdakwah tidak dengan dakwah
ahlus sunnah, maka mukanya sangar, cemberut, tidak mau menyapa dan
tidak membalas salam. Tidak
mau duduk bermejelis dengan mereka dan merasakan suasana kekeluargaan
islami. Dan parahnya, malah dengan orang kafir mereka lebih akrab dan
hangat. Ketahuilah mereka saudara-saudara seiman kita yang lebih patut
mendapat perhatian dan dakwah dari kita. Tidak heran jika
saudara-saudara kita mengatakan,
“Kok kita sesama orang islam saling gontok-gontokan, tapi berbaikan dengan orang kafir”
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.” [Al-Hujurat:10]
◘ dikampung,
ada ustadz /kiayi haji/ tuan guru/ tokoh masyarahat yang berdakwah
tidak dengan dakwah ahlus sunnah. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat yang
seolah-olah meremehkan mereka, menganggap mereka aliran sesat, ilmunya
salah dan ngawur, Tidak menghormati mereka. Padahal belum tentu
kita lebih baik dari mereka. Bisa jadi mereka amalnya sedikit yang
benar tapi sangat ikhlas, mengalahkan amal kita yang –sekiranya benar
insya Allah- tapi tidak ikhlas dan dipenuhi dengan riya’ dan dengan
rasa sombong mampu beramal. Seharusnya
kita memposisikan mereka sesuai dengan posisi mereka, menghormati
mereka dan memilih kata-kata dakwah yang baik dan tidak terkesan
menggurui. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda memerintahkan agar kita memposisikan manusia sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Salah satu penerapan beliau adalah surat beliau kepada raja Romawi Heraklius:
باسم الله الرحمان الرحيم
من محمد رسول الله إلى عظيم الروم
من محمد رسول الله إلى عظيم الروم
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad utusan Allah kepada pembesar/ tokoh besar Romawi”
Kemudian
jika mereka tidak menerima dakwah kita maka ada sebagian ikhwan-akhwat
yang langsung mengangapnya sebagai musuh. Mereka akan merusak agama
islam, mencap sebagai ahli bid’ah dan syirik dan tahu kaidah
pembid’ahan dan pengkafiran. Padahal mereka tetap saudara kita dan masih berhak mendapatkan hak-hak persaudaraan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تحاسدوا ولا
تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ
بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا
يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ
“Jangan
kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian
saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian
kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia
menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan
jangan merendahkannya.[HR. Muslim no. 2564]
Jika mereka tidak menerima, maka tugas kita hanya menyampaikan saja. Mereka terima Alhamdulillah , jika tidak diterima jangan dipaksa dan dimusuhi. Karena kita hanya memberikan hidayah ‘ilmu wal bayan berupa penjelasan, sedangkan hidayah taufiq hanya ditangan Allah. Seharusnya kita mendoakan mereka semoga mandapatkan hidayah, bukan dimusuhi.
Lihatlah tauladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala
pergi ke Thaif untuk berdakwah sekaligus meminta perlindungan kepada
mereka dari tekanan kafir Quraisy setelah meninggalnya paman beliau Abu
Thalib. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dengan lemparan batu, caci-maki dan ejekan. Tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Perasaan beliau makin sedih karena saat itu tahun-tahun ditinggal juga oleh istrinya Khadijah radhiallahu ‘anha, pendukung dakwah beliau. Kemudian datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam memberi
tahu bahwa malaikat penjaga bukit siap diperintah jika beliau ingin
menimpakan bukit tersebut kepada orang-orang Thaif. Malaikat tersebut
berkata,
يَا مُحَمَّدُ، فَقَالَ، ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْن
“Wahai muhammad, terserah kepada engkau, jika engkau menghendaki aku menghimpitkan kedua bukit itu kepada mereka”
Tapi apa yang keluar dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? doa kepada penduduk Thoif. Beliau berdoa,
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan
aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan
yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” [kisah yang panjang bisa dilihat di shahih Bukhari no. 3231]
Subhanallah, kita sangat jauh dari cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdakwah. Dan terbukti doa beliau mustajab. Penduduk thoif tidak lama
menjadi salah satu pembela islam dan mengikuti peperangan jihad membela
islam.
Demikian juga dengan berwajah sangar, seram dan cemberut terus seolah-olah prajurit perang yang marah. Mungkin
ini salah persepsi mereka sering dan terlalu banyak melihat syirik,
bid’ah dan maksiat dimana-mana. Seolah-olah menunjukan mereka ingin
mengingkari semuanya. Tetapi Islam tidak mengajarkan demikian,
seorang muslim berprinsip “Berwajah ceria bersama manusia dan berlinang
air mata akan dosanya saat sendiri bermunajat kepada rabb-nya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah
engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu
dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”. [HR. Muslim no. 2626]
___________________
@gedung Radiopoetro, FK UGM, Yogyakarta tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
from= https://muslimafiyah.com/jangan-selalu-menganggap-saudara-muslim-selain-ahlus-sunnah-sebagai-saingan-bahkan-musuh.html