Islam Pedoman Hidup: Pembagian Tauhid Menurut Kaum Sufi dan Bantahan Terhadap Mereka (Bagian 1)

Selasa, 17 Mei 2016

Pembagian Tauhid Menurut Kaum Sufi dan Bantahan Terhadap Mereka (Bagian 1)


Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan At Tamimi
(Bagian 1)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan -setelah menyebutkan ucapan penulis kitab Al Manazil (Abu Ismail Al Harawi) beserta isinya yang bercampur antara yang haq dan bathil-: Dia (penulis kitab Al Manazil) mengatakan: Bab Tauhid. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia," (Ali Imran: 18)
Tauhid ada tiga macam:
1. Tauhidnya orang umum yang sah dengan tanda-tanda,
2. Tauhidnya orang-orang khusus, yaitu tauhid yang ditetapkan berdasarkan haKikat,
3. Tauhid yang berada dalam qadim, yaitu tauhid orang khusus dari yang khusus….
Syaihul Islam berkata (membantahnya):
Kami katakan: Adapun tauhid pertama yang dia sebutkan justru merupakan tauhid yang dibawa oleh para rasul ‘Alaihimussalam. Yang dikandung oleh kitab-kitab samawi, yang dengannyalah Allah Subhanahu wata’ala mengutus para rasul yang terdahulu maupun yang belakangan, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahan kepada mereka semua.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ
"Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?"" (Az Zukhruf: 45)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"." (Al Anbyaa: 25)
Allah Subhanahu wata’ala telah mengabarkan tentang masing-masing rasul, seperti Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib, dan selainnya, bahwa mereka mengatakan kepada kaumnya, "Sembahlan Allah! Tidak ada sesembahan yang haq bagi kalian selain Allah." Inilah awal sekaligus akhir dakwah para rasul.
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ
Dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam Ash Shahih, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan)
Dan beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرَ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah niscaya masuk surga." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim)
Seluruh Al Quran penuh dengan tujuan mewujudkan tauhid ini, mengajak kepadanya, serta menggantungkan keselamatan dan kemenangan pada tercapainya tauhid.
Dan telah dimaklumi bahwa manusia berbeda-beda keutamannya di dalam mewujudkan tauhid. Sedangkan hakikat tauhid adalah memurnikan agama seluruhnya hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala.
Fana dalam tauhid ini bergandengan dengan baqa. Yaitu engkau menetapkan ketuhanan Al Haq (Allah Ta’ala) dalam hatimu dan menafikan ketuhanan dari yang selainnya, sehingga engkau mengumpulkan penafian dan penetapan. Engkaupun mengatakan: "Tidak ada seembahan yang haq kecuali Allah." Penafian itulah fana, dan penetapan itulah baqa.
Hakikat tauhid (uluhiyyah): Engkau fana dengan beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala dan meninggalkan selainnya, mencintai Allah Subhanahu wata’ala tidak yang selainnya, meminta tolong kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, khusyu’ kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya. memberikan loyalitas kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, tawakal kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, bertawakkal (menyerahkan urusan) kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, mendekat kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, berhukum kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak kepada selainnya, dan bermusuhan demi Allah Subhanahu wata’ala tidak demi selainnya.
Sebagaimana disebutkan dalam Ash Shahihain dari Nabi, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam membaca ketika shalat malam -dan diriwayatkan bahwa beliau mengucapkannya setelah takbir (takbiratul ihram, ed)-:
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ، [وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ][ وَلَكَ الْحَمْدُ][أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ، وَالْجَنَّهُ حَقُّ، وَالنَّارُ حَقُّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقُّ، وَمُحَمَّدٌ حَقُّ، وَالسَّاعَةُ حَقُّ][اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ][أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ][أَنْتَ إِلَـهِيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْت َ]
“Apabila Nabi Shallallahu’alaihi wasallam shalat Tahajud di waktu malam, beliau membaca: “Ya, Allah! BagiMu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. BagiMu segala puji, Engkau benar, janjiMu benar, firmanMu benar, bertemu denganMu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dariMu), kejadian hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku menyerah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku kembali (bertaubat), dengan pertolonganMu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepadaMu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lewat dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau”. (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 3/3, 11/116, 13/371, 423, 465 dan Muslim meriwayatkannya dengan ringkas 1/532)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلا يُطْعَمُ
"Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?"" (Al An’aam: 14)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلا
"Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan terperinci?" (Al An’aam: 114)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ. وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
"Katakanlah: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?" Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur"." (Az Zumar: 64-66)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ. قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
"Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)"." (Al An’aam: 161-163)
Tauhid jenis ini banyak disebutkan di dalam Al Quran. Dialah awal dan akhir diinul Islam, lahir dan bathinnya. Puncak tauhid ini dipegang oleh Ulul Azmi dari para rasul dan juga oleh dua khalil (Muhammad dan Ibrahim ‘Alaihimussalam).
Telah tsabit (shahih) riwayat dari nabi bukan dari satu sisi saja, bahwa beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ اتَّخَذَنِي خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai khalil sebagaimana telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.” (HR. Muslim)
Rasul yang paling utama setelah Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam
Rasul yang paling utama setelah Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam adalah Ibrahim, sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda tentang manusia terbaik; "Sesungguhnya dia adalah Ibrahim" [1].
Beliau adalah imam yang Allah Subhanahu wata’ala jadikan sebagai pemimpin, dan beliaulah ummah yang dijadikan teladan. Karena beliau telah meralisasikan tauhid jenis ini, yakni Al Hanifiyyah, millah Ibrahim.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari kemudian. Dan barang siapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi terpuji." (Al Mumtahanah: 4-6)
Dan ayat-ayat lainnya yang menceritakan tauhid Ibrahim Al Khalil. Yang dimaksud dengan khalil adalah kekasih yang mengisi segala ruang qalbu sehingga tidak ada lagi tempat untuk yang selainnya. Sebagaimaa dikatakan:
Engkau telah bertakhallal (memenuhi) seluruh jiwaku,
oleh sebab inilah dinamakan khalil.
Tatkala al khullah mengharuskan kesempurnaan cinta dan memenuhi hati, maka tidaklah pantas bagi nabi untuk menjadikan seseorang sebagai khalilnya. Bahkan beliau Shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أَهْلِ اْلأَرْضِ خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً وَلَكِنْ صَاحِبُكُمْ خَلِيْلُ الرَّحْمَنِ
“Kalau sekiranya aku mengambil dari penduduk bumi sebagai khalil, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Namun shahabat kalian ini (yaitu Nabi) adalah khalilnya Ar-Rahman.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan juga semakna diriwayatkan Muslim)
Oleh karena inilah Allah Subhanahu wata’ala menguji Ibrahim dengan perintah menyembelih anaknya. Sedangkan anak yang disembelih itu menurut pendapat yang benar ialah anaknya yang besar (Isma’il), sebagimana ditunjukkan oleh surah Ash Shaffat dan selainnya. Di situ diceritakan bahwa Ibrahim memohon kepada Rabb-nya agar mengaruniakan baginya anak yang shalih. Maka Allah Subhanahu wata’ala menggembirakannya dengan anak yang amat sabar (Isma’il).
Ketika anak ini menginjak usia remaja, Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan Ibrahim untuk menyembelihnya agar tidak tersisa di dalam qalbunya kecintaan kepada makhluk yang mendesak cintanya kepada Al Khaliq.
Yang hendak kami kemukakan: Bahwa dua khalil ini adalah orang khusus dari yang khusus, yang paling sempurna dalam hal tauhid. Maka tidak ada seorangpun dari umat nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang lebih sempurna tauhidnya daripada salah seorang nabi, apalagi daripada para rasul, apalagi Ulul Azmi, apalagi dua khalil ini.
Kesempurnaan tauhid dua khalil ini terjadi dengan merealisasikan pengesaan uluhiyyah Allah. Yakni tidak tersisa di dalam qalbu sesuatupun selain Allah Subhanahu wata’ala sama sekali. Bahkan seorang hamba hanyalah berloyalitas kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam segala sesuatu, mencintai apa yang Dia cintai, membenci apa yang Dia benci, memurkai apa yang Dia murkai, menyuruh apa yang Dia suruh, dan melarang apa yang Dia larang.
Bersambung…
[Dinukil dari kitab Mulakhkhash Minhajus Sunnah, Edisi Indonesia Ringkasan Minhajus Sunnah Ibnu Taimiyyah, Penulis Asy Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab, Penerbit Pustaka Ar Rayyan, Hal. 77-87]
____________
Footnote:
[1] Riwayat Ibnu Majah dalam Sunan-nya pada Muqaddimah, Bab Keutamaan Para Shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam….. (1/50). Asy Syaikh Al Albani menghukumi hadits ini maudhu’ (palsu) di dalam kitab Dhaif Al Jami’ (hal. 220 no. 1531).