Islam Pedoman Hidup: Tragedi Banyolan Pak Kiyai

Kamis, 12 Mei 2016

Tragedi Banyolan Pak Kiyai

Belum lama ini saya mendengarkan celoteh tak bermutu pak kiyai yang kebetulan didapuk (kembali) menjadi Ketua PBNU. Katanya, orang berjenggot itu identik dengan orang bodoh. Berjenggot itu mengurangi kecerdasan seseorang. Semakin panjang jenggot, semakin goblok. Lalu ia mencontohkan beberapa orang Indonesia tak berjenggot yang secara isyarat ia ingin mengatakan bahwa orang-orang itu termasuk cerdas, seperti : Gus Dur, Nur Cholish Majid, dan Quraish Shihab. Boleh-boleh saja ia mengatakan mereka cerdas karena tidak berjenggot; meski kita boleh saja mengatakan hal yang sebaliknya.
Berikut celoteh pak kiyai:

Anyway, ini kiyai makin lama makin mengenaskan saja omongannya. Bukankah ia tahu bahwa jenggot itu termasuk sunnah dalam Islam sebagaimana dikatakan oleh Nabi saya – yang mungkin juga masih Nabi Anda (pak kiyai) – shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam:
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَعْفُوا اللِّحَى
Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 259].
Nabi saya – yang mungkin juga masih Nabi Anda (pak kiyai) – shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam berjenggot.
عَنْ جَابِر بْن سَمُرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ، وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ، وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ، وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ
Dari Jaabir bin Samurah, ia berkata : “Rambut bagian depan dan jenggot Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam telah beruban. Apabila beliau shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam meminyakinya, maka ubannya tidak terlihat. Namun apabila rambut kepala beliau telah kering, maka akan nampak. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam adalah seorang yang mempunyai jenggot lebat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2344].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah penghulunya orang-orang cerdas dari kaum muslimin tanpa ada persangsian. Semoga Anda tidak menyangsikannya.
Para shahabat dan taabi’iin pun berjenggot.
عَنْ عَطَاء بْن أَبِي رَبَاحٍ، قَالَ: كَانُوا يُحِبُّونَ أَنْ يُعْفُوا اللِّحْيَةَ، إِلا فِي حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ
Dari ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, ia berkata : “Mereka (para shahabat dan tabi’in) menyukai untuk memelihara jenggot, kecuali saat haji dan ’umrah[1]” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih].
Mereka adalah generasi emas, generasi terbaik yang jauuuuuh lebih baik daripada generasi kocak Islam Nusantara yang coba Anda idekan. Nabi saya – yang mungkin juga masih Nabi Anda (pak kiyai) – shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik ummatku adalah yang orang-orang hidup pada jamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (taabi’iin) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (atbaa’ut-taabi’iin)" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3650 dan Muslim no. 2535].
Para ulama madzhab berjenggot dan menyatakan kemasyru’annya. Bahkan An-Nawawiyrahimahullah – ulama besar madzhab Syaafi’iyyah, madzhab yang sering Anda jadikan boncengan untuk menyebarkan pikiran nyleneh Anda – mengatakan untuk tidak memotong jenggot:
والمختار تركها على حالها, وألا يتعرض لها بتقصير شيء أصلاً
“Pendapat yang terpilih adalah membiarkan jenggot sebagaimana adanya, dan tidak memendekkannya sama sekali” [Syarh Shahih Muslim, 2/154].
Mereka semua adalah orang-orang cerdas, pilihan dari umat ini. Mereka memilih untuk berjenggot dan menyuruh orang lain untuk berjenggot.
Tokoh-tokoh Nusantara pun banyak. Ada Muhammad Yasin Al-Fadani, Nawawi Al-Bantani, Agus Salim, Ahmad Dahlan, Buya Hamka, sampai KH. Hasyim Asy’ari – pendiri NU – juga berjenggot. Ya, mereka tetap memelihara jenggot meski jenggot mereka tidak selebat keturunan Arab.
Tidak ada satupun orang Indonesia setahu saya yang mengatakan mereka bodoh ber-IQ di bawah standar.
Atau Anda lebih suka contoh dari orang-orang di luar Islam ?. Tak apa saya sebutkan meski saya tidak butuh nama-nama mereka untuk disebutkan. James Parkinson (1755 –1824), William Edmond Logan (1798 –1875), Asa Gray (1810 - 1888), John Strong Newberry (1822 – 1892), John Tyndall (1820 – 1893), Alfred Bernhard Nobel (1833 – 1896), John Wesley Powell (1834 – 1902), Ludwig Eduard Boltzmann (1844 – 1906), Dmitri Ivanovich Mendeleev (1834 – 1907), Henry Clifton Sorby (1826 - 1908), Grove Karl Gilbert (1843 –1918), Pyotr Alexeyevich Kropotkin (1842 – 1921), Alexander Graham Bell (1847 – 1922), Wilhelm Conrad Röntgen (1845 – 1923), dan masih banyak lagi; ini semua adalah para ilmuwan non-Islam yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan berjenggot.
Lantas dari mana dasar celotehan konyol jenggot identik dengan kebodohan ?. Apakah Anda berbicara atas nama ilmu statistik ?. Tentu tidak, karena saya tahu Anda tidak punya kemampuan dan kompetensi di bidang itu. Apakah Anda berbicara atas nama ilmu kesehatan dan psikologi ?. Lebih jauh lagi dari yang pertama. Jika demikian, orang yang berstatement katrok tanpa modal lebih pantas disebut …….. (jawab sendiri).
Saya sebenarnya tidak tahu apa kompetensi Anda. Yang nampak saat ini, bakat komedi Anda lumayan untuk dapat diperbandingkan dengan banyolan trio Bagito. Mampu membuat tawa para hadirin yang mungkin sejenis dengan Anda. Bedanya, Trio Bagito – setahu saya - tidak pernah membuat syari’at dan orang-orang yang menjalankannya sebagai bahan lawakan, sedangkan Anda adalah jagonya. Anda boleh saja benci dengan ‘Wahabi’, akan tetapi kebencian Anda tentu tidak boleh menjadikan syari’at sebagai mainan dan olok-olokan.
Allah ta’ala berfirman :
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan kepada mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka.  Katakanlah kepada mereka : “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”.  Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.  Dan jika kamu tanyakan kepada mereka  (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja”.  Katakanlah : “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok?.  Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu kafir setelah beriman. Jika Kami maafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka bertaubat), niscaya Kami mengadzab golongan (yang lain), karena mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa” [QS. At-Taubah : 64-66].[2]
Semoga Allah ta’ala tidak memperbanyak orang-orang seperti Anda. Dan yang lebih penting lagi, semoga Allah ta’ala memberi petunjuk kepada Anda dan para pengikut Anda.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – kantor P3E, 28 Dzulqa’dah 1436/12092015 – 13:03].




[1]      Maksudnya mereka memotongnya kelebihan jenggot di bawah genggaman tangan saat haji dan ‘umrah sebagaimana riwayat Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaawallaahu a’lam.
[2]      Abu Bakr Al-Jashshaash rahimahullah berkata :
فيه الدلالة على أن اللاعب والجاد سواء في إظهار كلمة الكفر على غير وجه الإكراه. لأن هؤلاء المنافقين ذكروا أنهم قالوا ما قالوه لعبا، فأخبر الله عن كفرهم باللعب بذلك. وروى الحسن وقتادة أنهم قالوا في غزوة تبوك: أيرجو هذا الرجل أن يفتح قصور الشام وحصونها!! هيهات هيهات. فأطلع الله نبيه على ذلك. فأخبر أن هذا القول كفر منهم على أي وجه قالوا من جِد أو هزل، فدل على استواء حكم الجاد والهازل في إظهار كلمة الكفر. ودل ـ أيضا ـ على أن الاستهزاء بآيات الله، أو بشيء من شرائع دينه: كفر من فاعله
“Pada ayat tersebut terdapat dalil bahwa seseorang yang bermain-main atau sungguh-sungguh adalah sama kedudukannya dalam hal mengeluarkan kalimat kufur yang dilakukan dengan sengaja. Orang-orang munafik tersebut mengatakan bahwa mereka mengatakan perkataan itu hanya main-main saja. Maka Allah mengkhabarkan (kepada Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) akan kekafiran mereka atas sebab hal itu. Al-Hasan dan Qatadah meriwayatkan bahwasannya mereka (kaum munafiq) berkata dalam peperangan Tabuk : ”Apakah laki-laki ini (yaitu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam) berangan-angan untuk membuka istana-istana Syaam beserta benteng-bentengnya ?! Sungguh sangat jauh khayalan ini”. Maka Allah menampakkan perkataan mereka kepada Nabi-Nya. Allah mengkhabarkan bahwasannya perkataan mereka itu adalah tanda kekufuran mereka, baik itu serius atau main-main saja. Ini menunjukkan bahwa dalam mengeluarkan ucapan-ucapan kufur baik serius atau main-main itu hukumnya sama. Juga menunjukkan bahwa mengolok-olok ayat-ayat Allah atau satu bagian dari syari’at agama-Nya adalah kekufuran bagi si pelaku” [Ahkaamul-Qur’an, 3/142].