Alhamdulillah
wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Para pengunjung Rumaysho.com yang semoga dirahmati oleh
Allah Ta’ala. Dalam serial pertama kami
telah mengupas sedikit mengenai keyakinan terhadap nama dan sifat Allah. Dalam
serial kedua kami melanjutkan pembuktian mengenai keberadaan Allah di atas
seluruh makhluk-Nya. Sedangkan dalam serial ketiga ini kami akan membuktikan
melalui atsar para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para tabi’in mengenai keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya yang menjadi
keyakinan yang disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Semoga pembahasan ini
dapat membuka hati abusalafy dan orang-orang semisalnya yang masih
meragukan keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya.
Kesaksian Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum
Pertama: Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma membenarkan
seorang pengembala yang meyakini Rabbnya di atas langit.
Dalam hadits Zaid bin Aslam, dia berkata,
مر ابن عمر براع فقال هل من جزرة فقال ليس هاهنا ربها قال ابن عمر
تقول له أكلها الذئب قال فرفع رأسه إلى السماء وقال فأين الله فقال ابن عمر
أنا والله أحق أن أقول أين الله واشترى الراعي والغنم فأعتقه وأعطاه الغنم
“(Suatu saat) Ibnu ‘Umar melewati seorang pengembala. Lalu
beliau berkata, “Adakah hewan yang bisa disembelih?” Pengembala tadi
mengatakan, “Pemiliknya tidak ada di sini.” Ibnu Umar mengatakan, “Katakan saja
pada pemiliknya bahwa ada serigala yang telah memakannya.” Kemudian pengembala
tersebut menghadapkan kepalanya ke langit. Lantas mengajukan pertanyaan
pada Ibnu Umar, ”Lalu di manakah Allah?”Ibnu
‘Umar malah mengatakan, “Demi Allah, seharusnya aku yang berhak menanyakan
padamu ‘Di mana Allah?’.”
Kemudian setelah Ibnu Umar melihat keimanan pengembala ini,
dia lantas membelinya, juga dengan hewan gembalaannya (dari Tuannya). Kemudian
Ibnu Umar membebaskan pengembala tadi dan memberikan hewan gembalaan tadi pada
pengembara tersebut.[1]
Kedua: Ibnu ‘Abbas meyakini Allah berada di atas
langit yang tujuh.
Ibnu Abbas menemui ‘Aisyah ketika
ia baru saja mati. Ibnu Abbas berkata padanya,
كنت أحب نساء رسول الله صلى الله
عليه وسلم ولم يكن يحب إلا طيبا وأنزل الله براءتك من فوق سبع سموات
“Engkau adalah wanita yang paling
dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah engkau
dicintai melainkan kebaikan (yang ada padamu). Allah pun menurunkan
perihal kesucianmu dari atas langit yang tujuh.”[2]
Begitu pula dalam riwayat lainnya, dari Ibnul Mubarok, dari
Sulaiman At Taimi, dari Nadhroh, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
ينادي مناد بين يدي الساعة أتتكم الساعة – فيسمعه الأحياء
والأموات – ثم ينزل الله إلى السماء الدنيا
“Ketika hari kiamat ada
yang menyeru, “Apakah datang pada kalian hari kiamat?” Orang yang hidup dan
mati pun mendengar hal tersebut, kemudian Allah pun turun ke langit dunia.”[3]
Dalam riwayat lainnya, Ibnu ‘Abbas mengatakan,
إذا نزل الوحي سمعت الملائكة صوتا كصوت الحديد
“Jika wahyu turun, aku mendengar malaikat
bersuara seperti suara besi.”[4] Jika
dikatakan bahwa wahyu itu turun dan wahyu itu dari Allah, ini menunjukkan bahwa
Allah berada di atas karena sesuatu yang turun pasti dari atas ke bawah.
Penulis berkata, “Dan banyak sekali perkataan sahabat yang
menunjukkan bahwa mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit di atas
‘Arsy yaitu dapat dilihat dari hadits-hadits yang mereka bawakan sebagaimana
ditunjukkan dalam pembahasan kami serial kedua. Karena bagaimana mungkin
para sahabat tersebut membawakan hadits tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun
mereka tidak memahami dan meyakininya.”
Kesaksian Para Tabi’in rahimahumullah
Dari Ka’ab Al Ahbar berkata bahwa Allah ‘azza wa jalla dalam
taurat berfirman,
أنا الله فوق عبادي وعرشي فوق جميع خلقي وأنا على عرشي أدبر أمور
عبادي ولا يخفى علي شيء في السماء ولا في الأرض
“Sesungguhnya Aku adalah Allah.
Aku berada di atas seluruh hamba-Ku. ‘Arsy-Ku berada di atas seluruh
makhluk-Ku. Aku berada di atas ‘Arsyku. Aku-lah pengatur seluruh urusan
hamba-Ku. Segala sesuatu di langit maupun di bumi tidaklah samar bagi-Ku. ”[6]
Masruq rahimahullah menceritakan
dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
حدثتني الصديقة بنت الصديق حبيبة حبيب الله، المبرأة من فوق سبع
سموات.
“’Aisyah -wanita yang
shidiq anak dari orang yang shidiq (Abu Bakr), kekasih di antara kekasih Allah,
yang disucikan oleh Allah yang berada di atas langit yang tujuh.”[8]
Ketiga: ‘Ubaid bin ‘Umair[9] menceritakan bahwa Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam
terakhir.
‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah mengatakan,
ينزل الرب عزوجل شطر الليل إلى
السماء الدنيا فيقول من يسألني فأعطيه من يستغفرني فأغفر له حتى إذا كان الفجر صعد
الرب عزوجل أخرجه عبد الله بن الإمام أحمد في كتاب الرد على الجهمية تصنيفه
“Allah ‘azza wa jalla
turun ke langit dunia pada separuh malam. Lalu Allah berkata, “Siapa saja yang
memohon kepada-Ku, maka akan Kuberi. Siapa saja yang meminta ampun kepada-Ku,
maka akan Kuampuni.” Jika fajar telah terbit, Allah pun naik.” Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Imam Ahmad
dalam kitab karyanya yang berisi bantahan terhadap Jahmiyah.[10]
Qotadah rahimahullah mengatakan
bahwa Bani Israil berkata,
يا رب أنت في السماء ونحن في الأرض فكيف لنا أن نعرف رضاك وغضبك قال
إذا رضيت استعملت عنكم عليكم خياركم وإذا غضبت إستعلمت عليكم شراركم هذا ثابت عن
قتادة أحد الحفاظ الكبار
“Wahai
Rabb, Engkau di atas langit dan kami di bumi, bagaimana kami bisa tahu
jika Engkau ridho dan Engkau murka?” Allah Ta’ala berfirman, “Jika Aku ridho,
maka Aku akan memberikan kebaikan pada kalian. Dan jika Aku murka, maka Aku
akan menimpakan kejelekan pada kalian.”[12]
Kelima: Malik bin Dinar mengakui Al Qur’an adalah
kalamullah (firman Allah) dari atas ‘Arsy
Dari Malik bin Dinar, beliau berkata,
خذوا فيقرأ ثم يقول : إسمعوا إلى قول الصادق من فوق عرشه
“Ambillah (Al Qur’an) ini. Lalu beliau
membacanya, kemudian beliau mengatakan, ‘Hendaklah kalian mendengar perkataan
Ash Shodiq (Yang Maha Jujur yaitu Allah) dari atas ‘Arsy-Nya’.”[13]
Keenam: Ulama besar Bashroh (Sulaiman At Taimiy)
ketika ditanyakan mengenai keberadaan Allah
Harun bin Ma’ruf mengatakan, Dhomroh mengatakan pada kami
dari Shodaqoh, dia berkata bahwa dia mendengar Sulaiman At Taimiy berkata,
لو سئلت أين الله لقلت في السماء
Sufyan Ats Tsauriy mengatakan bahwa ia pernah suatu saat
berada di sisi Robi’ah bin Abi ‘Abdirrahman kemudian ada seseorang yang
bertanya pada beliau,
الرحمن على العرش استوى كيف استوى
“Ar Rahman (yaitu Allah)
beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy, lalu bagaimana Allah
beristiwa’?” Robi’ah menjawab,
الإستواء غير مجهول والكيف غير معقول ومن الله الرسالة وعلى الرسول
البلاغ وعلينا التصديق
“Istiwa’ itu sudah jelas maknanya. Sedangkan hakikat dari
istiwa’ tidak bisa digambarkan. Risalah (wahyu) dari Allah, tugas Rasul hanya
menyampaikan, sedangkan kita wajib membenarkan (wahyu tersebut).”[16]
Kedelapan: Ayyub As Sikhtiyani[17] rahimahullah menanggapi
orang yang mengatakan di atas langit tidak ada sesuatu pun.
Hamad bin Zaid mengatakan bahwa ia mendengar Ayyub As
Sikhtiyani berbicara mengenai Mu’tazilah,
إنما مدار القوم على أن يقولوا
ليس في السماء شيء
“Mu’tazilah adalah asal muasal kaum yang
mengatakan bahwa di atas langit tidak ada sesuatu apa pun.”[18]
Penulis berkata, “Lihatlah bagaimana kesamaan abusalafy dan
orang-orang semacamnya yang mengatakan bahwa Allah ada tanpa tempat.
Atau mungkin mereka katakan bahwa Allah itu ada, namun bukan di atas langit.
Bukankah hal ini sama dengan pendahulu mereka yaitu Mu’tazilah. Renungkanlah!”
Nantikan pembahasan kami selanjutnya. Kami akan menukil
perkataan para ulama bahkan ijma’ (konsensus) para ulama Ahlus Sunnah yang
menyatakan bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya.
Semoga semakin terbuka hati orang yang masih meragukan hal ini.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Diselesaikan
di sore saat Allah memberi berkah air dari langit, di Pangukan-Sleman, 2
Rabi’uts Tsani 1431 H (17/03/2010)
_______________________
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal (Abu Rumaysho Al Ambony)
[1] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 311. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad riwayat ini
jayyid sebagaimana dalam Mukhtashor Al ‘Uluw no. 95,
hal. 127.
[3] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 296. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad riwayat ini
shahih sesuai syarat Muslim sebagaimana dalam Mukhtashor Al ‘Uluw no. 94, hal.
126.
[4] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 295. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa periwayat hadits
ini tsiqoh (terpercaya) sebagaimana dalam Mukhtashor Al ‘Uluw no. 93, hal. 126.
[5] Beliau adalah tabi’in
senior termasuk thobaqoh kedua, meninggal dunia di akhir-akhir khalifah
‘Utsman. Ibnu Hajar mengatakan bahwa beliau adalah perowi yang tsiqoh
(terpercaya).
[6] Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 315. Adz Dzahabi mengatakan
bahwa sanadnya shahih. Begitu pula Ibnul Qayyim dalam Ijtima’ul Juyusy Al
Islamiyah mengatakan bahwa riwayat ini shahih.
[7] Beliau adalah di antara
kibar tabi’in (tabi’in senior), termasuk thobaqoh kedua. Ibnu Hajar mengatakan
bahwa ia maqbul (diterima).
[8] Lihat Al
‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar no. 317. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
riwayat ini shohih berdasarkan syarat Bukhari Muslim dan sanadnya sampai pada
Abu Shofwan itu shahih. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 128.
[9] Beliau adalah di antara
kibar tabi’in (tabi’in senior), termasuk thobaqoh kedua. Ibnu Hajar mengatakan
beliau disepakati ketsiqohannya.
[12] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 336. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad riwayat ini
hasan. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 131.
[13] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 348. Adz Dzahabi mengatakan diriwayatkan dalam Al Hilyah
dengan sanad yang shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa mengatakan riwayat
ini hasan saja termasuk murah hati. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 131.
[14] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa periwayat riwayat
ini tsiqoh/terpercaya. Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 133.
[16] Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar no. 352. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih.
Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw hal. 132.
[17] Beliau adalah seorang
tabi’in junior, termasuk thobaqoh kelima. Beliau termasuk ulama besar dan ahli
ibadah.