Majelis Haiah Kibaril Ulama
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, segala kemenangan
diperuntukkan bagi orang-orang, bertakwa, dan permusuhan hanya bagi orang-orang
yang zhalim. Semoga shalawat dan salam serta barakah tercurah kepada makhluk
yang paling mulia, yaitu Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, para shabat
dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau hingga akhir zaman.
Sesungguhnya majelis Haiah Kibarul Ulama pada daurah ke 32 yang
bertempat di Thaif yang dimulai tanggal 12-18 Muharram 1409H, membahas tentang
kabar tentang terjadinya beberapa pengrusakan yang menewaskan banyak
orang-orang yang tidak bersalah, hilangnya harta yang tidak sedikit, hancurnya
fasilitas-fasilitas umum di negeri-negeri Islam dan sekitarnya. Hal ini
dilakukan oleh sekelompok orang yang imannya tipis atau memiliki jiwa yang
sakit serta rasa iri hati.
Contoh-contoh dari kejahatan mereka : Peledakan bangunan-bangunan
serta membakar fasilitas-fasilitas umum, menghancurkan barang-barang dagangan,
pemboman serta pembajakan pesawat-pesawat. Kalau diperhatikan dengan seksama
berdasarkan beragam peristiwa yang terjadi baik di negara-negara yang dekat
ataupun yang jauh, bahwasanya Saudi Arabia dan negara-negara lainnya merupakan
sasaran dari semua ini.
Maka majelis Haiah Kibarul Ulama melihat betapa pentingnya
menetapkan hukum atas para pelaku pengrusakan tersebut. Baik yang menjadi
sasaran dari pengrusakan itu tempat-tempat umum dan fasilitas negara ataupun
yang lainnya dengan maksud murni kejahatan dan menghilangkan rasa aman.
Majelis ulama telah meneliti dengan seksama dari apa yang
disampaikan oleh para ahli ilmu, bahwasanya syariat mencakup secara menyeluruh
menetapkan wajibnya mempertahankan lima hal yang sangat penting dan mengambil
berbagai tindakan untuk menjaganya, lima hal tersebut adalah agama, nyawa,
kehormatan, akal dan harta.
Majelis ulama telah memiliki gambaran akan bahaya-bahaya besar
yang akan timbul akibat menzhalimi jiwa-jiwa, kehormatan-kehormatan kaum
muslimin dan harta mereka serta akibat yang ditimbulkan oleh
pengrusakan-pengrusakan, seperti tidak adanya rasa aman dalam suatu negara,
maraknya kekerasan dan kekacauan, serta ketakutan kaum muslimin atas diri serta
harta mereka.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjaganya bagi manusia agama, diri, jiwa, kehormatan, akal pikiran, serta
harta benda mereka dengan batas-batas yang telah disyariatkanNya yang dengannya
akan tercipta rasa aman.
Hal tersebut telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firmanNya.
“Artinya :
Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa :
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya” [Al-Maidah : 32]
Dan firmanNya.
“Artinya :
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya
dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari
negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”
[Al-Maidah : 33]
Menegakkan tersebut merupakan jaminan akan tersebarnya rasa aman
serta rasa damai, tidak akan ada keinginan bagi masing-masing individu untuk
melakukan kejahatan ataupun kezhaliman atau kaum muslimin.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa hukum terror yang dilakukan di
suatu kota, atau tempat lainnya, sama saja sebagaimana firman Allah.
“Artinya :
Mereka melakukan kerusakan di muka bumi”
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya :
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia manarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal
ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia
berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan”
[Al-Baqarah : 204-205]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya :
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya ….” [Al-A’raf : 56]
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala melarang untuk melakukan keruskan di muka bumi serta hal-hal
yang bisa menjadikannya rusak setelah Allah memperbaikinya, karena jika
semuanya berjalan dengan baik (lurus) kemudian terjadi kerusakan setelah itu
maka hal tersebut akan lebih berbahaya bagi manusia, karena itulah Allah
melarang hal tersebut”.
Al-Qurthubi Rahimahullah berkata : “Allah
Subhanahu wa Ta’ala melarang segala bentuk pengrusakan (baik sedikit ataupun
banyak) setelah adanya perbaikan (sedikit atau banyak), berlaku secara umum
menurut pendapat yang paling benar”.
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwasanya
perbuatan-perbuatan mereka itu melebihi tindakan kaum muharibin yang melakukan
hal tersebut, mempunyai tujuan-tujuan khusus dalam mencapai maksud mereka,
seperti harta dan kehormatan. Sedangkan mereka bertujuan membuat keributan
(kegoncangan), melemahkan persatuan manusia serta menyesatkan aqidah umat dan
memalingkannya dari manhaj rabbani.
Berdasarkan hal tersebut majelis ulama secara ijma menetapkan.
Pertama.
Orang yang telah pasti (secara syariat) terbukti melakukan suatu
bentuk kerusakan di muka bumi yang membuat suatu kekacauan dengan cara
menzhalimi jiwa dan harta secara umum atau khusus seperti meledakkan bangunan
orang-orang miskin, masjid, sekolah-sekolah, rumah sakit, pabrik-pabrik,
jembatan, gudang senjata dan gudang air, proyek-proyek umum milik baitul mal
seperti ; pipa minyak, peledakan pesawat ataupun membajaknya dan semisalnya,
bahwasanya hukuman yang pantas baginya hanyalah hukuman mati sesuai dengan
dalil-dalil yang telah lewat, bahwasanya halal darah orang yang telah melakukan
suatu bentuk kerusakan, sebab orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut
lebih berbahaya dan lebih pantas ditakuti dari pada orang yang menggunakan cara
singkat dengan menzhalimi seseorang, membunuh, ataupun merampas hartanya. Itu
adalah hukum yang telah Allah tetapkan seperti yang tercantum dalam ayat
Al-Hirabah (pengrusakan).
Kedua.
Bahwasanya sebelum menjatuhkan hukuman seperti yang telah
dijelaskan di atas wajib bagi mahkamah syari’ah dan
majelis khusus serta mahkamah tinggi meminta klarifkasi tentang perbuatannya
tersebut sehingga tidak salah dalam menjatuhkan vonis dan menumpahkan darah
orang yang tidak berdosa dan untuk menjalankan prosedur hukum yang berlaku di
negeri ini berkaitan dengan investasi terhadap aksi-aksi kejahatan.
Ketiga.
Majelis ulama berpendapat agar hukuman disebar luaskan kepada
masyarakat umum melalui media massa.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencurahkan
shalawat dan salam kepada hamba serta RasulNya Nabi Muhammad, keluarga dan para
sahabatnya.
[Majelis
Haiah Kibarul Ulama. Majalah Mujamma’ Fiqh
Islami, edisi ke 2 halaman 181, Keputusan no. 148. dicetak dari Daurah
(pertemuan) ke-32, 12 Muharram 1409H]
[Disalin
dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran
Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]