LARANGAN MENAFSIRKAN AL-QUR’AN DENGAN PENDAPAT SENDIRI atau LOGIKA
Larangan menafsirkan agama menurut pendapat sendiri.
“Barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapatnya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya dari api neraka”(HR. Muslim)
Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)
Umar bin Khaththab berkata: “berprasangka buruklah kepada pendapatmu sendiri dalam urusan agama”
Agama bukan ditafsir dengan akal !
Ali bin Abu Thalib berkata:
“Kalau agama adalah dengan akal maka tentu bagian bawah khuf lebih layak untuk dihusap dari pada bagian atasnya”.
Dan Syaikh Ibnu Taimiyah berkata:
“Jika agama tolak ukurnya adalah akal tentu Allah tidak akan menurunkan al-Quran karena secara fitrah manusia mampu menggunakan akal”.
Maka jelas bagi kita agama, al-Quran dan Hadits tidak bisa ditafsirkan dengan akal semata.
Sehingga yang bertolak belakang dengan akal kita tolak, tapi yang wajib
bagi kita adalah menjadikan akal tunduk kepada al-Quran dan as-Sunnah.
Maka tidak ada alasan bagi kita untuk menolak dalil yang shahih
apa lagi tsabit dari Rasulullah. Awal dari sebuah kesesatan adalah
dengan penolakan seperti khawarij yang menolak taat pada pemerintah
Utsman bin Affan.
KAIDAH DASAR ILMU TAFSIR
Sumber hukum dalam agama islam yang
paling utama adalah al-Quran dan as-Sunnah maka penting bagi kita untuk
memahami kandungannya tersebut dengan ilmu tafsir yang shahih dari Nabi.
Adapun beberapa kaidah dasarnya adalah:
1. Memahami ilmu bahasa Arab, karena al-Quran dan as-Sunnah memakai b. Arab. Maka penting untuk memahami ilmu ini karena bahasa Arab adalah bagian dari agama ini.
2. Metode penafsiran pada salaf. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “ayat
al-Quran ditafsirkan oleh ayat lain pada tempat lain, karena terkadang
ayat al-Quran saling menafsirkan satu sama lainnya.
Apa bila tidak ditemukan ayat lain
yang menafsirkannya maka carilah tafsirnya pada hadits Nabi. Dan apa
bila tidak ditemukan tafsirnya pada hadits Nabi maka carilah tafsirnya
pada perkataan para sahabat, karena mereka belajar langsung tafsirnya
pada Nabi dan al-Quran diturunkan di tengah-tengah mereka, mereka
menyaksikan langsung diturunkannya al-Quran.
Dan apa bila tidak dijumpai
tafsirnya pada perkataan para sahabat maka tafsirkanlah dengan
penafsiran para tabi’in karena mereka belajar langsung kepada para
sahabat” (Majmu Fatawa)
Inilah metode penafsiran para salaf yang menafsirkan merujuk kepada para generasi terbaik, adapun contoh-contohnya:
A. Surat al-Baqarah: 219 ditafsirkan oleh an-Nisa: 43 dan al-Maidah: 90-91
B. Ali Imran: 103 ditafsirkan oleh ath-Thagabun: 16
C. Contoh ayat yang saling menafiskan adalah surat al-Maidah: 44, 45, 47.
3. Mengetahui asbabun nuzul suatu ayat
dan asbabun wurud suatu hadits. Ini penting untuk dapat beristidlal
(berdalil) untuk berhujjah dengan benar sehingga mampu menempatkan dalil
pada tempatnya yang benar.
Inilah sedikit kaidah dasar dalam ilmu
tafsir, maka janganlah kita menafsirkan agama dengan menurut kita
sendiri atau hanya katanya. Ikuti tafsirnya atau tafsirkan sendiri
dengan ilmu jika kita mampu. Jika tidak mampu maka ikuti pemahaman para
ulama, dan ulama salaf mereka adalah sebaik-baiknya generasi.
Alangkah benar perkataan Ibnu Abbas
tatkala beliau mendatangi kelompok khawarij yang memusuhi para ulama dan
menafsirkan al-Quran menurut pendapatnya sendiri, beliau berkata:
“Aku datang dari para sahabat
Rasulullah, dari kalangan muhajirin dan anshar dan dari anak paman Nabi
serta menantunya (Ali bin Abi Thalib) dan tidak satupun seorang sahabat
yang bersama kalian, padahal kepada mereka al-Quran diturunkan dan
mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari pada kalian” (riwayat Abu Dawud: 4037, ath-Thabary dalam Mu’jam Kabir: 10/257-258).
Maka kembalilah kepada para ulama,
وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
“Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan ulil amri (pemimpin dan ulama) di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (yakni dari Rasul dan ulil amri)” (an-Nisa:
83)
“Maka bertanyalah kamu kepada ahli dzikir (ulama) jika kamu tidak mengetahui” (an-Nahl: 43).
“Akan muncul di akhir zaman suatu
kaun yang berusia muda dan dangkal ilmu dengan berdalih pada al-Quran.
Mereka keluar dari islam seperti keluarnya busur dari anak panah, iman
mereka tak sampai tenggorokkan mereka.” (HR. Bukhary: 5057)
____________
Ditulis secara singkat dan sederhana oleh:
Omar Ibrahim al-Imanulmuslim
*Sumber: berbagai rujukan Manhaj Salaf
reposting : https://majlissunnah.wordpress.com/2011/11/29/larangan-menafsirkan-al-quran-dengan-pendapat-sendiri/