
Di era
‘modern’ saat ini, foto/gambar termasuk salah satu media informasi dan
pengetahuan yang sangat besar pengaruhnya. Bahkan kita bisa menamai
zaman ini dengan zaman gambar, karena manusia telah demikian cenderung pada gambar-gambar melebihi zaman sebelum ini.
Sampai-sampai ada yang mengatakan, bahwa sebuah gambar lebih baik daripada seribu ucapan.
Gambar
yang digunakan pun bermacam-macam sesuai alatnya. Ada yang berupa
fotografi, video, gambar di internet, di televisi, di bioskop, lukisan,
dan lain-lain.
Hukum menggambar makhluk bernyawa, baik itu manusia atau yang lainnya, adalah haram secara syar’i.
Nabi Shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((مَن صوَّر صُورةً في الدُّنيا كُلِّفَ يومَ القيامةِ أنْ يَنفُخَ فيها الرُّوح، وليس بنافِخٍ))؛
Barangsiapa menggambar suatu gambar (makhluk bernyawa) ketika di dunia, kelak di hari kiamat ia dipaksa untuk meniupkan ruh kepada gambarnya, sedangkan ia tidak dapat melakukannya. HR Bukhari (no 5618) dan Muslim (2110).
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
((إنَّ الذين يَصنعونَ هذه الصُّورَ يُعَذَّبون يومَ القيامةِ، يُقال لهم: أَحْيوا ما خَلقْتُم))؛
Sesungguhnya orang-orang yang menciptakan berbagai gambar itu, kelak akan disiksa pada hari kiamat. Dikatakan kepada mereka: “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan!!”. HR. Bukhari (no 5951).
Inilah hukum asal menggambar makhluk bernyawa. Kecuali bila hal tersebut didasari oleh suatu keperluan dan kemaslahatan yang lebih besar.
Contohnya menggambar/memfoto musuh di medan perang dan lokasi-lokasi
berkumpulnya mereka, demikian pula foto-foto hasil intaian akan
pergerakan musuh, dan gudang-gudang persenjataan mereka; karena
foto-foto seperti ini bermanfaat bagi kaum muslimin dalam menghadapi
musuhnya.
Adapun foto/gambar yang kita bahas dalam tulisan kali ini, adalah: Gambar kaum muslimin yang menjadi korban kebiadaban musuh, baik itu anak-anak, wanita, maupun laki-laki dari kalangan sipil.
Lantas foto mereka disebarluaskan dengan cara-cara yang tidak manusiawi dan tidak berakhlak.
→ Seperti foto-foto yang menampakkan potongan organ tubuh, wajah yang terkoyak, leher-leher yang putus, dan aurat-aurat yang tersingkap.
→ Media pun berlomba-lomba untuk mempublikasikan foto yang paling ‘kejam’ dan ‘berdarah’, laa haula walaa quwwata illa billaah.
→ Ada yang menampakkan para relawan yang berusaha mengeluarkan seorang bocah dari reruntuhan bangunan dengan menarik kedua kakinya…
→ Media lain memperlihatkan relawan lain yang teriak-teriak minta tolong menyelamatkan seorang gadis yang terbakar…
→ Yang satu lagi menunjukkan bagaimana korban yang nyaris telanjang dan penuh luka bakar sedang dikeluarkan dari reruntuhan…
→ Atau gambar ‘korban syahid’ yang terbelah dua tubuhnya…
→ Atau korban wanita yang terbuka auratnya dan tergeletak di jalan bersimbah darah…
→ Atau seorang lelaki yang sedang menangisi kelima anaknya yang tubuhnya hancur lebur di hadapannya…
→ Atau orang lain yang sedang mendekap potongan tubuh kerabatnya sambil berteriak histeris…
Demi Allah, membahas fenomena seperti ini hanyalah menyayat hati dan mengucurkan air mata tanpa henti…
Oleh karenanya, gambar-gambar/foto-foto seperti itu harus mengindahkan rambu-rambu tertentu bila ingin disebarkan.
Sebab tidak semua gambar/foto tersebut bisa diterima. Dan tidak semuanya dapat mewujudkan kemaslahatan
dan niat baik dari orang yang menyebarkannya –bila memang niat
baik/kemaslahatan tersebut ada-, mengingat gambar-gambar tersebut
menimbulkan dampak negatif yang cukup banyak, yaitu:
1- Menyebarkan ketakutan dan kekhawatiran ke dalam hati kaum muslimin
akibat gambar-gambar sadis yang mereka lihat. Sebab mereka menyaksikan
pembunuhan, penghancuran, penyiksaan dan teriakan kesakitan serta
rintihan para korban di mana-mana.
2- Sebagian gambar tersebut menampakkan aurat yang tidak boleh diekspos, baik itu gambar anak-anak, maupun dewasa, baik pria maupun wanita.
3-Gambar-gambar seperti itu menciptakan opini tentang kekuatan musuh
(yahudi, nasrani, syi’ah, Buddha, dll), dan kesadisan mereka.
Seakan-akan mereka adalah pasukan yang tak terkalahkan, dan sedang
menyampaikan pesan tersirat kepada kita, bahwa “Bila kalian tidak menuruti kemauan kami, maka seperti inilah nasib kalian!!”.
4- Menyebabkan jatuhnya mental kaum muslimin, sehingga nyali mereka menjadi ciut.
5-Gambar-gambar tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang jahat,
karena gambar memberikan efek tersendiri untuk merubah keyakinan
seseorang. Seperti kaum-kaum ‘ekstrimis jihadis’ yang mempropagandakan
kesesatan mereka dengan dalih membela para korban, lalu merekrut para
pemuda lugu yang termakan emosinya untuk menjadi pengikut mereka.
6-Gambar-gambar tersebut menunjukkan betapa murahnya darah kaum muslimin dan betapa terjajahnya umat ini.
7- Dengan sering menyaksikan gambar tersebut, sensitivitas seseorang akan berkurang sehingga menjadi ‘kebal’ terhadap sadisme dan pemandangan berdarah semisalnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan ia nantinya menjadi pelaku sadisme tersebut,
baik kepada pihak yang memang halal ditumpahkan darahnya, atau kepada
kaum muslimin yang berseberangan dengan kelompoknya, seperti yang kita
saksikan tentang bagaimana ISIS menyembelih ribuan orang yang menentangnya, padahal mereka adalah kaum muslimin juga.
Rambu-rambu dalam menyebarkan gambar seperti ini:
Ada sebagian gambar yang memang boleh disebarluaskan, jika memang mengandung manfaat bagi kaum muslimin. Seperti menjadikan mereka turut merasakan kepedihan saudaranya,
dan menghidupkan tali persaudaraan, serta menyadari realita yang
terjadi di sekeliling mereka. Akan tetapi hal itu harus mengindahkan
beberapa hal, yaitu:
– Menghindari sejauh mungkin menampilkan gambar aurat kaum muslimin,
apalagi menyebarkannya. Sebab Nabi bersabda: “Barangsiapa menutupi aib
seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat” HR.
Bukhari (no 2310) dan Muslim (no 2580).
– Tidak boleh menampakkan korban-korban mutilasi dari kaum muslimin,
seperti potongan tubuh, wajah yang terbakar, leher yang terputus, dan
sebagaina. Karena hal itu menimbulkan rasa takut bagi yang melihatnya.
Namun cukup dengan pemberitaan tertulis, atau gambar bangunan/kendaraan
yang hancur.
-Menyebarkan
gambar-gambar/video yang mengangkat nyali dan keberanian kaum muslimin,
dan ketabahan mereka dalam menghadapi tindakan musuhnya.
Bagaimana dengan menyebarkan gambar/foto dalam rangka menghasung kaum muslimin untuk memberikan donasi bagi para korban?
Cara
ini tidak layak, dan gambar/foto korban-korban yang terluka tidak boleh
dijadikan media untuk meraih simpati para donatur. Namun cukuplah kaum
muslimin kita hasung melalui ceramah, khutbah, atau tulisan agar
memberikan uluran kepada saudara mereka yang tertimpa musibah.
Dengan menyampaikan kabar bahwa saudara mereka sedang ditimpa kesulitan, dan ditindas oleh musuhnya sedemikian rupa, tanpa menampilkan foto mereka, atau foto korban yang terluka.
Karena
menarik simpati melalui gambar-gambar yang diekspos adalah cara-cara
yang kita tidak diperintahkan oleh Allah untuk melakukannya (takalluf).
Di samping itu, gambar-gambar tersebut bisa melemahkan kekuatan kaum
muslimin, sebab saat kita melihat korban muslim yang dimutilasi, atau
tercabik-cabik tubuhnya di muka umum, maka hal ini menimbulkan ketakutan pada diri kaum muslimin lainnya terhadap perilaku musuh.
Padahal seharusnya kaum muslimin tidak menampakkan sikap lemah di hadapan musuhnya, dan menyembunyikan luka-luka mereka dari musuhnya, sehingga
mereka tetap kelihatan ‘kuat’. Demikian saduran dari jawaban Asy Syaikh
Al ‘Allaamah Shalih Al Fauzan, dalam Al Ijaabaat Al Muhimmah (2/105).
Sebagai penutup:
Jangan sampai kita menjadi umat yang demikian bodoh,
yang tidak bisa memahami hakikat ‘pembunuhan’, ‘penyembelihan’,
‘terluka parah’, ‘terbakar’, ‘diperkosa’, dll kecuali setelah melihat
gambarnya…
Ingatlah,
bahwa korban-korban tersebut adalah saudara/saudari kita, yang darah
dan kehormatannya terlindungi di mata syari’at, baik sewaktu hidup
maupun setelah mati.
Rasulullah bersabda:
(كسر عظم الميت ككسره حيا)
“Mematahkan
tulang mayit, seperti mematahkan tulangnya sewaktu hidup”. HR. Abu
Dawud, Ahmad, Ibn Majah dll dari Aisyah, dengan sanad yang hasan.
Ini menunjukkan bhw kehormatan seorang muslim adalah sama, baik ia hidup maupun mati.
Nabi juga bersabda
(لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه)
“Belumlah
seseorang dari kalian dianggap benar-benar beriman, sehingga ia
mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya”. Muttafaq
‘Alaih.
Marilah
kita Tanya diri kita: “Siapa diantara kita yang rela bila foto karib
kerabatnya yang terluka/termutilasi/tersingkap auratnya diekspos oleh
media massa??!!”
Atau relakah kita bila suatu saat diri kita tewas dalam keadaan yang mengenaskan lalu fotonya disebarluaskan??
Ingatlah, bahwa menyebarluaskan aib kaum muslimin termasuk dosa besar
yang bilamana yang bersangkutan telah wafat, maka kita telah kehilangan
kesempatan untuk minta maaf kepadanya, dan kita tidak tahu apakah dia
meridhai perbuatan kita ataukah tidak!!
Maka
segeralah bertaubat dan menghapus gambar-gambar tak layak yang pernah
kita upload, dan perbanyaklah istighfar, semoga kita tidak bangkrut
karena hal tersebut…
wallaahul musta’aan.
Disadur dan sejumlah tambahan dan penyesuaian dari
_________________________
Sufyan bin Fuad Baswedan, MA
Madinah, 28 Syawwal 1435 H.
Sumber : http://basweidan.com/hukum-menyebarkan-foto-korban-tewas-dan-terluka-dari-kaum-muslimin/