Al-Allamah Abdul muhsin Al-Abbad hafizhahullah Ta’ala ditanya:
Pertanyaan:
Apa nasihat anda kepada kami tentang hukum membaca tafsir Azh-Zhilal?
Jawaban:
Azh-Zhilal karya Syaikh Sayid Quthub rahimahullah padanya tercampur
antara yang baik dan buruk. Dan dia (Sayid Quthub) itu hakikatnya
adalah seorang penulis, bukan seorang ulama. Dan ilmu itu tidak bisa
diraih dari semisal penulis ini. Bahkan mungkin seorang insan bisa
mendapatkan bencana dari sesuatu yang ada pada penulis, atau terjadi
perkara yang membahayakan dengan sebab apa yang ada pada penulis dari
perkara-perkara yang tidak pantas, tidak semestinya.
Seorang
insan umurnya tidak cukup untuk membaca segala sesuatu, di sana ada
kitab-kitab yang bagus dan faedah-faedahnya besar. Itulah kitab-kitab
ilmiyah, dan penulisnya dari kalangan ulama yang jadi rujukan. Sama
saja apakah dari kalangan ulama terdahulu ataupun ulama sekarang. Maka
seorang insan yang membaca tafsir semisal tafsir Ibnu Jarir, Tafsir
Ibnu Katsir, Tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di dari
kalangan ulama zaman ini, ia akan mendapati kebaikan yang sangat banyak
di dalamnya. Menemukan kalamnya para ulama, mendapati nafas ilmu dan
ulama, lebih-lebih semisal Tafsir Ibnu As-Sa’di rahimahullah, maka itu
adalah tafsir yang berharga bersamaan dengan ringkasnya tapi
ungkapannya jelas beruntut. Di dalamnya terdapat pendalilan-pendalilan
yang cermat. Kitab ini sangat cocok untuk penuntut ilmu ataupun awam,
kalau dibacakan kepada orang awam di masjid-masjid niscaya akan diraih
banyak faedah dan menjadikan mereka mengerti makna-makna Al-Quran.
Kalau
penuntut ilmu menelaahnya niscaya mereka akan mendapatkan ilmu dan
dalamnya pendalilan. Karena sang penulis dikaruniai pemahaman terhadap
Kitabullah dan diberi taufiq memusatkan perhatian padanya. Maka barang
siapa yang membaca kitab-kitab dan tafsir beliau dia akan mendapati
ilmu yang berlimpah, mendapati ucapan seorang alim, dan dialeknya orang
berilmu yang jelas dan gamblang.
Adapun
kitabnya Sayid Quthub, maka isinya musibah, maka seorang insan mesti
menyibukkan dengan (kitab) yang lebih baik darinya, dengan (kitab) yang
aman dari satu sisi. Dan dengan apa yang melindungi jiwanya dari
akibat-akibat jelek dengan kitab-kitab yang bermanfaat. Adapun semisal
kitab ini (Zhilal-pent) yang isinya tercampur, berisi sekumpulan fikrah
(pemikiran) dan melepaskan pena dengan menulis perkara-perkara yang
tidak pantas tidak layak, seperti mencela sebagian para Nabi.
Dia (Sayid Quthub) mengatakan tentang Nabi Musa ‘alaihissalam :
“Beliau itu seorang yang temperamental”.
Ia berkata tentang Utsman Bin Affan radhiallahu ‘anhu pada beberapa kitabnya:
“Sesungguhnya kekhilafahannya itu adalah kekosongan.”
Dan
ini adalah pelecehan terhadap kedudukan Utsman radhiallahu ‘anhu pada
sebagian kitab-kitabnya. Dan sesungguhnya pada kekhilafahan beliau, ”
beliau sudah mengalami pikun, kekhilafahannya itu kekosongan. Ini
adalah ucapan pelecehan yang tidak pantas dan tidak layak.
Bahkan
dalam kekhilafahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu terjadi kebaikan
yang banyak di zaman beliau, terjadi penaklukan-penaklukan (negeri
kafir), dan hingga penghujung kehidupan beliau pada akal, pemahaman dan
ilmu beliau tidak terjadi sesuatu yang menjadikan orang ini (Sayid
Quthub) mengatakan: ” Beliau itu mengalami pikun dan kekhilafahan
beliau itu adalah kekosongan.”
Ini
adalah ucapan merendahkan, menjadi jongos bagi musuh-musuh Islam dan
muslimin yang menginginkan untuk mengambil dari orang -orang yang
menisbahkan diri kepada sunnah sesuatu untuk menjatuhkan Ahlussunnah.
Kesimpulannya,
sesungguhnya kitab semisal ini (Zhilal) tidak sepantasnya untuk
dipelajari, sesungguhnya yang pantas dipelajari adalah kitab yang aman
(dari penyimpangan) yang selamat, yang berisi ilmu, dan kitab yang
memberikan manfaat dan keselamatan, yang seorang insan keluar (dari
membacanya) membawa ilmu dan keselamatan.
Adapun
kitabnya Sayid Qutub maka tidak dihasilkan padanya ilmu dan terkadang
mengeluarkan bencana. Dan adapun celaannya kepada Amr bin Al-Ash
radhiallahu ‘anhu maka itu tercantum dalam kitab yang berjudul
“Syakhshiyaat Islamiyyah.”
Dia mencela Amr bin Al-Ash dan Mu’awiyah radhiallahu ‘anhuma, ia mengatakan:
“Kedua sahabat tadi itu adalah orang curang dan munafiq.”
Ini
Muawiyah bin Abi Sufyan penulis Wahyu memiliki kecurangan, maknanya:
Sesungguhnya ia (Muawiyah-pent) memasukan ke dalam Al-Quran sesuatu
yang selain Qur’an, dalam keadaan beliau adalah penulis Wahyu. Dalam
keadaan Rasulullah mempercayakan beliau untuk menulis Wahyu. Kita
berlindung kepda Allah dari kehinaan.
Abu Zur’ah Ar-Raazy rahimahullah berkata:
“Barang
siapa yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam sesungguhnya dia adalah orang zindiq. Yang
demikian itu karena sesungguhnya Rasulullah itu benar, Al-Kitab itu
benar, sesungguhnya yang menyampaikan Al-Kitab kepada kita adalah para
sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam keadaan mereka
menginginkan untuk menjarh saksi-saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab
dan As-Sunnah. Maka menjarh mereka itu lebih pantas karena mereka itu
adalah orang-orang zindiq.”
Syarh Sunan Abi Dawud 170.
Sumber : http://cutt.us/PC8W1
from=http://forumsalafy.net/nasehat-bagi-mereka-yang-masih-membaca-tafsir-fii-zhilalil-quran-karya-sayid-quthub/