Khotbah Jum’at, Masjid Nabawi, 27 Muharam 1438 H
Oleh : Syekh Abdul Bari At-Tsubaiti
Oleh : Syekh Abdul Bari At-Tsubaiti
Khotbah Pertama
Selanjutnya . . Islam mendidik seorang muslim berdasarkan nilai-nilai
filosofis, hukum, norma dan etika Islam untuk mengentaskannya ke puncak
cita-cita dan kemuliaan rasa empati yang membuat kehidupannya terangkat,
tujuannya semakin mantap, sepak terjangnya konstruktif dan efektif, sehingga
menjadi pribadi yang istimewa dan terselamatkan dari berbagai isu murahan.
Semua dihadapinya dengan kerja serius, penuh aspirasi untuk mengembangkan
usianya ( waktu-nya) dengan membangun, berprestasi dan memberikan sumbangsih.
Rambu-rambu ini tidak akan pernah berubah meskipun zaman dan ruang waktu
mengalami perubahan.
Seorang muslim tidak akan bergeser dari nilai-nilai luhur tersebut, kendatipun menghadapi berbagai macam sarana dan teknologi serba canggih masa kini.
Umar Bin Abdul Aziz –rahimahullah anhu- berkata :
"إنَّ لِى نَفْسًا تَوَّاقَة ، مَا نَالَتْ شَيْئًا إلَّا اشْتَهَتْ
مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ ،اشْتَهَيْتُ الْإمَارَةَ فَلَمَّا نِلْتُهَا اشْتَهَيْتُ
الْخِلَافَةَ ، فَلَمَّا نِلْتُهَا اشْتَهَيْتُ مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهَا ، وَهُوَ
الْجَنَّةُ ، وَأرْجُوْ أنْ أنَالَهَا "
"Jiwaku ini demikian menggelora. Jika mendapatkan sesuatu,
pastilah menginginkan yang lebih baik lagi; Aku pernah menginginkan kekuasaan
imarah (Jabatan Gubernur), ketika keinginan itu terwujud, akupun menginginkan
kekuasaan tingkat khilafah (Kepala Negara), namun ketika jabatan Kepala Negara
itu telah aku dapatkan, ternyata aku lagi-lagi ingin memperoleh yang lebih baik
dari itu semua, yaitu surga yang tentu aku mendambakannya”.
Islam menggembleng perilaku muslim untuk tidak ikut campur
dalam isu-isu murahan dan desas-desus rendahan dalam rangka mencapai tujuan
mulia dan cita-cita luhur. Islam mengaitkan perilaku itu dengan sikap
penghambaan kepada Allah –subhanahu wa ta’ala- yang merupakan klimaks kedudukan
paling agung yang menjadi tujuan seorang muslim, yang menjadi mercusuar
perjalanannya, poros sepak terjangnya dan titik tolak pemikirannya.
Sedangkan isu-isu dan desas-desus itu akan memalingkan dirinya dari segala urusan yang bernilai tinggi, akan membunuh jiwa tanggung-jawabnya dan akan melemahkan etos kerjanya, sehingga sulit diharapkan manfaatnya, selain tidak terjaminnya daya tangkal terhadap mara bahaya.
Sedangkan isu-isu dan desas-desus itu akan memalingkan dirinya dari segala urusan yang bernilai tinggi, akan membunuh jiwa tanggung-jawabnya dan akan melemahkan etos kerjanya, sehingga sulit diharapkan manfaatnya, selain tidak terjaminnya daya tangkal terhadap mara bahaya.
Jiwa yang telah keluar dari norma-norma dan tujuan mulianya pastilah merosot sehingga seluruh waktunya sia-sia, hari-harinya menjadi kacau, kewajiban-kewajibannya terabaikan, martabatnya hancur luluh dan peri kehidupannya menjadi hampa tidak bermutu.
Semangat seseorang menjadi layu, manakala dirinya tenggelam dalam urusan-urusan sepele yang menyita banyak perhatian. Antara lain; mendokumentasikan berita-berita yang tidak jelas sumbernya dan mengoleksi kata-kata keji dalam bentuk video klip murahan, lalu menyiarkannya melalui sosial media semata-mata ingin mendapatkan popularitas semu dan peliputan kejadian yang tidak bermakna.
Bahkan akan membahayakan, bukan memberi manfaat; merusak, bukan membangun; mencoreng rekam jejak pelakunya dan memperlihatkan skandal dirinya, manakala seseorang tampil dalam pakaian yang nista, tutur kata yang kotor dan perilaku yang memalukan, atau ketika dirinya dalam posisi yang menghinakan di mata orang-orang bijak, yang amat menjijikkan dalam pandangan orang-orang bermartabat. Maka dalam kondisi demikian, berarti seseorang melakukan pelecehan terhadap agamanya, tanah airnya dan bangsanya sendiri.
Bergelimang dalam berita-berita murahan itu dapat menurunkan
akhlak, mengurangi akal pikiran, mengekspresikan kebodohan dalam memahami
kehidupan, kedangkalan pola pikir dan ketertinggalan dari gerak laju ilmu
pengetahuan, selain dapat mematikan kemauan dan memperlemah pertumbuhan. Tidak
samar lagi bagi orang-orang yang cerdas berbagai macam kerusakan sosial dan
rumah tangga yang ditimbulkan oleh berita-berita murahan itu.
Orang yang pikirannya anjlok karena mengurusi berita-berita
murahan itu, telah memuja-muja hawa nafsunya, melecehkan lambang-lambang
kebesaran Allah, mengotori hatinya dengan berbagai perbuatan maksiat, mengendur
semangatnya karena dosa, lalu tumbang fitrah-nya.
Tidak asing lagi bagi orang yang berakal sehat bahwa
penyebab keterpurukan dan kenistaan suatu bangsa dalam pandangan Allah dan
penilaian sesama manusia adalah pelanggaran terhadap batas-batas yang harus
dihormati. Firman Allah :
ذَلِكَ وَمَنْ
يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ [ الحج/30 ]
“Demikianlah, barangsiapa mengagungkan lambang-lambang yang
dimuliakan Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya”. Qs Alhaj : 30
Firman Allah :
ذَلِكَ وَمَنْ
يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ [ الحج/32 ]
“Demikianlah (perintah Allah), barangsiapa mengagungkan
syi'ar-syi'ar (lambang-lambang kebesaran) Allah, maka sesungguhnya itu pertanda
ketakwaan hati”.Qs Alhaj : 32
Tunduk dan menyerah kepada berita-berita bohong dan
gunjingan yang tidak bermutu akan melahirkan sikap acuh tak acuh terhadap orang
lain dan sikap suka mempertontonkan kebolehan diri
yang dapat mematikan rasa malu. Itulah sikap yang dilarang oleh
Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- dalam sabdanya :
" كُلُّ
أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ
عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ
بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ "رواه
البخاري
“Seluruh umatku akan diampuni dosanya kecuali orang-orang
yang mempertontonkan kemaksiatannya. Termasuk di antaranya ialah seseorang yang
telah melakukan perbuatan dosa di malam hari, dan Allah telah menutupi
skandalnya itu. Namun keesokan harinya ia lalu berkata : ‘Wahai Si A, semalam
aku telah melakukan ini dan itu’, padahal semalam Allah telah menutupi
skandalnya, tetapi dirinya sendiri di pagi hari yang membongkar apa yang telah
dirahasiakan oleh Allah itu”. HR Bukhari.
Allah –subhanahu wa ta’ala- Maha menutup aib; Dia menutup
aib hambaNya pada hari kiamat. Kebaikan itu Allah berikan bagi orang yang
berbuat dosa selama orang tersebut tidak membeberkan aibnya sendiri. Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
" إِنَّ
اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ
أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ
حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ
سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ
فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ " رواه البخاري ومسلم
“Sesungguhnya Allah akan mendekatkan seorang mukmin, lalu
meletakkan tiraiNya padanya dan menutupinya. Lalu bertanya: “Apakah engkau
mengetahui dosa(mu) ini, apakah engkau mengetahui dosa(mu) ini?”. Orang mukmin
itu menjawab : “Ya, wahai Tuhanku”. Sehingga, ketika Allah telah membuat orang
mukmin itu mengakui dosa-dosanya, dan orang tersebut melihat dirinya pasti
celaka, Allah pun berfirman: “Aku telah menutupinya bagimu di dunia, dan
sekarang Aku menghapusnya untukmu pada hari kiamat ini”. Sesudah itu, buku
catatan kebaikannya diberikan kepadanya [HR Bukhari]
Menaruh perhatian terhadap rumor murahan dan mengikuti
langkah orang-orang yang suka memasarkannya dapat mendorong kita menyematkan rambu-rambu ketenaran di pundak mereka yang
membuat mereka percaya diri untuk tampil di panggung, padahal mereka itu
kerdil; dapat memotivasi mereka menjadi populer
lantaran promosi yang kita lakukan terhadap sepak terjang mereka yang memalukan
dan prestasi mereka yang rendahan; memperluas kesempatan bagi mereka
untuk merusak cita rasa masyarakat luas serta menghancurkan nilai-nilai moral
dan memalingkan perhatian orang banyak dari upaya-upaya memajukan diri di
bidang pembangunan.
Yang lebih parah lagi ialah manakala kaum pembual murahan
itu terbuai oleh popularitas diri mereka lalu berani memasuki persoalan-persoalan yang bukan
bidang mereka, kemudian berbicara tentang ilmu yang bukan kapasitas mereka; Di antara mereka ada yang
memberi fatwa tentang hukum syara’ dan agama berdasarkan ketidaktahuan dan kemauan
hawa nafsunya; ada yang memandang remeh dan melecehkan ketentuan hukum berhijab
(bagi wanita); ada yang mencemooh hukum dan ajaran Islam; ada yang suka
mengoyak harga diri pejabat pemerintahan; dan ada pula yang meremehkan peran
ulama’ para dai dan penuntut Ilmu. Ada peribahasa kuno yang menyatakan :
" إذَا
خَرَجَ الماَءُ مِنَ الإنَـاءِ مَلَأهُ الْهَـوَاءُ "
“Jika suatu tempayan kosong dari air, maka akan dipenuhi
udara hampa”.
Siapa saja yang mengikuti berita-berita murahan bersama
orang-orang yang suka memasarkannya, akan merusak hari-harinya dengan
perdebatan yang dapat mengurangi keimanannya dan melumpuhkan semangatnya.
Gara-gara penyebaran rumor dan kabar burung itu, moral seseorang menjadi rusak.
Masyarakat akan terkena imbas dari penyebaran gunjingan dan
kedustaan yang juga dapat menggoyahkan keamanan mereka. Sudah berapa banyak
desas-desus dan kabar burung menimbulkan perpecahan yang sulit dirajut kembali,
dan permusuhan yang sukar didamaikan.
Mencintai popularitas merupakan penyakit terselubung.
Jika penyakit itu telah menguasai pola pikir seseorang, akan menyeretnya untuk
membenarkan segala cara dan melampaui setiap nilai luhur akibat hatinya telah
tertutup oleh kabut egoisme sehingga tidak mampu lagi melihat kebaikan
dan secercah cahaya kebenaran. Itulah sebabnya, Islam mewanti-wanti untuk tidak
terjebak dalam memburu popularitas dan gaya hidup mentereng yang hanya
disandang oleh orang-orang yang jiwanya sakit lantaran suka memamerkan diri
yang dapat menghapus pahala amal kebajikan dalam sorotan neraca syariat. Dalam
konteks ini, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
" مَنْ
لَبِسَ ثوْبَ شُهْرَة ألبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلّةٍ " رواه ابن ماجة
"Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan, maka
Allah akan mengenakan pakaian kehinaan”. HR Ibnu Majah
" قُلْ
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لَا شَرِيْكَ لَه"[ الأنعام / 162 ]
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. Qs Al-An’am :162
Pastilah orang yang sibuk mengurusi berita-berita murahan
itu akan sadar di belakang hari, sementara orang-orang yang (nasibnya)
beruntung telah terselamatkan dari padanya, juga orang-orang yang berpikir
serius telah meninggalkannya dan orang-orang yang bekerja keras telah terbebas
darinya. Saat itulah orang yang termakan isu akan gigit jari penyesalan ketika
sadar bahwa dirinya benar-benar tertidur pulas dan terlena dalam fata morgana.
Maka ditinggalkannya posisi itu, sementara dirinya telah terjatuh oleh
kebodohannya sendiri, semangatnya terperosok dan hilanglah sudah kesempatan.
Namun apa boleh dikata jika nasi telah menjadi bubur.
Seorang muslim adalah pengemban misi dalam hidupnya. Maka
seyogianya menghindar dari lumpur persoalan-persoalan yang tidak bermutu itu,
berbekal dengan semangat tinggi dan mencurahkan seluruh usianya untuk meraih
ridha Ilahi, memberikan manfaat bagi agamanya, tanah airnya dan bangsanya,
melalui ilmu yang bermanfaat dan amal kebajikan.
Islam telah menyampaikan pesan-pesannya yang demikian
komprehensif dalam upaya melindungi masyarakat dari dampak buruk perilaku yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar akhlak mulia. Sabda Nabi –shallallahu
alaihi wa sallam- :
"إِنَّ اللهَ كَرِيْمٌ
يُحِبُّ الْكَرَمَ وَمَعَالِيَ اْلأَخْلاَقِ وَيُبْغِضُ سِفْسَافَهَا" رواه
الحاكم فى مستدركه
“Sesungguhnya Allah Maha Pemurah menyukai kemurahan dan
keluhuran akhlak serta membenci kerendahannya (akhlak)”. HR. Alhakim dalam
Mustadraknya.
******
Khotbah Kedua
Rumah tangga adalah pertahanan pertama dalam menghadapi sikap menanggapi
isu-isu murahan; yaitu dengan menampilkan perilaku yang baik dan keteladanan
yang layak serta dengan mempersiapkan sarana pembinaan semangat dan merancang
target pendakian ke puncak pencapaian.
Media massa (dalam konteks ini) memikul tanggung jawab yang
tidak boleh dipandang sebelah mata dalam upaya mengeringkan sumber-sumber
berita bohong dan membungkam para pembawanya yang murahan serta menutup rapat
jalur-jalurnya. Instrumen yang paling efektif dalam hal ini adalah dengan cara;
tetap konsisten terhadap pondasi akidah dan terus menegakkan norma-norma yang
luhur.
Para pemuda kita memegang peranan dalam mengubur hidup-hidup
segala rumor yang muncul; tanpa ikut menyebarkannya, mengedarkannya dan
mendengarkan corong-corongnya. Begitupun para pemudi muslimat kita; rasa malu
yang mereka miliki merupakan sumber kejayaan dan keindahan. Sungguh larut dalam
terowongan rumor dan isu yang tidak berdasar tersebut merupakan jalan menurun
yang sangat berbahaya karena kejahatannya yang cepat menyebar.
Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda :
" الْحَيَاءُ
وَ الْإيْمَانُ قُرِنَا جَمِيْعًا فَإذَا رُفِعَ أحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ "
رواه الحاكم فى المستدرك
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu
hilang maka yang lain pun akan menghilang.” HR. Hakim dalam Mustadrak.
Allah berfirman :
فَلا تَخْضَعْنَ
بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ [ الأحزاب/ 32]
“Maka janganlah kalian memanjakan (suara) dalam berbicara sehingga
orang yang ada penyakit dalam hatinya menaruh harapan”. Qs Al-Ahzab:32
Seharusnya seorang muslim menjaga diri dari isu-isu
dan rumor murahan itu dengan selalu merasa akan kehadiran Allah yang
melindunginya dari pandangan, pendengaran, perkataan dan pergaulan yang tidak
bermakna. Demikian pula dengan merasa dirinya selalu dalam
pengawasan Allah. Itulah yang membuat seseorang senantiasa tersambung
dengan keagungan Allah sehingga konsepsi tentang popularitas dan superioritas
dapat teratasi. Sebab neraca akhirat tidaklah sama dengan neraca dunia.
Allah berfirman :
إِذَا وَقَعَتِ
الْوَاقِعَةُ، لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ، خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ [
الواقعة/1-3]
“Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat
berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan
meninggikan (golongan yang lain”. Qs Al-Waqiah : 1-3
=== Doa Penutup ===
Penerjemah: Usman Hatim