Pertanyaan:
Samahatusy Syaikh Shalih Al-Fauzan, apa pendapat Anda
tentang orang yang yang menyibukkan diri dengan mengotak-ngotak manusia dan
mencari-cari ketergelinciran ulama, para dai dan penuntut ilmu, baik mereka
yang masih hidup ataupun yang telah tiada.
Kemudian iapun menyebarluaskan kesalahan tersebut kepada
masyarakat umum, memperingatkan mereka dari para ulama dan para dai dengan
menyebut nama-namanya (secara terang). Iapun mengasingkan saudara-saudaranya
yang tidak sepaham dalam masalah ijtihad dengan label ‘mubtadi’(ahli bida’ah).
Iapun meng-hajr dan men-tahdzir dan terkadang
membuat informasi dusta atas mereka. Hingga akhirnya mereka (orang yang suka
mentahdzir) enggan shalat dibelakang saudara-saudaranya (yang ditahdzir).
Manusia diuji dengan individu, dimana ia dijadikan tolak
ukur wala(cinta) dan bara (benci). Terlebih, mereka menyangka
bahwasanya hanya merekalah yan berhak dilabeli “salafiyah” bukan orang lain
selain golongannya.
Mereka juga membuat desas-desus bahwa Anda wahai samahatusy
Syaikh mendukung apa yang menjadi pendapat mereka ini. Oleh sebab itu,
banyak terjadi perpecahan yang besar antara para penuntut ilmu yang
mengagungkan Al-Kitab, As Sunnah dan para ulama salaf umat ini.
Apa nasehat Anda wahai Samahatusy Syaikh?
Jawaban:
Pertanyaan ini telah kujelaskan panjang lebar dalam muhadharah.
Wahai saudara-saudaraku dengarkanlah firman Allah Ta’ala ini,
وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Takutlah kepada Allah.”(QS.Al Hujurat:12)
Wahai kalian orang yang gemar membicarakan orang lain,
tidakkah kalian kembali untuk mengoreksi diri kalian sendiri, menghitung-hitung
aib-aibmu. Tidakkah engkau mengakui aib-aibmu sebelum (engkau melihat) aib
orang lain. Bertaubatlah kepada Allah Azza wa Jalla.
Allah tidaklah menjadikanmu sebagai pengawas orang lain dan
menghitung-hitung aib-aib mereka. Tugasmu hanyalah menghisab dirimu sendiri.
Jika engkau melihat kesalahaan yang ada pada saudaramu
hendaknya engkau menasehatinya dengan nasehat yang lemah lembut lagi penuh
hikmah secara empat mata (sembunyi-sembunyi).
Adapun membicarakan (aib seseorang) dalam suatu majlis maka perkara ini haram dilakukan. Inilah sejatinya ghibah yang terlarang.
Aku juga nasehatkan.. wahai
orang yang menyibukkan diri dengan perbuatan haram ini, hendaknya mereka
menuntut ilmu terlebih dahulu. Karena ghibah ini tidaklah terjadi kecuali
disebabkan karena kebodohan.
Itulah mereka orang-orang bodoh yang menyangka diri mereka
seorang ulama atau penuntut ilmu kemudian mereka mencari-cari kekurangan orang
lain, mencari-cari aib orang lain, mereka melakukan ta’dil (memberi
status adil pada seseorang) dan men-jarh (mencacat seseorang). Inilah
kesibukan mereka. Kewajiban mereka terpenting adalah menuntut ilmu (belajar
agama) sampai mereka mengetahui yang haq diantara kebathilan, mengetahui
kebenaran diantara kesalahan dan sampai mereka memahami bagaimanakah
(sikap yang benar) saat menerima kesalahan orang lain.
Perkara ini:
- Membutuhkan pemahaman,
- Membutuhkan ilmu,
- Ditangani secara sembunyi,
- Ditangani dengan sesuatu yang lebih baik,
- Ditangani dengan mau’idzah (peringatan yang baik)
- Dengan nasehat dan peringatan yang baik dan penuh hikmah.
Tidaklah ditangani dengan cara-cara seperti diatas (dengan
ghibah dalam majlis) yang mampu membakar api perseteruan di dalam masyarakat
dan saling membenci antara satu muslim dengan muslim lainnya, antara satu
penuntut ilmu dengan penuntut ilmu yang lain sampai-sampai kondisinya seperti
yang disebutkan dalam soal diatas, sebagian ikhwah tidak mau shalat dibelakang
ikhwah yang lain.
Kenapa ini terjadi?
Bukankah kalian sesama muslim?
Bukankah kalian bersaudara karena Allah Azza wa Jalla?
Lalu mengapa kalian tidak mau shalat dibelakang saudaranya
yang lain?
Orang yang tidak diperbolehkan shalat dibelakangnya hanyalah
orang fasiq.
Dan orang fasiq disini
adalah orang yang fasiq aqidahnya atau fasiq amal perbuatannya yang nampak
kefasiqannya atau yang terang-terangan melakukan kefasiqan.
Orang semacam inilah yang tidak diperbolehkan shalat dibelakangnya.
Adapun orang yang tertutup (aibnya) atau seseorang yang
tidak memiliki sesuatu yang nampak (kefasiqannya) sementara engkau
mencurigainya atau hanya karena dia tidak sependapat denganmu pada sesuatu yang
engkau inginkan kemudian engkau menjadikan ini sebagai alasan mentahdzirnya,
memutus persaudaraan, perpecahan, perbedaaan maka ini semua tidak dibenarkan. Na’am.
****
Sumber: Channel Telegram Rawa’iurrabbaniyyin
Sumber: Channel Telegram Rawa’iurrabbaniyyin
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah wanitasalihah.com
Artikel wanitasalihah.com
________
http://wanitasalihah.com/wahai-orang-yang-gemar-mencari-cari-kesalahan-ulama-ustadz-dan-para-penuntut-ilmu-dengarlah-seruan-ini/?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+wanitasalihah+%28Wanita+Salihah+Perhiasan+Terindah%29