Pembeo, penjilat, pendukung rezim!
Kata-kata ini, biasanya muncul dan diarahkan kepada sosok yang tak mau melakukan koreksi, kritik, atau makar terhadap penguasa secara terbuka.
Tak ayal, berbagai hujatan pun mengiringinya. Begitu yang terjadi.
Demo, mobilisasi massa, protes menggugat kebijakan pemimpin, hingga
kemudian berupaya menjungkirkannya.
Cara dan upaya ini, menurut para penganutnya sangat efektif untuk menggiring pemimpin sehingga bersedia memenuhi tuntutan rakyat.
Sementara itu, pada sisi lainnya, cara-cara ini juga berpotensi
menimbulkan konflik terbuka. Sehingga tidak jarang terjadi instabilitas
di masyarakat, dan perseteruan berkepanjangan. Maksud
hati ingin menyampaikan nasihat, tetapi faktanya melontarkan hujatan,
ghibah dan provokasi, serta justru menumbuhkan keresahan. ‘Betapa banyak orang menginginkan kebenaran, tetapi tidak meraihnya’.
Sikap
menggugat seperti ini, pernah muncul pada zaman sahabat, dan waktu itu
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup. Tatkala Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi rampasan perang di Hunain, dengan
memberikannya kepada orang-orang muallaf dan tidak memberikan kepadanya sedikit pun. Pimpinan mereka menyampaikan protes, sembari mengatakan : “Bersikap adillah, wahai Muhammad! Sesungguhnya pembagian yang engkau lakukan ini tidak dimaksudkan untuk mencari wajah Allah,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Celaka
engkau. Siapa lagi yang akan berbuat adil kalau aku tidak berbuat adil?
Sesungguhnya aku orang yang paling mengenal Allah dan paling bertaqwa
kepadaNya”. [HR Bukhari-Muslim].
Dari
protes yang ditunjukkan laki-laki penentang Rasulullah ini, terlihat
dengan jelas faktor-faktor yang telah mendorongnya melakukan
pembangkangan. Dia
menjadikan himpitan sosial, politik atau ekonomi sebagai sarana untuk
keluar dari prinsip-prinsip pemahaman Islam dan melakukan pemberontakan
kepada penguasa kaum Muslimin. Kemudian, dia juga berbuat lancang
terhadap waliyul amr.
Sikap
semacam ini, sangat bertentangan dengan prinsip Ahlu Sunnah wal
Jama’ah. Para ulama Ahlu Sunnah, di dalam kitab-kitab aqidah telah
memperingatkan, agar umat tidak melakukan pembangkangan terhadap para
pemimpin negara. Para ulama telah memahami berdasarkan Sunnah, tentang
celaan terhadap Khawarij dan fitnahnya yang dialami umat. Sehingga,
para ulama Ahlu Sunnah menyatakan keharusan untuk mendengar dan
mentaati pemimpin, yang baik maupun yang jahat. Tentu, dengan berlandaskan prinsip-prinsip manhaj dan aqidah yang benar. Yaitu hanya mendengar dan taat dalam hal yang ma’ruf. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوْفِ
Sesungguhnya, ketaatan hanyalah dalam hal yang ma’ruf.
Apabila
seorang pemimpin memerintahkan kepada perbuatan maksiat, maka Ahlu
Sunnah tidak akan melakukannya, namun tidak berarti boleh melakukan
pembangkangan kepada para penguasa tersebut.
Disinilah
perlunya seorang muslim mengetahui dan memahami cara bersikap kepada
penguasa. Apabila seorang muslim tidak memahami cara bersikap kepada
penguasa, niscaya akan menimbulkan keburukan dan kerusakan.
Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar Ruhaili –hafizhahullah–
pada Tabligh Akbar di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad 20 Jumadil Tsani
1427H /16 Juli 2006 M telah menyebutkan empat prinsip dalam bermu’amalah dengan penguasa.
Prinsip Pertama. Wajibnya bai’at kepada penguasa, dan ini merupakan kewajiban setiap orang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا
حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa
melepaskan ketaatan (dari penguasa), niscaya akan menjumpai Allah tanpa
memiliki hujjah (alasan). Dan barangsiapa meninggal tanpa ikatan
bai’at, maka kematiannya (seperti) kematian jahiliyah. [HR Muslim, 3441].
Prinsip Kedua. Menasihati para penguasa dengan menjauhi sikap memberontak, membangkang, mencaci atau menghinanya. Adanya kesalahan pada pemimpin, bukan berarti kita boleh menginjak-injak kehormatannya. Kita disyari’atkan untuk
menasihati dan menjelaskan kesalahannya dengan cara-cara yang benar,
mempertimbangkan situasi dan kondisi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا : (مِنْهَا ): وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ
Sesungguhnya
Allah meridhai tiga hal pada kalian (di antaranya), kalian menasihati
orang-orang yang Allah jadikan penguasa atas urusan kalian. [HR Ahmad, 23278; Malik, 1578].
Prinsip Ketiga. Mendengar dan taat kepada penguasa dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah. Karena urusan jama’ah tidak akan lurus, kecuali dengan keberadaan imamah (kepemimpinan).
Dan tidak lurus sebuah kepemimpinan, kecuali dengan ketaatan. (Perlu
diketahui bahwa maksud jama’ah di sini bukan jama’ah sempalan, alias
kelompok. Dan maksud Imamah bukan imamah bagi jama’ah sempalan. Sebab
demikian bukan jama’ah kaum muslimin-red)
Prinsip Keempat. Tidak sembrono dengan melontarkan takfir kepada penguasa muslim. Karena takfir merupakan
hak Allah. Tidak boleh dilontarkan kecuali kepada orang yang berhak
dikafirkan dan layak mendapatkannya. Harus disadari, lontaran takfir kepada
penguasa akan menimbulkan keresahan. Sebab, pengkafiran terhadap
penguasa berdampak pada berbagai masalah. Oleh karena itu, Ahli Sunnah
wal Jama’ah menetapkan, seorang penguasa tidak boleh dikafirkan kecuali
bila terpenuhi syarat-syaratnya.
Setelah
mengetahui prinsip-prinsip ini, maka tidak selayaknya seorang muslim
mengambil dan mengadopsi cara-cara selain yang telah menjadi pedoman
para ulama Ahlu Sunnah. Jika hendak memperbaiki, maka tidak asal
melakukan hujatan. Letakkan semua permasalahan berlandaskan manhaj dan aqidah yang benar.
Washalallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak
Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Sumber: https://almanhaj.or.id/6108-membangkang-bertentangan-dengan-prinsip-ahli-sunnah.html