Menggunakan hak suara dalam pemilukada untuk memilih pemimpin muslim adalah sebuah kewajiban dan keharusan dalam syariat.
Karena Islam mewajibkan kita mengangkat pemimpin muslim, dan melarang kita dengan ancaman yang KERAS memilih pemimpin kafir.
Allah telah berfirman (yang artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang KAFIR sebagai PEMIMPIN meninggalkan orang-orang mukmin!
Apakah kalian ingin memberikan alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukum kalian)?!
“Sungguh,
orang-orang MUNAFIK itu ditempatkan pada jurang paling bawah di Neraka.
Dan engkau tidak tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka!” [Annisa’: 144-145].
Saudaraku seiman, rasakanlah getaran 3 ancaman Allah dalam ayat ini jika memilih pemimpin kafir:
1. Memilih pemimpin kafir, berarti membuka pintu hukuman dari Allah.
2. Allah menganggap mereka yang memilih pemimpin kafir sebagai munafik.
3. Bahwa orang munafik yang demikian tempatnya di jurang neraka yang paling dalam.
=====
Saudaraku
seiman, bagi yang merasa golput adalah tindakan menghindarkan diri dari
sistem demokrasi dan itulah pilihan yang selamat; penulis hanya bisa
mengingatkan:
a.
Golput adalah pilihan yang diberikan oleh sistem demokrasi sebagaimana
pilihan memilih… sehingga dengan bergolput; sebenarnya kita juga tidak
lepas dari sistem demokrasi… karena memilih atau tidak memilih masih
dalam koridor demokrasi.
b.
Dengan bergolput, berarti kita memberikan jalan kepada orang kafir
untuk memimpin kaum muslimin… dan ini sangat bertentangan dengan firman
Allah ta’ala (yang artinya):
“Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang KAFIR untuk mengalahkan orang-orang yang beriman” [Annisa: 141, lihat Ibnu Katsir 2/437].
Jika
Allah tidak menginginkan orang yang beriman kalah, lalu bagaimana kita
malah memuluskan jalan orang kafir untuk menguasai kaum mukminin.
c.
Bolehnya menggunakan suara dalam pemilu, tidak harus sampai pada
derajat darurat atau genting, karena para ulama ahlussunnah
memasukkannya dalam kaidah “memilih pilihan yang paling ringan mudharatnya.”
Hal
ini bisa disederhanakan dengan contoh kasus: apabila kita berada
diantara dua pilihan, rugi kehilangan motor atau kehilangan mobil,
karena sesuatu hal… Maka, yang akan kita lakukan adalah memilih untuk
mengamankan mobil karena dia lebih berharga, walaupun motor harus
menjadi korban… dan keadaan ini bukanlah keadaan darurat atau genting
sehingga kalau tidak memilih kita akan mati… tapi kita memilih pilihan
itu hanya karena menginginkan mafsadah yang lebih ringan.
Oleh
karena itu, marilah kita semua sebagai sesama saudara, saling membantu
saudara kita yang seiman, untuk mengalahkan yang kafir, dan ingatkan
diri masing-masing pada sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam:
“Sungguh
seorang mukmin yang satu dengan mukmin lainnya itu ibarat sebuah
bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya” [HR. Bukhori:481 dan Muslim:2585].
Silahkan dishare… semoga bermanfaat…
_____
Musyaffa’ Ad Dariny, حفظه الله تعالى
from=http://bbg-alilmu.com/archives/25861