Allah Ta’ala memiliki sifat Al ‘Uluw yaitu Maha Tinggi, dan dengan ke-Maha Tinggi-an-Nya Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy. Istiwa artinya ‘alaa was taqarra, tinggi dan menetap. Allah ber-istiwa di atas ‘Arsy artinya Allah Maha Tinggi menetap di atas ‘Arsy. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Ar Rahman (Allah) ber-istiwa di atas ‘Arsy” (QS. Thaha: 5).
Dan
peristiwa Isra Mi’raj adalah salah satu dalil bahwa Allah Ta’ala Maha
Tinggi berada di atas langit. Mengapa demikian? Simak penjelasannya.
Dalil-dalil Sifat Al ‘Uluw bagi Allah
Dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya Allah Ta’ala itu Maha Tinggi dan Ia ber-istiwa di atas Arsy sangatlah banyak, baik dari Al Qur’an, Al Hadits dan ijma salaf.
Dalil-dalil dari Al Qur’an mengenai hal ini bisa dibagi menjadi lima jenis:
Pertama: Dalil-dalil yang menyebutkan bahwa Allah menamai diri-Nya dengan Al Aliy (العلي) dan Al A’la (الأعلى) dan diantara kaidah ahlussunnah dalam al asma was shifat Allah adalah:
أسماء الله أعلام وأوصاف
“nama-nama Allah Ta’ala itu mengandung nama sekaligus sifat Allah”
Kedua: Dalil-dalil
yang menyebutkan bahwa Allah menyatakan diri-Nya ber-istiwa di atas
Arsy. Sedikitnya ada 7 tempat dalam Al Qur’an yang menyebutkan hal ini.
Diantaranya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Ar Rahman (Allah) ber-istiwa di atas ‘Arsy” (QS. Thaha: 5).
Ketiga: Dalil-dalil yang menyebutkan sifat fauqiyah, yaitu bahwa Allah ada di atas. Diantaranya Allah Ta’ala berfirman tentang Malaikat:
يَخَافُونَ رَبَّهُم مِّن فَوْقِهِمْ
“Para Malaikat itu takut kepada Rabb mereka yang ada di atas mereka” (QS. An Nahl: 50).
Keempat: Allah Ta’ala menegaskan bahwa kalimat thayyibah akan naik kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya” (QS. Fathir: 10).
Kelima: Dalil-dalil yang menyebutkan tentang adanya hal-hal yang diangkat kepada Allah. Diantaranya firman Allah Ta’ala tentang Isa ‘alaihissalam:
بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ
“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya” (QS. An Nisa: 158).
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَىٰ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
“(Ingatlah),
ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan
kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku”” (QS. Ali Imran: 55).
Adapun dalil-dalil dari hadits sangatlah banyak sekali hingga tak terhitung.
Ibnul Qayyim mengatakan:
إن الآيات والأخبار الدالة على علو الرب على خلقه ,واستوائه على عرشه تقارب الألوف
“Ayat-ayat
dan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi di atas
makhluk-Nya, dan bahwa Allah ber-istiwa di atas Arsy, itu semua
mencapai ribuan” (Mukhtashar Ash Shawaiqul Mursalah, 1/386).
Para ulama ijma bahwa Allah Maha Tinggi ber-istiwa di atas Arsy
Penetapan
bahwa Allah Ta’ala Maha Tinggi, berada di atas langit dan ber-istiwa di
atas Arsy adalah ijma (konsensus) salaf serta ijma para ulama yang
mengikuti jejak mereka. Bahkan nukilan ijma mengenai hal ini sangatlah
banyak, jelas dan valid. Dalam kitab Al ‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar, Imam Adz Dzahabi menukil perkataan Ishaq bin Rahuwaih:
قال الله تعالى {الرحمن على العرش استوى} إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Ar Rahman ber-istiwa di atas Arsy’, ini adalah ijma para ulama yaitu bahwa Allah ber-istiwa di atas Arsy, dan Allah mengetahui segala sesuatu hingga di bawah bumi yang ke tujuh” (Al ‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar, 179).
Imam Ibnu Bathah mengatakan:
أجمع
المسلمون من الصحابة والتابعين، وجميع أهل العلم من المؤمنين أن الله
تبارك وتعالى على عرشه، فوق سماواته بائن من خلقه، وعلمه محيط بجميع خلقه،
لا يأبى ذلك ولا ينكره إلا من انتحل مذاهب الحلولية
“Kaum Muslimin dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in serta para ulama kaum Mu’minin bersepakat bahwasanya Allah Tabaraka wa Ta’ala berada
di atas Arsy, di atas langit-langit dan terbedakan dengan makhluknya.
Adapun ilmu Allah meliputi seluruh makhluk. Tidak ada yang menolak dan
mengingkari keyakinan ini kecuali orang-orang yang terpengaruh madzhab
hululiyyah” (Al Ibanah Al Kubra, 7/136).
Mulianya Sifat Maha Tinggi dan Istiwa Allah di Atas Arsy
Tentunya
sifat Maha Tinggi dan istiwa Allah di atas Arsy ini sesuai dengan
kemuliaan dan keagungan-Nya, tidak sebagaimana sifat tinggi dan sifat istiwa pada
makhluk. Sebagaimana Allah juga punya sifat mendengar dan melihat,
sedangkan manusia juga mendengar dan melihat. Namun sifat mendengar
dan melihat pada Allah tidak sama seperti sifat mendengar dan melihat
pada manusia. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syura: 11).
Isra Mi’raj adalah salah satu dalil sifat Al ‘Uluw bagi Allah
Diantara dalil yang menunjukkan bahwasanya Allah Ta’ala Maha Tinggi, Ia berada di langit ber-istiwa di atas Arsy, adalah peristiwa Isra Mi’raj. Lebih tepatnya pada peristiwa Mi’raj, ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam diperjalankan ke langit dan bertemu dengan Allah Ta’ala menerima perintah shalat lima waktu.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu beliau berkata:
لمَّا
أُسْريَ برسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ انتُهيَ بِهِ إلى
سدرةِ المنتَهَى ، وَهيَ في السَّماءِ السَّادسةِ ، إليها ينتَهي ما يعرجُ
بِهِ منَ الأرضِ ، فيقبِضُ منها ، وإليها ينتَهي ما يُهْبِطُ بِهِ مِن
فوقِها فيقبِضُ منها ، قالَ : إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى [ 53
/ النجم / الآية – 16 ] قالَ : فِراشٌ من ذَهَبٍ ، قالَ : فأُعْطيَ رسولُ
اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ ثلاثًا : أُعْطيَ الصَّلواتِ الخمسَ
، وأُعْطيَ خواتيمَ سورةِ البقرةِ ، وغُفِرَ لمن لم يشرِكْ باللَّهِ من
أمَّتِهِ شيئًا ، المُقْحِماتُ
“Ketika
Rasullullah Shallallahu’alaihi Wasallam diperjalankan hingga ke
Sidaratul Muntaha, yaitu di langit ke enam. Di sanalah terhenti segala
sesuatu yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan di sana pula
terhenti segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di
sana. “Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya” (QS. An Najm: 16). Ibnu Mas’ud mengatakan: “yaitu tempat tidur yang terbuat dari emas”. Beliau lalu mengatakan: Lalu Rasulullah diberikan tiga hal di sana: diberikan perintah shalat lima waktu, diberikan ayat-ayat terakhir surat Al Baqarah, dan diampuni orang-orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun dari umatnya walaupun ia berbuat dosa besar” (HR. Muslim no. 173).
Imam Ibnu Mandah dalam Kitabut Tauhid membuat bab:
ذكر الايات المتلوة و الاخبار المأثورة بنقل الرواة المقبولة التي تدل على أن الله تعالى فوق سمواته و عرشه و خلقه قاهرا سميعا عليما
“Penyebutan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits dengan periwayatan yang diterima yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala ada
di atas langit dan di atas Arsy-nya serta di atas para makhluk-Nya,
dalam keadaan Ia Maha Kuasa, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (Kitabut Tauhid libni Mandah, hal. 761, cetakan Dar Hadyun Nabawi Mesir).
Dan
diantara hadits-hadits yang beliau bawakan dalam bab tersebut adalah
hadits Ibnu Mas’ud riwayat Muslim di atas. Mengisyaratkan bahwa beliau
berdalil dengan hadits mengenai Isra Mi’raj, yaitu diperjalankannya
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam diperjalankan ke langit, untuk menunjukkan bahwa Allah Ta’ala Maha Tinggi berada di atas langit, di atas Arsy dan di atas para makhluk-Nya.
Imam Adz Dzahabi dalam kitab Al ‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar juga membawakan hadits panjang dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim mengenai kisah Isra dan Mi’raj (Al ‘Uluw li ‘Aliyyil Ghaffar, no. 17). Dan kitab tersebut seluruhnya berisi dalil-dalil mengenai sifat Al ‘Uluw sebagaimana judulnya.
Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi juga menyatakan:
وَفِي حَدِيثِ الْمِعْرَاجِ دَلِيلٌ عَلَى ثُبُوتِ صِفَةِ الْعُلُوِّ لِلَّهِ تَعَالَى مِنْ وُجُوهٍ، لِمَنْ تَدَبَّرَهُ
“Dan dalam hadits mengenai Mi’raj terdapat dalil ditetapkannya sifat Al ‘Uluw bagi Allah Ta’ala dari banyak sisi pandang, bagi orang yang mentadabburinya”(Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyyah, 1/226).
Syaikh Abdul Aziz Ar Rajihi menjelaskan:
أما
الفوائد الأخرى العامة المستنبطة من حديث الإسراء والمعراج ففيه أولا
إثبات العلو لله عز وجل من وجوه: حيث إن الرسول -عليه الصلاة والسلام- عرج
به إلى ربه عز وجل ثم جاوز السبع الطباق ثم لما كان يتردد بين ربه وبين
موسى في كل مرة يعلو به جبرائيل إلى الجبار -تبارك وتعالى- فيه الرد على
من أنكر العلو من الجهمية والمعتزلة والأشاعرة وغيرهم
“Faidah umum lainnya yang bisa kita petik dari hadits isra mi’raj adalah: pertama,
penetapan sifat Al ‘Uluw bagi Allah ‘Azza wa Jalla dari berbagai
sisinya. Karena Rasulullah ‘alaihis shalatu wassalam diangkat naik
menghadap Allah ‘Azza wa Jalla hingga langit yang ke-7. Kemudian beliau
bolak-balik antara menghadap Allah dan bicara dengan Nabi Musa. Setiap
kali setelah bicara dengan Musa, Jibril membawanya naik kembali
menghadap Allah Tabaraka wa Ta’ala. Hadits ini adalah bantahan bagi orang yang mengingkari sifat Al ‘Uluw, seperti kaum Jahmiyah, Mu’tazilah, Asya’irah dan selainnya” (Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyyah, 1/152).
Aneh jika merayakan Isra Mi’raj, namun mengingkari sifat Al ‘Uluw
Sebagian
orang mereka mengadakan acara peringatan Isra dan Mi’raj Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam namun di sisi lain mereka mengingkari bahwa
Allah Maha Tinggi ber-istiwa di atas Arsy. Mereka malah mengatakan Allah ada dimana-mana, ada di hari kita, atau perkataan bahwa “Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di dalam dunia dan tidak di luar dunia”, atau perkataan “Allah ada tanpa tempat”, atau sikap tawaqquf seperti mengatakan “hanya Allah yang tahu Ia dimana”, “kita serahkan maknanya kepada Allah”
dan perkataan-perkataan semisalnya yang pada hakikatnya ingin
mengingkari bahwa Allah Ta’ala Maha Tinggi ber-istiwa di atas Arsy
sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil.
Ini menjadi aneh karena mereka justru membuat perayaan Isra Mi’raj (yang tidak ada tuntunan untuk merayakannya) namun mereka tidak menerima muqtadha (konsekuensi) dari peristiwa Isra Mi’raj tersebut yaitu penetapan sifat Al ‘Uluw bagi Allah. Syaikh Salim bin Sa’ad Ath Thawil mengatakan:
إن
مناهج وعقائد أهل البدع متناقضة غاية التناقض!! وذلك لأنها من عند غير
الله تعالى. فتجدهم يثبتون المعراج لرسول الله صلى الله عليه وسلم
ويحتفلون بذكراه مع أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يحتفل فيه ولم يرشد
إلى ذلك، كما أنهم يثبتون معراج النبي صلى الله عليه وسلم إلى السماوات
العلا وينكرون أو يشكون أو يتوقفون في علو الله تبارك وتعالى
“Diantara
manhaj ahlul bid’ah adalah berlaku kontradiktif hingga tingkatan
kontradiksi yang paling puncak. Itu karena keyakinan mereka itu bukan
berasal dari Allah Ta’ala. Anda bisa melihat mereka membenarkan
peristiwa Mi’raj-nya Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, dan bahkan membuat perayaan untuk mengenangnya, padahal Nabi Shallallahu’alahi Wasallam tidak
pernah merayakannya dan tidak pernah menuntunkannya. Mereka juga
membenarkan bahwa Nabi Shallallahu’alahi Wasallam diangkat ke langit.
Namun mereka mengingkari atau meragukan atau bersikap tawaqquf tentang
sifat Al ‘Uluw bagi Allah Tabaraka wa Ta’ala”
Beliau juga mengatakan:
إذا لم نقل بأن الله تعالى فوق السماء فإلى من عرج النبي صلى الله عليه وسلم؟ ومن فرض عليه الصلاة في السماوات العلا
“Jika
kita tidak mengatakan bahwa Allah Ta’ala berada di atas langit, maka
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika Mi’raj ke langit itu menghadap
siapa? Dan siapa yang memberi perintah wajibnya shalat lima waktu di
sana?” (Ayyuhal Muhtafilun bil Isra wal Mi’raj Afala Ta’qilun, http://www.saltaweel.com/articles/41).
Sikap Kita Terhadap Peristiwa Isra Mi’raj
Dengan demikian, sudah sepatutnya jika kita membenarkan dan beriman kepada peristiwa Mi’raj-nya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ke
langit, kita juga membenarkan dan beriman bahwa Allah Ta’ala memiliki
sifat Al ‘Uluw, Ia Maha Tinggi di atas para makhluk-Nya, berada di atas
langit, ber-istiwa di atas Arsy sebagaimana ditunjukkan oleh
dalil-dalil dan ijma salaf serta para ulama.
Wabillahi at taufiq was sadaad.
__________
Sumber: https://muslim.or.id/29826-isra-miraj-adalah-dalil-sifat-al-uluw-bagi-allah.html