Kita
sudah mengetahui keutamaan puasa Asyura. Namun ada keutamaan jika
mengikutkan dengan puasa Tasu’ah yaitu puasa pada tanggal 9 Muharram di
antara tujuannya adalah untuk menyelisihi Yahudi. Bagaimana jika
puasanya hanya sehari, tanggal 10 Muharram saja?
Puasa Tanggal 9 (Tasu’ah) dan 10 Muharram (Asyura)
Dari Abu Qotadah Al Anshoriy, berkata,
وَسُئِلَ
عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ
« يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya keinginan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’ah) sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata
bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari
’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat
itu ada yang berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.”
Lantas beliau mengatakan,
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”
Ibnu Abbas mengatakan,
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim no. 1134).
Hukum Puasa Tanggal 10 (Asyura) Sehari Saja
Ulama
Hanafiyah menegaskan bahwa makruh hukumnya jika berpuasa pada tanggal
10 saja dan tidak diikutsertakan dengan tanggal 9 Muharram atau tidak
diikutkan dengan puasa tanggal 11-nya. Sedangakan ulama Hambali tidak
menganggap makruh jika berpuasa tanggal 10 saja. Sebagaimana pendapat
ini menjadi pendapat dalam madzhab Imam Malik. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 90.
Disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa
Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya
mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan
dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.
Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa
pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh
(menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.
Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada
juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu
salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat
yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak
menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 15.
Ulama
Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat sunnahnya berpuasa pada tanggal 11
bagi yang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya. Bahkan disebutkan
oleh Asy Syarbini Al Khotib, Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Imla’
mengatakan bahwa disunnahkan berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10
dan 11 Muharram.
Kesimpulannya,
tidaklah makruh melaksanakan puasa Asyura saja yaitu tanggal 10 tanpa
diiringi tanggal 9. Namun lebih baiknya dua hari tersebut digabungkan
untuk menyelisihi orang Yahudi. Jika tidak sempat tanggal 9 dan 10,
maka bisa memilih tanggal 10 dan 11 untuk berpuasa. Karena tujuannya
sama, agar puasa Asyura tersebut tidak menyerupai puasa orang Yahudi. Wallahu a’lam.
Ya Allah, mudahkanlah kami dalam beramal shalih. Wallahu waliyyut taufiq.
—
Referensi:
- Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
- Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
—
Akhukum fillah,
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, hari Tasu’ah, 9 Muharram 1435 H menjelang Zhuhur.
Share Ulang:
- KPH Sumedang
- from=https://rumaysho.com/3751-bolehkah-puasa-10-muharram-asyura-tanpa-puasa-tanggal-9.html