Tanya : Apa syarat-syarat taubat nashuha ?
Jawab : Taubat adalah kewajiban setiap hamba dalam
keadaan bagaimanapun. Di dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu
’alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ
اْلخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
”Setiap anak Adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang
banyak berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertaubat”.[1]
Sebab, meski hanya sekedar lalai atau lupa berdzikir, itu merupakan kesalahan.
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِي وَإِنِّي
لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
”Kadangkala kelalaian meliputi hatiku. Dan sesungguhnya aku memohon ampun
kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali”.[2]
Dan taubat lebih ditekankan ketika seseorang berbuat dosa meskipun kecil.
Syarat taubat ada tiga :
1. Meninggalkan perbuatan dosa itu.
2. Menyesali perbuatannya.
3. Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Karena itulah Allah tidak menerima taubat seorang yang terus-menerus
berbuat kefasikan dan tetap melakukan perbuatan dosa. Maka barangsiapa yang
bertaubat dari dosa meninggalkan shalat fardlu, hendaknya ia selalu menjaga
shalatnya setelah bertaubat. Barangsiapa bertaubat dari merokok, hendaknya ia
meninggalkan dan menjauhinya. Barangsiapa yang bertaubat dari minum minuman
keras (khamr) dan narkotika, hendaknya ia menjauhinya dan menjauhi para
pecandunya. Barangsiapa yang bertaubat dari meninggalkan satu perbuatan dosa,
namun ia tetap memuji-muji perbuatan maksiat dan bangga karena telah melakukan
perbuatan maksiat bersama si Fulan atau Fulanah; atau dia telah membunuh,
merampas, dan menganggapnya sebagai satu kemuliaan dan keutamaan; maka orang
seperti ini sebenarnya belum bertaubat. Sebab, ia meninggalkan perbuatan
maksiat itu karena memang tidak mampu melakukannya atau tidak membutuhkannya.
Demikian pula orang yang meninggalkan maksiat, namun dalam hatinya masih rindu
berbuat zina, minum minuman keras, mengisap rokok dan narkoba. Ia ingin
sekiranya terbuka kesempatan maka ia akan menikmatinya dan memuaskan keinginan
syahwatnya. Orang seperti ini tidaklah diterima taubatnya, karena niat dan tekadnya
adalah keinginan berbuat dosa dan berangan-angan melakukan maksiat.
Ia harus benar-benar bertaubat dengan membenci perbuatan maksiat tersebut
dan membenci para pelakunya, serta menyesali kelalaiannya dahulu. Dengan
demikian, barulah dikatakan taubatnya benar dan diterima.
[Diambil dari jawaban Asy-Syaikh Abdullah bin ’Abdirrahman Al-Jibriin hafidhahullah – ciomas
permai, 26042008].
[1] Diriwayatkan oleh
Ahmad 3/198, At-Tirmidziy no. 2499, Ibnu Maajah no. 4251, dan lain-lain;
dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/604.
Share Ulang:
- Cisaat, Nengkelan, Ciwidey
- from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2015/04/syarat-taubat-nashuha.html