Joget atau menari dalam fikih disebut ar-raqshu. Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al-Wasith:
تنقَّل وحرك جسمه على إِيقاع موسيقى أو على الغناء
“(ar-raqshu adalah) seseorang berpindah-pindah posisi dan menggerak-gerakkan badannya sesuai irama musik atau nyanyian.”
Para ulama yang semangat membimbing umat kepada kebaikan dan mencegah umat dari keburukan membahas masalah ar-raqshu. Kita simak uraian ringkas berikut.
Hukum ar-raqshu secara umum
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا {الإسراء: 37}.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al-marah,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan
sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (QS. Al-Isra:
37).
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menjelaskan,
اسْتَدَلَّ
الْعُلَمَاءُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى ذَمِّ الرَّقْصِ وَتَعَاطِيهِ.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْوَفَاءِ ابْنُ عَقِيلٍ: قَدْ نَصَّ الْقُرْآنُ
عَلَى النَّهْيِ عَنِ الرَّقْصِ فَقَالَ:” وَلا تَمْشِ فِي
الْأَرْضِ مَرَحاً” وَذَمَّ الْمُخْتَالَ. والرقص أشد المرح والبطر
“Para
ulama berdalil dengan ayat ini untuk mencela joget dan pelakunya.
Al-Imam Abul Wafa bin Aqil mengatakan, ‘Al-Qur’an
menyatakan dilarangnya joget dalam firman-Nya janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al marah (penuh kesenangan).
Dan ayat ini juga mencela kesombongan. Sedangkan joget itu adalah
bentuk jalan dengan ekspresi sangat-sangat senang dan penuh
kesombongan” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/263).
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum ar-raqshu. Sebagian ulama Syafi’iyyah membolehkan ar-raqshu (lihat Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 23/10) berdalil dengan hadits Aisyah radhiallahu’anha,
جاء
حَبَشٌ يزْفِنونَ في يومِ عيدٍ في المسجدِ . فدعاني النبيُّ صلَّى اللهُ
عليه وسلَّمَ . فوضَعْتُ رأسي . على منكبِه . فجعلتُ أنظرُ إلى لعبِهم .
حتى كنتُ أنا التي أنصرفُ عن النظرِ إليهم
“Datang
orang-orang Habasyah menari-nari di masjid pada hari Id. Maka aku
memanggil Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku letakkan
kepalaku di atas bahu beliau. Dan akupun menonton orang-orang Habasyah
tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak ingin melihat
lagi” (HR. Muslim no. 892).
Namun
jika kita gabungkan dengan riwayat yang lain, maka kita akan ketahui
bahwa يزْفِنونَ (menari-nari) di sini maksudnya bermain alat-alat
perang. Sebagaimana dalam riwayat Bukhari,
كانَ
الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ
وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ
“Orang-orang
Habasyah bermain-main dengan alat-alat perang mereka. Rasulullah pun
membentangkan sutrah agar mereka tidak melihat aku (‘Aisyah)
sedangkan aku menonton mereka. Terus demikian sampai akhirnya aku
(‘Aisyah) enggan melihat lagi” (HR. Bukhari no. 5190).
Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah (23/10),
فَذَهَبَ
الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالْقَفَّال مِنَ
الشَّافِعِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ الرَّقْصِ مُعَلِّلِينَ ذَلِكَ بِأَنَّ
فِعْلَهُ دَنَاءَةٌ وَسَفَهٌ، وَأَنَّهُ مِنْ مُسْقِطَاتِ الْمُرُوءَةِ،
وَأَنَّهُ مِنَ اللَّهْوِ. قَال الأَْبِيُّ: وَحَمَل الْعُلَمَاءُ حَدِيثَ
رَقْصِ الْحَبَشَةِ عَلَى الْوَثْبِ بِسِلاَحِهِمْ، وَلَعِبِهِمْ
بِحِرَابِهِمْ، لِيُوَافِقَ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ: يَلْعَبُونَ عِنْدَ
رَسُول اللَّهِ بِحِرَابِهِمْ وَهَذَا كُلُّهُ مَا لَمْ يَصْحَبِ
الرَّقْصَ أَمْرٌ مُحَرَّمٌ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ كَشْفِ الْعَوْرَةِ
وَنَحْوِهِمَا، فَيَحْرُمُ اتِّفَاقًا
“Ulama
Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah
memakruhkan joget dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan).
Dan ia merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa. Dan ia juga
merupakan lahwun (kesia-siaan). Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama
memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget
sebagaimana yang kita ketahui) namun sekedar lompat-lompat ketika
bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’ Sehingga sesuai
dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa mereka (orang Habasyah)
bermain-main di dekat Rasulullah dengan alat-alat perang mereka.’
Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi joget tersebut tidak
dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamr,
membuka aurat, atau yang lainnya. Jika dibarengi hal yang diharamkan
maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.”
Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan,
الرقص مكروه في الأصل ، ولكن إذا كان على الطريقة الغربية ، أو كان تقليداً للكافرات : صار حراماً
“Berjoget/menari
hukum asalnya makruh. Namun jika dilakukan dengan cara yang nyeleneh
atau meniru orang kafir maka menjadi haram” (Liqaa Baabil Maftuh, 41/18).
Dengan demikian yang tepat, hukum ar-raqshu secara
umum adalah makruh. Namun ini jika tidak disertai perbuatan yang
dilarang agama seperti diiringi musik, membuka aurat, bergaya seperti
wanita, meniru orang kafir, minum khamr dan lainnya. Jika dibarengi
hal-hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.
Ini
mencakup joget/menarinya lelaki di hadapan sesama lelaki,
atau joget/menarinya wanita di hadapan sesama wanita,
atau joget/menarinya lelaki di hadapan wanita.
Joget dan menarinya wanita di depan lelaki non mahram
Walaupun hukum asal ar-raqshu adalah
makruh, namun jika dilakukan wanita di depan lelaki ajnabi (non-mahram)
maka hukumnya haram. Karena jelas hal ini menimbulkan fitnah (godaan)
yang besar bagi lelaki, termasuk perbuatan fahisyah dan mendekati zina. Padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mewanti-wanti fitnah (godaan) wanita, beliau bersabda,
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al-Bukhari 5096, Muslim 2740).
Beliau juga bersabda,
إن
الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون .
فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في
النساءِ
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk
mengurusinya, sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuat (di sana).
Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah
kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah
(cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Kemudian
lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling
menundukkan pandangan, maka jika sengaja memperlihatkan joget dan
tarian kepada lelaki non mahram ini menyelisihi 180 derajat perintah
Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya’” (QS. An-Nur: 30-31).
Lelaki
muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan
sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk
bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi.
Dan zinanya mata adalah dengan memandang. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن
اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا
العينِ النظرُ، وزنا اللسانِ المنطقُ، والنفسُ تتمنى وتشتهي، والفرجُ
يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya
Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian
dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari.
Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan
nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan
kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al-Bukhari 6243).
Para
ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ditanya,
“apa hukum wanita berjoget/menari di depan lelaki ajnabi (non
mahram)?” Mereka menjawab,
الواجب
على المرأة المسلمة الاحتشام والتستر بالحجاب الكامل عن الرجال غير
المحارم، والبعد عن أسباب الفتنة، ومن أعظمها رقصها أمام الرجال الأجانب،
فهو محرم لا يجوز، وهو مسبب للفتنة والوقوع في الفاحشة، ومناف للحياء،
فعلى المرأة المسلمة الابتعاد عن ذلك وعن غيره من أسباب الفتنة
“Wajib
bagi wanita muslimah untuk berlaku sopan dan menutup dirinya dengan
hijab yang sempurna dari para lelaki yang bukan mahram. Dan wajib juga
bagi mereka untuk menjauhi sebab-sebab fitnah (godaan). Dan di antara
godaan yang paling besar adalah joget/menarinya mereka di depan lelaki
yang bukan mahram. Ini hukumnya haram, tidak diperbolehkan. Dan ini
merupakan sebab fitnah dan sebab terjerumusnya seseorang dalam perbuatan fahisyah (zina).
Maka wajib bagi wanita muslimah untuk menjauhkan diri dari perbuatan
tersebut dan dari semua perbuatan yang menyebabkan fitnah
(godaan)” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid 3 no. 16638).
Joget dan menarinya wanita di depan suaminya
Adapun
jogetnya istri khusus di depan suaminya maka hukumnya halal. Karena
jogetnya istri di depan suami tentunya tidak ada faktor kesombongan,
dan juga tidak termasuk perbuatan dana’ah dan safah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan,
أما
رقص المرأة أمام زوجها وليس عندهما أحد فلا بأس به؛ لأن ذلك ربما يكون
أدعى لرغبة الزوج فيها، وكل ما كان أدعى لرغبة الزوج فيها فإنه مطلوب ما
لم يكن محرماً بعينه، ولهذا يسن للمرأة أن تتجمل لزوجها، كما يسن للزوج
أيضاً أن يتجمل لزوجته كما تتجمل له
“Adapun
joget/menarinya wanita di depan suaminya tanpa dilihat orang lain, maka
tidak mengapa. Karena ini terkadang bisa membangkitkan cinta suami
terhadap istrinya. Dan semua hal yang membangkitkan cinta suami
terhadap istrinya adalah hal yang dituntut dalam syariat, selama bukan
perbuatan yang haram secara dzatnya. Oleh karena itu istri disunnahkan
untuk berhias di depan suaminya. Sebagaimana juga suami disunnahkan
untuk berhias bagi istrinya” (Liqa Asy-Syahri, 12/19).
Syaikh
Masyhur Hasan Alu Salman mengatakan, “Jogetnya seorang istri
khusus untuk suaminya hukumnya halal dalam bentuk apapun.
Wallahu’alam” (Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, fatwa no. 49, Asy-Syamilah).
Demikian uraian ringkas mengenai ar-raqshu, semoga menjadi tambahan ilmu untuk kita semua. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
***
Share Ulang:
- Pal Merah Utara, Jakarta
- from= https://muslim.or.id/32856-hukum-menari-atau-joget-dalam-islam.html