Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Ustadz, mau tanya apakah rebo wekasan dan shalat balak termasuk bid’ah?.
Ustadz, mau tanya apakah rebo wekasan dan shalat balak termasuk bid’ah?.
Dari: Yuningsih
Jawaban:
Wa alaikumus salam
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Fenomena rebo wekasan,
bukan hanya terjadi di tanah air. Karena ternyata, kaum muslimin di
belahan dunia lain juga turut meributkan rebo bulan safar. Rebo Wekasan
(rebo pungkasan) dalam bahasa Jawa, ‘Rebo’ artinya hari Rabu, dan
‘Wekasan’ atau ‘pungkasan’ artinya terakhir. Kemudian istilah ini
dipakai untuk menamai hari Rabu terakhir pada bulan Safar.
Ada apa dengan rebo wekasan?
Mereka yang perhatian dengan rebo wekasan berkeyakinan
bahwa setiap tahun akan turun 320.000 balak, musibah, atau bencana, dan
itu akan terjadi pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Karena
keyakinan ini, sebagian orang menghimbau untuk melakukan bentuk ibadah
khusus pada hari itu. Terutama orang syiah. Di berbagai forum online,
mereka sangat antusias membicarakan rebo wekasan ini. Tidak lupa mereka
sebutkan sederet amalan sebagai upaya tolak balak, yang sama sekali
tidak pernah dicontohkan dalam islam.
Di
antara amalan tersebut adalah mengerjakan shalat empat raka’at dengan
satu kali salam, dalam rangka tolak balak. Shalat ini dikerjakan pada
waktu dhuha atau setelah terbit matahari. Pada setiap raka’at membaca
surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Kautsar 17 kali, surat Al-Ikhlas 50
kali, Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) masing-masing satu kali.
Ketika salam membaca surat Yusuf ayat 21 yang berbunyi:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”
Ayat ini dibaca sebanyak 360 kali.
Kemudian ditambah dengan Jauharatul Kamal tiga kali dan ditutup dengan bacaan (surat Ash-Shaffat ayat 180-182) berikut:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Kegiatan
ini dilanjutkan dengan memberikan sedekah makanan kepada fakir miskin.
Tidak cukup sampai di situ, ada juga yang menyuruh untuk membuat
rajah-rajah dengan model tulisan tertentu pada secarik kertas, kemudian
dimasukkan ke dalam sumur, bak kamar mandi, atau tempat-tempat
penampungan air lainnya.
Mereka
berkeyakinan, siapa yang melakukan ritual tersebut pada rebo wekasan,
dia akan terjaga dari segala bentuk musibah dan bencana yang turun
ketika itu.
Sumber Referensi yang kami jumpai yang membahas masalah ini adalah kitab Kanzun Najah karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds. Salah satu tokoh sufi, murid Zaini Dahlan. Dalam buku tersebut, dia menyatakan di pasal: Hal-hal yang Dianjurkan ketika bulan safar,
اعلم…أن
مجموع الذي نقل من كلام الصالحين كما يعلم مما سيأتي أنه ينزل في آخر
أربعاء من صفر بلاء عظيم، وأن البلاء الذي يفرِّق في سائر السنة كله ينزل
في ذلك اليوم، فمن أراد السلامة والحفظ من ذلك فليدع أول يوم من صفر، وكذا
في آخر أربعاء منه بهذا الدعاء؛ فمن دعا به دفع الله سبحانه وتعالى عنه
شرَّ ذلك البلاء. هكذا وجدته بخط بعض الصالحين
Ketahuilah
bahwa sekelompok nukilan dari keterangan orang shaleh – sebagaimana
nanti akan diketahui – bahwa pada hari rabu terakhir bulan safar akan
turun bencana besar. Bencana inilah yang akan tersebar di sepanjang
tahun itu. Semuanya turun pada hari itu. Siapa yang ingin selamat dan
dijaga dari bencana itu, maka berdoalah di tanggal 1 safar, demikian
pula di hari rabu terakhir dengan doa yang sama. Siapa yang berdoa
dengan kalimat itu maka Allah akan menyelamatkannya dari keburukan
musibah tersebut. Inilah yang aku temukan dari tulisan orang-orang
shaleh.
Selanjutnya, penulis menyebutkan beberada doa yang dia ajarkan. (Kanzun Najah, hlm. 49).
Sebagai
orang beriman daan meyakini bahwa sumber syariat adalah Al-Quran dan
sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu saja berita semacam ini
tidak boleh kita percaya. Karena kedatangan bencana di muka bumi ini,
merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah.
Satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu adalah melalui wahyu
Al-Quran dan sunah. Sementara penulis sama sekali tidak menyebutkan
sumber selain klaim bahwa itu tulisan orang shaleh. Terlebih tidak ada
keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan hal
ini.
Lajnah Daimah pernah ditanya tentang ritual rebo wekasan yang dilakukan di akhir safar. Jawaban yang diberikan,
هذه
النافلة المذكورة في السؤال لا نعلم لها أصلا من الكتاب ولا من السنة، ولم
يثبت لدينا أن أحدا من سلف هذه الأمة وصالحي خلفها عمل بهذه النافلة، بل
هي بدعة منكرة، وقد ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال من أحدث
في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. ومن نسب هذه الصلاة وما ذكر معها إلى
النبي صلى الله عليه وسلم أو إلى أحد من الصحابة رضي الله عنهم فقد أعظم
الفرية، وعليه من الله ما يستحق من عقوبة الكذابين. وبالله التوفيق.
وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم.
Amalan
seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, tidak kami jumpai dalilnya
dalam Al-Quran dan sunah. Tidak juga kami ketahui bahwa ada salah satu
ulama masa silam dan generasi setelahnya yang mengamalkan ritual ini.
Jelas ini adalah perbuatan bid’ah. Dan terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Siapa yang membuat hal yang baru dalam agama ini, yang bukan bagian dari agama maka dia tertolak.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dll)
Siapa
yang beranggapan ritual semacam ini pernah dilakukan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam atau pernah dilakukan sahabat radhiyallahu ‘anhu,
maka dia telah melakukan kedustaan yang besar. Dia berhak mendapatkan
hukuman sebagaimana pendusta di sisi Allah. Wa billahi at-Taufiiq. Wa shallallahu ‘ala muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihii wa sallam.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Bait (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Share Ulang:
- Citramas, Cinunuk.
- from= https://konsultasisyariah.com/15874-rebo-wekasan.html