Pertanyaan:
Sebagian saudara kami yang merupakan da’i ilallah, mereka berpandangan bahwa demi maslahat sebaiknya tidak berbicara mengenai sufiyah dalam muhadharah dan khutbah-khutbah. Tidak membahas masalah istiwa
misalnya, atau tidak membahas masalah istightsah atau masalah-masalah
yang lain. Mereka berdalil dengan perjanjian yang dilakukan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan orang Yahudi. Apakah pendalilan ini shahih? Bagaimana arahan anda?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:
Ini pendalilan yang tidak benar. Karena sikap semacam ini (tidak mau
menjelaskan penyimpangan) adalah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
“Maka mereka menginginkan supaya kamu ber-mudahanah (mengorbankan
agama) lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)” (QS. Al Qalam: 9).
Ber-mudahanah*) dalam agama tidak diperbolehkan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika membuat perjanjian dengan Yahudi tujuannya agar tidak terjadi
perbuatan melampaui batas antar masyarakat. Bukan dalam rangka ridha
terhadap agama mereka sama sekali. Tidak mungkin Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam ridha terhadap agama mereka. Dan yang anda
sebutkan ini, yaitu sikap ridha terhadap penyimpangan mereka adalah
kebatilan.
Membuat perjanjian dengan cara demikian (yaitu untuk tidak membahas penyimpangan mereka) ini hakekatnya adalah mudahanah.
Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk ber-mudahanah dalam perkara
agama. Bahkan wajib untuk menjelaskan kebenaran apapun keadaannya.
Namun yang dibolehkan dalam rangka maslahah adalah tidak memulai
dakwah dengan pengingkaran. Mulailah dengan memberikan
penjelasan-penjelasan perkara yang dibenarkan dalam agama.
Misalnya, jika ingin membahas masalah istiwa sebagaimana anda
sebutkan, maka mulailah dengan membahas makna istiwa, membahas hakekat
istiwa, tanpa menyebutkan bahwa ada sekelompok orang yang menyimpang
dalam menafsirkan istiwa. Baru dijelaskan ketika orang-orang sudah
memahami dengan benar (dasar-dasarnya), dan ketika mereka sudah mengenal
al haq, maka ketika itu akan mudah bagi mereka untuk berpindah dari
kebatilan kepada al haq.
***
*) mudahanah artinya bermuamalah dengan orang fasiq, menampakkan keridhaan kepadanya tanpa menunjukkan pengingkaran (Fathul Bari libni Hajar, 10/528). Sebagian ulama juga mendefinisikan mudahanah adalah mengorbankan agama demi kemaslahatan dunia (Fathul Bari libni Hajar, 10/545).
Sumber: Liqa Al Baabil Maftuh, 156/17, Asy Syamilah
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
Artikel: Muslim.or.id
______________________
Share Ulang
- Citramas, Cinunuk.
- from= https://muslim.or.id/35412-diam-terhadap-penyimpangan-merupakan-mudahanah.html