Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Assalâmu’alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh. Ustadz, apa hukumnya memakan makanan dari acara yang tidak diridhai Allâh? Acara ulang tahun misalnya. Jazakallahkhair.
Jawaban.
Wa’alaikumussalâm warahmatullâhi wabarakâtuh. Semoga Allâh Azza wa Jalla menghindarkan anda dari perkara haram dan dosa.
Pada masa lalu, perayaan ulang tahun tidak dikenal di kalangan umat
Islam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi awal umat
Islam tidak pernah mencontohkannya. Jika perbuatan itu baik, mereka
tentu sudah mendahului kita, karena mereka sangat bersemangat dalam
melakukan semua kebaikan. Tradisi ini diimpor dari orang-orang barat
yang kafir, sehingga jelas bahwa melakukan perayaan seperti ini
merupakan bentuk tasyabbuh bil kuffâr (menyerupai orang-orang kafir) yang dilarang dalam agama Islam.[1]
Jika demikian, maka kita tidak boleh mendukung acara seperti ini,
baik dengan menghadirinya, mendanainya atau lain sebagainya, karena itu
termasuk kerjasama dalam hal maksiat. Terkait dengan memakan makanan
yang dibuat untuk acara itu, jika yang dimaksud dengan memakan makanan
saat menghadiri acara ulang tahun atau sejenisnya, maka itu tak lepas
dari unsur mendukung maksiat. Menghadiri acara dan ikut makan berarti
ikut mendukung dan meramaikannya, padahal Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى
الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan takwa, jangan bahu membahu dalam dosa dan maksiat. Bertakwalah kalian kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh sangat keras siksa-Nya [Al-Mâ`idah/5:2]
Adapun jika makanan itu di antar ke rumah tanpa kita datang ke tempat
acara, sebagaimana dilakukan sebagian orang yang menyelenggarakan pesta
atau upacara bid’ah, juga orang-orang kafir saat berhari raya, maka
kita boleh menerimanya dan memakannya. Demikian dijelaskan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah.[2] Hal itu karena pada hakekatnya, makanan itu halal dan menerima hadiah dari mereka tidak berarti mendukung acara mereka.
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu menerima hadiah dari orang yang merayakan hari raya Nayruz.[3]
Aisyah Radhiyallahu anhuma juga ditanya tentang hukum menerima hadiah
dari orang Mâjusi saat mereka berhari raya, maka beliau Radhiyallahu
anhuma menjawab:
أَمَّا مَا ذُبِحَ لِذَلِكَ الْيَوْمِ فَلَا تَأْكُلُوا، وَلَكِنْ كُلُوا مِنْ أَشْجَارِهِمْ
Adapun yang disembelih untuk acara itu, jangan kalian makan. Makanlah makanan selain sembelihan (sayur, buah dan semacamnya) [HR. Ibnu Abi Syaibah no. 24.371][4]
Setelah menukil atsar ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Semua atsar ini menunjukkan bahwa ‘ied
(hari raya) tidak berpengaruh pada bolehnya menerima hadiah dari
mereka. Jadi tidak ada bedanya antara menerima hadiah dari mereka, saat
‘ied maupun di luar ‘ied, karena hal itu tidak mengandung unsur
mendukung syi’ar kekafiran mereka.”
Sebagian Ulama lagi berpendapat tidak boleh menerima hadiah atau
makan hadiah ulang tahun sama sekali. Bagi mereka, hal tersebut tidak
lepas dari unsur mendukung acara mereka.
Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVIII/1436H/2015.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961,
Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1]Lihat: Fatâwâ Lajnah Dâ`imah II 2/260, Majmû’ Fatâwâ Bin Bâz 4/285
[2]Iqtidhâ` ash-Shirâth al-Mustaqîm 2/52
[3]Nayruz adalah peringatan awal tahun kalender Mesir, biasa diperingati oleh umat Kristen Koptik dan yang lain
[4]Mushannaf Ibni Abi Syaibah 5/126.
----------------
Share ulang:
- Citramas
- Sumber= https://almanhaj.or.id/4534-hukum-memakan-makanan-dari-acara-bidah.html