Pada
asalnya, semua masjid itu setara keutamaannya kecuali 3 masjid yaitu
masjid Nabawi, masjid Al Haram dan masjid Al Aqsha. Karena 3 masjid ini
disebutkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ
فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat
di masjidku ini (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain,
kecuali di Masjid Al-Haram” (HR. Muslim no. 1394)
Nabi shallallahu‘alaihi
wasallam juga bersabda:
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا
سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat
di masjidku (masjid Nabawi) lebih baik daripada 1000 shalat di tempat lain,
kecuali di Masjid Al-Haram. Shalat di masjid Al Haram lebih baik daripada
100.000 shalat di tempat lain” (HR. Ibnu Majah no.1406, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Nabi
shallallahu‘alaihi wasallam juga bersabda:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ
مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Janganlah
kalian menempuh perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: masjidku ini
(Masjid Nabawi), masjid Al Haram, dan masjid Al Aqsha” (HR. Bukhari no.
1115 dan Muslim no. 1397)
Namun
untuk masjid selain 3 masjid ini, para ulama memiliki beberapa pandangan
mengenai masjid yang lebih afdhal untuk kita datangi sebagai tempat kita
menunaikan ibadah shalat.
Masjid Yang Lebih Dekat
Para
ulama menganjurkan untuk mengutamakan masjid yang lebih dekat dengan rumah kita
sebagai tempat kita menunaikan ibadah shalat. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam:
يُصَلِّ الرجلُ في المسجِدِ الذي يلِيه ، ولا يَتَّبِعُ
المساجِدَ
“Hendaknya
seseorang shalat di masjid yang dekat dengannya, dan jangan mencari-cari masjid
lain” (HR. Ibnu Hibban dalam Al Majruhin 2/178)
Diantara
alasannya adalah, untuk tercapainya berbagai maslahah antara orang-orang yang
saling bertetangga atau sesama kerabatnya. Karena yang shalat di masjid
terdekat tentu adalah orang-orang yang rumahnya saling berdekatan atau bahkan
sesama kerabat yang masih ada hubungan keluarga. Dengan berkumpulnya mereka di
masjid yang sama akan mempererat hubungan, terbuka kesempatan untuk menunaikan
hak tetangga dan hak kerabat, terbuka kesempatan untuk berbagi empati, saling
membantu, saling menasehati dan maslahah lainnya.
Al
Hasan Al Bashri ketika ditanya mengenai seorang lelaki yang sering shalat di
masjid lain yang jauh, beliau berkata:
كانوا يحبون أن يكثر الرجل قومه بنفسه
“Mereka
(para salaf) menyukai untuk sering-sering berada di tengah-tengah kaumnya”
Masjid Yang Lebih Lama
Sebagian
ulama menganjurkan untuk mengutamakan masjid yang usianya lebih lama atau lebih
awal dibangunnya. Dalam kitab As Shalah, Abu Nu’aim Al Fadhl bin Dukain
meriwayatkan kisah Ibnu Sirin tentang sahabat Anas bin Malik radhiallahu’anhu.
Ibnu Sirin berkata:
كنت أقبل مع أنس بن مالك من الزاوية, فإذا مر بمسجد قال: أمحدث
هذا؟ فإن قلت: نعم مضى, وإن قلت:عتيق صلى
“Aku
pernah bertemu Anas bin Malik di Az Zawiyah. Jika ia melewati masjid, beliau
bertanya: ‘Ini masjid baru?’ Kalau saya jawab: ‘ya’, maka beliau melewatinya,
namun jika saya jawab: ‘ini masjid lama’ maka beliau shalat”
Sebagian
mereka berdalil dengan ayat:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ
أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Sesungguhnya
mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba) sejak hari pertama
adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang
yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”
(QS. At Taubah: 108)
Di
dalamnya ada isyarat untuk memilih masjid yang lebih lama.
Syaikh
Abdul Aziz Ath Tharifi menjelaskan, maksud Anas bin Malik memilih masjid yang
lebih lama kemungkinan untuk mencegah keinginan orang-orang untuk membangun
masjid baru tanpa kebutuhan. Karena hal ini bisa memecah-belah kaum muslimin
dan membuka pintu perpecahan. Sehingga bisa jadi ketika ada orang yang tidak
suka dengan si Fulan, ia pun membuat masjid sendiri sehingga ia tidak perlu
shalat semesjid dengan si Fulan. Dan sudah maklum, bahwa terkumpulnya umat
Islam dalam satu masjid itu lebih baik, karena dapat saling berkenalan, saling
berakrab, saling menghapus kebencian, saling mengetahui keadaan satu sama lain
ketika ada yang kena musibah, sakit, atau butuh pertolongan dan hal-hal lain
yang sejalan dengan maqashid syar’iyyah dan sunnah fithriyyah.
Masjid Yang Lebih Sesuai Sunnah
Para
ulama juga menganjurkan untuk memilih mesjid yang di dalamnya ditegakkan sunnah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan benar, jauh dari perkara yang
mungkar, perkara bid’ah apalagi perkara kesyirikan. Dalam rangka menjaga
keistiqamahan diri menempuh jalan yang benar dalam beragama dengan senantiasa
berhias dengan amalan yang sesuai sunnah. Namun seseorang hendaknya shalat di
masjid kaumnya yang terdekat dengan rumahnya walaupun ada beberapa kemungkaran
atau kebid’ahan di dalamnya dan di sana ia senantiasa berusaha untuk menasehati
dan memperbaiki. Sehingga selain tercapai maslahah-maslahah dengan
shalat di masjid terdekat, sekaligus tercapai juga maslahah dakwah. Al
Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta menyatakan:
فإذا كان الإمام يسدل في صلاته ويديم القنوت في صلاة الصبح على
ما ذكر في السؤال نصحه أهل العلم وأرشدوه إلى العمل بالسنة ، فإن استجاب فالحمد
لله ، وإن أبى وسهلت صلاة الجماعة وراء غيره صُلِّيَ خلف غيره محافظةً على السنة ،
وإن لم يسهل ذلك صُلِّيَ وراءه حرصاً على الجماعة ، والصلاةُ صحيحةٌ على كل حال .
“Jika
imam melakukan sadl atau merutinkan membaca doa qunut ketika shalat
shubuh, sebagaimana yang anda tanyakan, katakan kepadanya bahwa para ulama
menasehatkan dirinya untuk beramal dengan yang sesuai sunnah. Jika ia
setuju, alhamdulillah. Jika ia menolak, maka bila anda dapat dengan
mudah mencari masjid lain, shalatlah di sana. Dalam rangka menjaga diri agar
senantiasa mengamalkan yang sunnah. Jika sulit untuk mencari masjid lain, maka
anda tetap shalat menjadi makmum imam tersebut, dalam rangka melaksanakan
kewajiban shalat berjama’ah” (Fatawa Lajnah Ad Daimah, 7/366)
Semoga
bermanfaat.
Referensi:
- Sifatu Shalatin Nabi, Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi
- Fatawa Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta
—
Penulis:
Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
____________
Share Ulang:
- Cisaat, Ciwidey
- Sumber: https://muslim.or.id/13474-masjid-mana-yang-lebih-utama-untuk-shalat.html