Bagaimana hukum adzan di dalam masjid? Bagaiaman posisi muadzin yang sesuai sunah?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Para ulama sepakat dianjurkan melakukan adzan di tempat yang tinggi,
seperti menara atau atap masjid atau semacamnya. Diantara dalil yang
menunjukkan hal ini adalah:
[1] Hadis Urwah bin Zubair Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita dari Bani Najjar menceritakan,
كَانَ بَيْتِي مِنْ أَطْوَلِ بَيْتٍ حَوْلَ الْمَسْجِدِ
وَكَانَ بِلَالٌ يُؤَذِّنُ عَلَيْهِ الْفَجْرَ فَيَأْتِي بِسَحَرٍ
فَيَجْلِسُ عَلَى الْبَيْتِ يَنْظُرُ إِلَى الْفَجْرِ
Rumahku termasuk bangunan yang paling tinggi di sekitar masjid nabawi. Dulu Bilal adzan subuh di atas rumahku. Beliau pernah datang di waktu sahur, lalu beliau duduk di atas rumah menunggu fajar. (HR. Abu Daud 519, Baihaqi dalam al-Kubro 1995 dan dihasankan al-Albani)
[2] Hadis dari Abdullah bin Zaid – sahabat yang mimpi diajari adzan – beliau menceritakan,
رَأَى رَجُلًا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ , عَلَيْهِ
ثَوْبَانِ أَخْضَرَانِ , أَوْ بُرْدَانِ أَخْضَرَانِ , فَقَامَ عَلَى
جِذْمِ حَائِطٍ فَأَذَّنَ
Bahwa beliau bermimpi melihat ada orang turun dari langit, dengan
memakai 2 pakaian hijau.. beliau berdiri di atas tembok, lalu adzan.
(HR. at-Thahawi dalam Syarh Ma’ani al-Atsar 823 dan al-Baihaqi dalam
al-Kubro 1975)
[3] Hadis dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Sesungguhnya Bilal adzan di waktu malam (sebelum subuh), karena itu silahkan makan minum sampai Ibnu Ummi Maktum adzan.
Ibnu Umar mengatakan,
وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا
Dan jarak antara adzan Bilal dengan Ibnu Ummi Maktum hanyalah selama
rentang waktu yang satu turun dan yang satu naik. (HR. Muslim 1092,
Ahmad 24168 dan yang lainnya).
Para ulama mengatakan, bahwa Bilal adzan sebelum subuh. Usai adzan
beliau berdoa dan melakukan beberapa ibadah, sampai subuh.. Kemudian
beliau turun dan Ibnu Ummi Maktum naik untuk adzan subuh. Adanya
kegiatan naik turun menunjukkan bahwa adzan yang mereka lakukan di
tempat yang tinggi.
[4] Keterangan Abdullah bin Syaqiq rahimahullah,
مِنَ السُّنَّةِ الْأَذَانُ فِي الْمَنَارَةِ، وَالْإِقَامَةُ فِي الْمَسْجِدِ
Bagian dari sunnah, adzan dilakukan di menara, dan iqamah di dalam masjid. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2331).
Hukum Adzan di Dalam Masjid
Sebelum ada alat pengeras suara, para ulama diataranya Ibnul Haaj melarang adzan dilakukan di dalam masjid, dengan pertimbangan,
[1] Ini tidak pernah dilakukan para sahabat maupun kaum muslimin di generasi awal islam
[2] Bahwa tujuan adzan adalah mengajak masyarakat untuk datang ke
masjid. Jika dilakukan di dalam rumah maka manfaat adzan menjadi tidak
maksimal, banyak orang yang tidak mendengar.
[3] Adzan di dalam masjid bisa mengganggu orang yang sedang shalat atau yang sedang ibadah di dalam masjid.
Kecuali jika adzannya untuk jamak shalat atau untuk kepentingan
pribadi karena mau shalat sendirian. Tidak masalah di dalam masjid,
namun cukup didengar dirinya dan orang di dekatnya saja.
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan,
وإذا أذن وسط المسجد فإن كان نيته أن يؤذن لنفسه أو للمقيمين في المسجد فقط كفاه إسماع نفسه في الأولى، وإسماع الحاضرين في الثانية
Untuk adzan di dalam masjid, jika niatnya dalam rangka adzan untuk
dirinya atau orang yang berada di dalam masjid saja, maka cukup didengar
oleh dirinya dan orang yang ada di sekitarnya.
Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya mengenai adzan di dalam masjid.
Jawaban beliau,
إذا كان يؤذن لأهل البلد فلا بد من أن يؤذن في محل مرتفع
بصوت عال بحيث يسمعه من أصغى إليه من أهل البلد،…والذي ورد عن بلال وغيره
من مؤذنيه – صلى الله عليه وسلم – أن من أراد منهم الأذان لإسماع الناس كان
يؤذن على موضع عال
Jika adzanya untuk masyarakat, maka harus dilakukan di tempat yang
tinggi dengan suara yang keras, dimana itu bisa didengar oleh penduduk
di ujung daerahnya… riwayat dari Bilal dan yang lainnya – yaitu para
Muadzin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang
hendak adzan diantara mereka agar didengar masyarakat, mereka melakukan
adzan di tempat yang tinggi. (al-Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyah,
1/188-189).
Bagaimana jika sudah ada pengeras suara?
Corong masjid dipasang di tempat yang tinggi, ke semua penjuru arah.
Sehingga muadzin bisa adzan di dalam masjid, sementara suaranya bisa
tetap keluar ke semua penjuru arah. Apakah adzan di dalam masjid dalam
kondisi semacam ini tetap menyalahi sunah?
Ada 2 pendapat dalam hal ini,
[1] Bahwa adzan di dalam masjid tetap menyalahi sunah sekalipun sudah
ada pengeras suara. Karena kesempurnaan adzan dilakukan di luar, di
tempat yang tinggi, sehingga fisik muadzin bisa dilihat banyak orang.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam al-Albani – rahimahullah –. Beliau mengatakan,
إن الأذان في المسجد أمام المكبر يمنع ظهور المؤذن بجسمه؛
فإن ذلك من تمام هذا الشعار الإسلامي العظيم؛ لذلك نرى أنه لابد للمؤذن من
البروز على المسجد، والتأذين أمام المكبر….
Adzan di masjid dengan pengeras suara, menghalangi fisik muadzin nampak dari luar. Sementara itu merupakan bagian dari kesempurnaan syiar Islam yang mulia ini. Karena menurut kami, muadzin harus berada di luar masjid, dan tetap melakukan adzan dengan pengeras suara…
Beliau melanjutkan,
ومن فائدة ذلك أنه قد تنقطع القوة الكهربائية، ويستمر
المؤذن على أذانه وتبليغه إياه إلى الناس من فوق المسجد، بينما هذا لا يحصل
والحالة هذه إذا كان يؤذن في المسجد كما هو ظاهر
Diantara manfaatnya, ketika arus listrik putus, muadzin tetap bisa
melanjutkan adzan dan mengumandangkannya kepada masyarakat di atas
masjid. Sementara kondisi ini tidak dapat dilakukan ketika adzannya
dilakukan di dalam masjid. (al-Ajwibah an-Nafi’ah, al-Albani hlm. 18-19)
[2] Bahwa dengan adanya pengeras suara dan corong terpasang di
mana-mana, adzan di dalam masjid tidak menyalahi sunah, karena suara
telah tersebar.
Ini sebagaimana yang disampaikan Lajnah Daimah. Dalam salah satu fatwanya dinyatakan,
لا ينبغي الإنكار على المؤذن إذا أذن داخل المسجد؛ لأننا لا نعلم دليلاً يدل على الإنكار عليه
Tidak selayaknya mengingkari muadzin yang melakukan adzan di dalam
masjid. Karena kami tidak mengetahui adanya dalil yang mengingkari hal
itu. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, no. 2601)
Juga dinyatakan dalam fatwa yang lain,
ليس الأذان في الميكرفون في المسجد بدعة لا لصلاة الجمعة
ولا لغيرها من الصلوات الخمس المفروضة، بل هو من نعم الله – سبحانه – على
المسلمين؛ لما حصل به من الإعانة على إبلاغ الأذان، والدعوة إلى الله
سبحانه
Adzan menggunakan mikrofon di dalam masjid bukan perbuatan bid’ah,
baik untuk shalat jumat atau shalat wajib 5 waktu lainnya. Bahkan ini
bagian dari nikmat Allah kepada kaum muslimin, dimana mereka mendapat
sarana untuk mengumandangkan adzan dan mengajak orang ke jalan Allah
Ta’ala. (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, no. 5069).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)