Perlu kita ingat kembali bahwa ilmu agama bukanlah tujuan paling
utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. Akan tetapi
tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar bisa mengamalkan
ilmu tersebut. Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak bisa
mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan “ilmu yang tidak
berkah.” Tujuan utama ilmu tidak tercapai yaitu diamalkan. Ilmu tersebut
bahkan sia-sia karena tidak bisa menjaga orang yang mengetahui ilmu
tersebut.
Contoh Ilmu yang Tidak Berkah
Ilmu yang tidak berkah misalnya, ada orang yang tahu banyak hadits
dan ayat mengenai “sabar ketika mendapat musibah” bahkan ia hapal ayat
dan hadits tersebut. Akan tetapi, ketika ia mendapat musibah, ia malah
tidak sabar dan mencela takdir Allah. Semua ayat dan hadits yang ia
hapal ia lupakan saat itu .
Contoh Ilmu yang Berkah
Ilmu yang berkah misalnya, ada orang yang mungkin tidak hapal hadits
dan ayat tentang “sabar ketika dapat musibah.” Yang ia ingat hanya
sepotong perkataan nasehat ustadz yaitu “Orang sabar akan disayang dan
dibantu Allah, jadi harus ridha dengan takdir Allah.” Ketika dapat
musibah, ia ingat perkataan ini dan iapun sabar serta tetap berbahagia
dengan takdir Allah. Ilmu yang sedikit itu berkah dan bisa menjaganya.
Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas
Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan
pujian manusia. Seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امرء ما نوى
“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.“[1]
Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di
awal maupun di tengah-tengah amal kita karena hati dan niat manusia bisa
dengan mudah berbolak-balik.
Sufyan Ats-Tsauri berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat
yaitu meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” [2]2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan
Artinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan.
Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu untuk mengamalkannya.
Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,
إذَا حَدَثَ لَك عِلْمٌ فَأَحْدِثْ فِيهِ عِبَادَةً وَلَا يَكُنْ هَمُّكَ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ النَّاسَ
“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah
padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada
manusia.”[3]
3. Kurang adab dalam menuntut ilmu
Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan
adabnya, bagaimana bisa kita dapatkan keberkahan ilmu tersebut? Ibarat
seseorang akan minta uang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan
tetapi dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek,
apakah akan diberi?
Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:
- Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelpon atau SMS: “ustadz kajiannya jadi tidak?”
- Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya
- Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)
- Ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan
- Terlalu banyak bercanda atau ribut dalam majelis Ilmu
- Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.
Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang dan fokus ketika di
majelis ilmu. Ahmad bin Sinan menjelaskan mengenai majelis Abdurrahman
bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ يتحدث في ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi,
tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang
mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”[4]
4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majelis ilmu
Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara
total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial media yang ilmu
tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺆﺗﻰ ﻭ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ
“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”
5. Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah
Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai
arahan guru. Perhatikan nasihat Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin
rahimahullahu berikut:
ﺃﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ ﻧﺘﻔﺔ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ
ﺛﻢ ﻳﺘﺮﻙ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ، ﻭﻳﻘﻄﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ، ﻓﻤﺜﻼً ﺑﻌﺾ
ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮ : ﻓﻲ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻣﺘﻦ ﻗﻄﺮ ﺍﻟﻨﺪﻱ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻷﻟﻔﻴﺔ .
.. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ : ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻨﻊ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ، ﻭﻫﻠﻢ ﺟﺮﺍ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ
ﻳﺤﺼﻞُ ﻋﻠﻤﺎً، ﻭﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤﺎً ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ ﺃﺻﻮﻻً
“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu
sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi
penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,
Misalnya:
Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab
Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian
berpindah ke Matan Al-Alfiyah. Demikian juga ketika mempelajari fikih,
belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian
Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini
umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia
tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[5]
Demikian semoga bermanfaat_____________________
@ Di antara bumi dan langit Allah, Pesawat Yogya-Pontianak-Sintang
@Yogyakarta Tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki: