Madu merupakan salah satu jenis pengobatan yang terdapat penjelasannya dalam Al-Qur’an dan juga hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil-Dalil yang Menunjukkan Kegunaan Madu sebagai Obat
Dalil pertama, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ
الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68) ثُمَّ
كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ
مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah,’Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia’. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. An-Nahl [16]: 68-69)
Pendapat pertama menyatakan bahwa kata
ganti “nya” dalam potongan ayat tersebut merujuk kepada
madu. Sehingga maksud ayat tersebut adalah,”Di dalam madu terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”
Pendapat ke dua menyatakan bahwa kata ganti “nya” tersebut merujuk kepada Al-Qur’an. Sehingga maksud ayat tersebut adalah,”Di dalam Al-Qur’an terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”
Pendapat ke dua ini pada asalnya benar, karena di dalam Al-Qur’an memang terdapat obat bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat yang lain. Akan tetapi, dalam ayat ini, tidak sesuai dengan konteks ayat sebelumnya yang sedang menyebutkan tentang madu. Sehingga, wallahu a’lam, yang lebih tepat adalah pendapat yang pertama.
Pendapat ke dua menyatakan bahwa kata ganti “nya” tersebut merujuk kepada Al-Qur’an. Sehingga maksud ayat tersebut adalah,”Di dalam Al-Qur’an terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”
Pendapat ke dua ini pada asalnya benar, karena di dalam Al-Qur’an memang terdapat obat bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat yang lain. Akan tetapi, dalam ayat ini, tidak sesuai dengan konteks ayat sebelumnya yang sedang menyebutkan tentang madu. Sehingga, wallahu a’lam, yang lebih tepat adalah pendapat yang pertama.
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah madu adalah sebuah hadits dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ
إِنَّ أَخِى اسْتَطْلَقَ بَطْنُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « اسْقِهِ عَسَلاً ». فَسَقَاهُ ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ إِنِّى
سَقَيْتُهُ عَسَلاً فَلَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ اسْتِطْلاَقًا. فَقَالَ لَهُ
ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ جَاءَ الرَّابِعَةَ فَقَالَ « اسْقِهِ عَسَلاً ».
فَقَالَ لَقَدْ سَقَيْتُهُ فَلَمْ يَزِدْهُ إِلاَّ اسْتِطْلاَقًا. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ
أَخِيكَ ». فَسَقَاهُ فَبَرَأَ.
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata, ’Saudaraku sakit perut.’
Rasulullah berkata, ’Minumkanlah madu kepadanya.’ Laki-laki itu lalu
meminumkan madu kepada saudaranya. Kemudian laki-laki itu datang lagi,
dan berkata, ’Aku telah memberinya madu, namun penyakitnya semakin
bertambah.’ Maka Rasulullah berkata lagi kepadanya untuk yang ketiga
kalinya. Kemudian laki-laki itu datang lagi untuk yang keempat kalinya.
Rasulullah tetap berkata, ’Minumkanlah madu kepadanya.’ Laki-laki
tersebut datang lagi dan berkata, ’Sungguh sudah saya beri minum madu,
namun penyakitnya semakin bertambah.’ Maka Rasulullah bersabda, ’Maha benar Allah, dan dustalah perut saudaramu’. Laki-laki itu lalu meminumkan madu kepada saudaranya, dan akhirnya sembuh.” (HR. Bukhari no. 5684)
Yang dimaksud dengan “Maha benar Allah” adalah berkenaan dengan ayat ini [1].
Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Maha benar Allah, dan dustalah perut saudaramu”, terdapat
isyarat bahwa obat (madu) tersebut benar-benar manjur. Penyakitnya
tersebut belum sembuh bukan disebabkan karena obatnya yang tidak manjur,
akan tetapi karena perutnya yang bermasalah akibat terlalu banyak
mengandung zat-zat yang merusak. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk terus mengulang-ulang pemberian obat (madu) karena banyaknya zat-zat yang harus dibersihkan [2].
Dalil ke dua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشِّفَاءُ فِى ثَلاَثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ ، وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ ، وَكَيَّةِ نَارٍ ، وَأَنْهَى أُمَّتِى عَنِ الْكَىِّ
“Kesembuhan itu terdapat pada tiga hal, yaitu minum madu, sayatan alat bekam, dan kay dengan api. Sesungguhnya aku melarang umatku dari kay.” (HR. Bukhari no. 5680)
Dalil ke tiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنْ كَانَ فِى شَىْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ – أَوْ يَكُونُ
فِى شَىْءٍ مِنْ أَدْوِيَتِكُمْ – خَيْرٌ فَفِى شَرْطَةِ مِحْجَمٍ ، أَوْ
شَرْبَةِ عَسَلٍ ، أَوْ لَذْعَةٍ بِنَارٍ تُوَافِقُ الدَّاءَ ، وَمَا
أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِىَ
“Jika dalam metode pengobatan kalian ada kebaikan, maka hal itu terdapat pada sayatan alat bekam, minuman madu, atau sundutan dengan api yang tepat pada penyakit (kay). Tetapi aku tidak suka berobat dengan kay.” (HR. Bukhari no. 5683)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa madu
memiliki banyak khasiat. Madu dapat membersihkan kotoran yang terdapat
pada usus, pembuluh darah, dan lainnya. Madu juga sangat bergizi. Madu
bisa menjadi makanan bila dicampur dengan makanan, menjadi obat bila
dicampur dengan obat-obatan, dan menjadi minuman bila dicampur dengan
minuman. Tidak ada suatu zat yang setara dengan madu yang diciptakan
oleh Allah Ta’ala, tidak ada yang lebih baik, tidak ada
yang sama atau sekedar mendekati kualitasnya. Madu menjadi satu-satunya
andalan orang-orang terdahulu. Nabi biasa meminum madu dicampur dengan
air. Kebiasaan itu menyimpan sebuah rahasia yang mengagumkan untuk
menjaga kesehatan. Dan kiat itu hanya bisa difahami oleh orang-orang
yang cerdas saja [3].
[Bersambung]
***
Diselesaikan di sore hari, Rotterdam NL 8 Muharram 1439/29 September 2017
Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Lihat Zadul Masir, 4/108 dan Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, 4/582-583.
[2] Lihat Zaadul Ma’ad, 4/27.
[3] Diringkas dari penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah tentang berbagai khasiat dan keutamaan madu yang terdapat dalam kitab beliau yang sangat mengagumkan, Zaadul Ma’ad, 4/25-28.
++++++
Share Ulang
Cisaat, Nengkelan: Ciwidey, 9 Dzulqaidah 1440
Sumber= https://kesehatanmuslim.com/thibb-nabawi-pengobatan-dengan-madu-01/