Di antara hal-hak Ahlul-Bait [1] yang diakui dalam syari’at islam yang mulia di antaranya :
1. Hak untuk dicintai.
Wajib mencintai mereka karena hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman :
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا
الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ
فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Itulah (karunia) yang (dengan
itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh. Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu
upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan’. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya
kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Mensyukuri” [QS. Asy-Syuuraa : 23].
Mengenai makna ayat di atas, Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنِي
عَبْدُ الْمَلِكِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، (إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى)، قَالَ: فَقَالَ سَعِيدُ
بْنُ جُبَيْرٍ: قُرْبَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ " إِنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلَّا
وَلَهُ فِيهِ قَرَابَةٌ فَنَزَلَتْ عَلَيْهِ إِلَّا أَنْ تَصِلُوا
قَرَابَةً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ"
Telah menceritakan kepada
kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Syu’bah :
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Malik, dari Thaawuus, dari Ibnu
‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa tentang ayat : ‘kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan’. Perawi berkata : Maka Sa’iid bin Jubair berkata : “Kekeluargaan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Lalu Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sesungguhnya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada satu pun perut di
kalangan Quraisy, kecuali beliau mempunyai kekerabatan dengan mereka.
Lalu ayat itu pun kepada beliau, yang mengkonsekuensikan agar kalian
menyambung kekerabatan antara aku dan kalian” [Shahih Al-Bukhaariy no. 3497].
عَنْ الْعَبَّاس عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ :
وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُ قَلْبَ امْرِئٍ إِيمَانٌ حَتَّى يُحِبَّكُمْ
لِلَّهِ وَلِقَرَابَتِي
Dari Al-‘Abbaas, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Demi Allah, tidak akan masuk iman pada hati seseorang hingga mencintai kalian karena Allah dan karena kekerabatanku”
[Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad 1/207 & 207-208 &
4/165 dan dalam Al-Fadlaail no. 1756-1757 & 1760, ‘Abdullah bin
Ahmad dalam Al-Fadlaail no. 1783 & 1792, Al-Haakim 3/332-333,
Al-Fasawiy 1/499, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 2175, Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushannaf 12/108-109 dan dalam Al-Musnad no. 918 dan Taariikh
Al-Madiinah no. 1049, Al-Marwaziy dalam Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah 1/453
no. 470, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 12228, Abu Ja’far
Al-Bakhtariy dalam Juz-nya no. 574, Al-Khathiib dalam At-Taariikh
3/259-260 & 4/596, dan Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal 33/340;
hasan – dishahihkan oleh Ahmad Syaakir dalam syarah-nya terhadap Musnad
Ahmad].
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم
الله في أهل بيتي"
Dari Zaid bin Arqam, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Dan
ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku
ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian
akan Allah terhadap ahlu-baitku”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2408, Ahmad 4/366-367, Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Musnad no. 514, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa 7/319-320 no.
8119, ‘Abd bin Humaid no. 265, Ad-Daarimiy 4/2090-2091 no. 3359, Ibnu
Abi ‘Aashim no. 1551, Ibnu Khuzaimah no. 2357, Al-Baihaqiy 2/149-150
& 7/31-32 & 10/114-115, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr 10/240-241 no.
4336, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/182-184 no. 5026 & 5028,
Ibnu Mandah dalam Majaalis min Aamaliy no. 75, Al-Laalikaa’iy dalam
Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 88, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah
14/117-118 no. 3913 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil 1/318-319 dan Al-Anwar
fii Syamaailin-Nabiy no. 257].
عَنْ عَلِيّ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ،
إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَيَّ أَنْ
" لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِق"
Dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Demi
Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berjanji kepadaku bahwasannya
tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada
yang membenciku kecuali ia seorang munafiq” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 78, Ahmad 1/84 & 95 & 128 dan dalam Al-Fadlaail
no. 948 & 961, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid
Fadlaailush-Shahaabah no. 1107, Ibnu Abi Syaibah 12/56-57, An-Nasaa’iy
dalam Ash-Shughraa no. 5022 & dalam Al-Kubraa no. 8431-8432 &
8097 & dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 50 & dalam Al-Khashaaish
no. 100-102, Ibnu Maajah no. 114, At-Tirmidziy no. 3736, Ibnu Hibbaan
no. 6924, Al-Bazzaar no. 560, Abu Ya’laa no. 445, Ibnu Abi ‘Aashim no.
1325, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan no. 261, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
4/185, Al-Baghawiy no. 3908-3909, Ibnul-‘Arabiy dalam Al-Mu’jam
1/333-334, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 187, Al-Balaadzuriy
dalam Al-Ansaab 2/350, dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 12/509].
2. Hak untuk mendapatkan pembelaan dan pembebasan dari segala tuduhan (yang tidak benar).
Sebagai
konsekuensi dari rasa cinta adalah melakukan pembelaan dan pembebasan
dari segala tuduhan, fitnah, dan berbagai celaan tak berdasar yang
dialamatkan kepada Ahlul-Bait.
Seperti halnya pembelaan terhadap ‘Aaisyah atas tuduhan berbuat
zina, karena Allah ta’ala telah memberikan persaksian bebasnya ‘Aaisyah
atas hal itu :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ
شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا
اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang
membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah
kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik
bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa
yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar” [QS. An-Nuur : 11].
Juga pembelaan terhadap ‘Aaisyah yang dituduh telah menjadi kafir,
padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa
ia istrinya di dunia dan di akhirat (jannah).[2]
Juga pembelaan terhadap Ahlul-Bait dari anggapan memiliki sebagian sifat Rububiyyah Allah ta’ala.[3]
Kecintaan kita terhadap Ahlul-Bait tidak lah buta sehingga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Misalnya : Kecintaan kita tidaklah membuat kita membenarkan tuntutan
Faathimah atas tanah Fadak dan menyalahkan Abu Bakr radliyallaahu
‘anhumaa yang menahannya. Abu Bakr melakukan hal itu hanyalah
berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[4]
Kecintaan kita tidak lah membuat kita membenar-benarkan tindakan
sebagian ‘habaaib’ yang sering mengajak manusia untuk mengkultuskan
mereka, sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pengkultusan individu.
عَنْ عُمَر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: عَلَى الْمِنْبَرِ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: " لَا تُطْرُونِي كَمَا
أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ،
فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ"
Dari ‘Umar radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda : “Janganlah
kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana Nashara berlebih-lebihan
terhadap Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah
bahwa aku adalah hamba dan Rasul-Nya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3445 & 6830, Ad-Daarimiy no.
2784, Ahmad 1/23 & 1/24 & 1/47 & 1/55-56, Ibnu Hibbaan
dalam Shahih-nya no. 413 & 414 & 6239 dan dalam Ats-Tsiqaat
2/152-153, Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal no. 535 dan dalam
Dalaailun-Nubuwwah 1/291 & 5/498, Ath-Thayaalisiy no. 24,
Al-Humaidiy no. 27, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 194, Abu Ya’laa no.
153, ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 9758 dan dalam At-Tafsiir no.
3642, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 1937, Ibnu Jamii’ dalam
Mu’jamusy-Syuyuukh no. 111, Adz-Dzahabiy dalam Al-Mu’jamul-Mukhtash
1/41 & 1/193, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no.
2436 & 2674, Al-Baghawiy no. 3681, At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail
no. 330, Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 968, Al-Khathiib
dalam Al-Fashl no. 408, dan Abu Zur’ah Thaahir Al-Maqdisiy dalam
Shafwatut-Tashawwuf no. 679].
‘Ali bin Al-Husain Zainal ‘Aabidiin rahimahumallah pernah berkata dalam sebuah riwayat berikut:
أبو خالد الكابلي سمعت علي بن الحسين عليه السلام يقول : ان اليهود
أحبوا عزيرا حتى قالوا فيه ما قالوا فلا عزير منهم ولا هم من عزيز، وأن
النصارى أحبوا عيسى حتى قالوا فيه ما قالوا، فلا عيسى منهم ولاهم من عيسى.
وانا على سنة من ذلك ان قوما من شيعتنا سيحبونا حتى يقولوا فينا ما قالت
اليهود في عزير، وما قالت النصارى في عيسى بن مريم، فلاهم منا ولا نحن
منهم.
Abu Khaalid Al-Kaabaliy : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain ‘alaihis-salaam berkata : “Sesungguhnya Yahudi mencintai ‘Uzair hingga mereka berkata tentangnya apa-apa yang telah mereka katakan.[5]
Padahal. ‘Uzair bukan termasuk golongan mereka, dan mereka pun bukan
termasuk pengikut ‘Uzair. Dan sesungguhnya Nashaaraa mencintai ‘Iisaa
hingga mereka berkata apa-apa yang telah mereka katakan. Padahal ‘Iisaa
bukan termasuk golongan mereka, dan mereka bukan termasuk pengikut
‘Iisaa. Sesungguhnya hal itu juga berlaku pada kami. Ada suatu kaum
dari Syi’ah kami yang mencintai kami hingga mereka mengatakan tentang
kami (seperti) apa-apa yang telah dikatakan oleh Yahudi terhadap ‘Uzair
dan yang dikatakan Nasharaa terhadap ‘Iisaa bin Maryam. Maka mereka itu
bukan termasuk kami, dan kami pun bukan termasuk mereka” [Rijaalul-Kasysyiy, hal 111 – referensi Syi’ah].[6]
3. Hak untuk disampaikan shalawat dan salam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan
memerintahkan kita untuk mengucapkan kepada ahlul-bait beliau. Misalnya
setelah tasyahud pada waktu saat shalat :
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ
مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم أَنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ
يَقُولُ: " اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ،
وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا
بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ
مَجِيدٌ"
Dari Ma’mar, dari Ibnu
Thaawus, dari Abu Bakr Muhammad, dari ‘Amru bin Hazm, dari seorang
laki-laki dari kalangan shahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda : “Ya
Allah, berilah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya,
istri-istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau telah memberikan
kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
lagi Maha Mulia. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada Ahli
Baitnya, istri-istrinya, serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah
memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji lagi Maha Mulia” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 3103, dan dari jalannya Ahmad 5/374; shahih].
Dalam doa :
أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ فِي
حَدِيثِهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ
سَلَمَةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَأَلْتُ زَيْدَ بْنَ
خَارِجَةَ، قَالَ: أَنَا سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
فَقَالَ: " صَلُّوا عَلَيَّ وَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ وَقُولُوا:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ"
Telah mengkhabarkan kepada
kami Sa’iid Al-Umawiy dalam haditsnya, dari ayahnya, dari ‘Utsmaan bin
Hakiim, dari Khaalid bin Salamah, dari Muusaa bin Thalhah, ia berkata :
Aku pernah bertanya kepada Zaid bin Khaarijah, ia berkata : Aku pernah
bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
bersabda : “Bershalawatlah
kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Ucapkanlah : “Ya
Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1292; shahih].
Atau secara umum di waktu-waktu yang lain.[7]
4. Hak mendapatkan khumus (seperlima harta ghanimah atau fai’).
Allah ta’ala berfirman :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ
السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Apa saja harta rampasan (fai-i)
yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk
kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu” [QS. Al-Hasyr : 7].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ
خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ
وَابْنِ السَّبِيلِ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa
saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnus-sabiil…..” [QS. Al-Anfaal : 41].
حدثنا أحمد بن سنان ، ثنا عبد الرحمن بن مهدي ، ثنا سفيان ، عن قيس بن
مسلم ، قال : سألت الحسن عن قوله : « ( واعلموا أنما غنمتم من شيء فأن لله
خمسه وللرسول ولذي القربى ، قال : اختلف الناس بعد وفاة رسول الله صلى
الله عليه وسلم في هذين السهمين ، فقال قائلون : سهم القرابة لقرابة النبي
صلى الله عليه وسلم ، وقال قائلون : لقرابة الخليفة » وروي عن سعيد بن
جبير ، وعكرمة ، قالا : « قرابة النبي صلى الله عليه وسلم»
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Sinaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy :
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Qais bin Muslim, ia
berkata : Aku bertanya kepada Al-Hasan tentang firman Allah : ‘Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul’ (QS. Al-Anfaal : 41), maka ia menjawab : “Orang-orang
berselisih pendapat setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tentang dua bagian ini. Beberapa orang berkata : ‘Bagian
kekerabatan adalah untuk kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam’.
Sebagian lain mengatakan : ‘Untuk kerabat khaliifah”. Dan diriwayatkan
dari Sa’iid bin Jubair dan ‘Ikrimah, mereka berdua berkata : “(Untuk)
kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 7/97; sanadnya shahih sampai Al-Hasan].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وكذلك آل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم، لهم من الحقوق ما يجب
رعايتها؛ فإن الله جعل لهم حقا في الخمس والفيء، وأمر بالصلاة عليهم مع
الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم،
“Dan
begitu pula keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
mempunyai hak-hak yang wajib untuk dipelihara. Karena Allah ta’ala
telah menjadikan bagi mereka hak (memperoleh bagian) khumus dan fai’.
Dan memerintahkan mengucapkan shalawat kepada mereka bersama shalawat
yang diucapkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam…” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 3/407].
Seperti yang telah kita lihat,
bahwa Allah ta’ala hanya menentukan bagian khumus ini dari ghanimah dan
fai’. Akan tetapi, Syi’ah mengada-adakan sendiri aturan bahwa khumus
itu juga diambil dari semua jenis harta kaum muslimin.[8]
Sebagai tambahan : Ahlul-bait berhak mendapatkan khumus, akan
tetapi mereka diharamkan menerima shadaqah. Hal itu dikarenakan untuk
memuliakan mereka dan membersihkan mereka dari kotoran, sebagaimana
disabdakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ، وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“Sesungguhnya shadaqah-shadaqah ini hanyalah kotoran manusia. Ia tidak halal bagi Muhammad dan juga bagi keluarga Muhammad” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 1072, Ahmad 4/166, Abu Daawud no. 2985, An-Nasaa’iy
dalam Ash-Shughraa no. 2609 dan dalam Al-Kubraa no. 2401, Ibnu Abi
‘Aashim dalam Al-Aahaadul wal-Matsaaniy no. 438, Ibnu Khuzaimah no.
2342 & 2352, Abu ‘Awaanah no. 2605, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad
Al-Mustakhraj no. 2396 dan dalam Ma’rifatush-Shahaabah no. 2755,
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/54-55 no. 4566, Al-Khaththaabiy dalam
Ghariibul-Hadiits 2/186, Al-Qaasim bin Sallaam dalam Al-Amwaal no. 842,
Ibnu Abi Syaibah dalam Taariikh Al-Madiinah no. 1051].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وأما تحريم الصدقة، فحرمها عليه وعلى أهل بيته تكميلًا لتطهيرهم ودفعًا للتهمة عنه، كما لم يورث، فلا يأخذ ورثته درهمًا ولا دينارًا،
“Adapun pengharaman shadaqah, maka
ia diharamkan terhadap beliau dan ahlul-baitnya sebagai satu
kesempurnaan penyucian mereka dan menolak kecurigaan terhadap beliau.
Sebagaimana juga beliau tidak mewariskan sesuatu pun. Oleh karena itu,
mereka tidak diperbolehkan mengambil satu dinar atau satu dirham pun” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 19/30].
5. Hak pengakuan bahwa nasab mereka adalah nasab yang (paling) mulia.
Hal itu dikarenakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ،
وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي
هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ"
“Sesungguhnya Allah
telah memilih dari anak Ismaa’iil, dan telah memilih Quraisy dari
(anak-anak) Kinaanah, dan telah memilih dari (anak-anak) Quraisy Bani
Haasyim, dan telah memilihku dari Bani Haasyim” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2276, Ibnu Abi Syaibah 11/478, Ahmad 4/107,
At-Tirmidziy no. 3605-3606, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 1499
dan dalam Al-Aahaadu wal-Matsaaniy no. 893, Al-Laalikaa’iy no. 1399,
Abu Ya’laa no. 7485 & 7487, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat 1/5, Ibnu
Hibbaan no. 6242 & 6333 & 6375, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir
22/no. 161, Al-Haakim dalam Al-Ma’rifah 1/161, Al-Baihaqiy dalam
Al-Kubraa 6/363 & 7/132 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/165-166 dan
dalam Syu’abul-Iimaan no. 1391, Al-Jurjaaniy dalam Al-Amaaliy no. 247,
Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil no. 161, Abu Nu’aim dalam
Ma’rifatush-Shahaabah 1/38-39 no. 27, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah
no. 3613 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil no. 1390, dan Al-Khathiib dalam
At-Taariikh 13/64].
Satu hal yang patut di simak dalam hal bahasan ini adalah perkataan Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah :
معناه أنَّ العملَ هو الذي يَبلُغُ بالعبدِ درجات الآخرة، كما قال
تعالى: {وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا}، فمَن أبطأ به عملُه أن
يبلُغَ به المنازلَ العاليةَ عند الله تعالى لَم يُسرِع به نسبُه، فيبلغه
تلك الدَّرجات؛ فإنَّ اللهَ رتَّب الجزاءَ على الأعمال لا على الأنساب،
كما قال تعالى: {فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلاَ أَنسَابَ بَيْنَهُمْ
يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَتَسَاءَلُونَ}، وقد أمر الله تعالى بالمسارعةِ إلى
مغفرتِه ورحمتِه بالأعمال، كما قال: {وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِن
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالكَاظِمِينَ الغَيْظَ} الآيتين، وقال: {إِنَّ الَّذِينَ هُم مِنْ
خَشْيَةِ رَبِّهِم مُشْفِقُونَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِ رَبِّهِمْ
يُؤْمِنُونَ وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُونَ وَالَّذِينَ
يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ
رَاجِعُونَ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا
سَابِقُونَ}
“Maknanya adalah amal-lah yang menyampaikan seorang hamba kepada derajat-derajat akhirat, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Dan
masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa
yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan’ (QS. Al-An’am :
32). Barangsiapa yang melambatkan amalnya yang dapat menyampaikannya ke
tempat yang tinggi di sisi Allah, maka tidaklah bisa dipercepat
dengannya oleh (kemuliaan) nasabnya yang kemudian menyampaikannya
kepada derajat tersebut. Karena sesungguhnya Allah menetapkan balasan
berdasarkan amal, bukan berdasarkan nasab, sebagaimana firman Allah
ta’ala : ‘Apabila
sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara
mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya’ (QS.
Al-Mukminuun : 101). Allah ta’ala telah memerintahkan untuk
berlomba-lomba menuju ampunan dan rahmat-Nya dengan amalan, sebagaimana
firman-Nya : ‘Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya’ (QS. Ali ‘Imraan : 133-134). Dan juga firman-Nya : ‘Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka,
Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan
orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa
pun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya’
(QS. Al-Mukminuun : 57-61)”
[Dinukil melalui perantaraan Fadhlu Ahlil-Bait wa ‘Uluwwu Makanaatihim
‘inda Ahlis-Sunnah wal-Jamaa’ah oleh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad Al-Badr,
hal. 14-15; Daar Ibnil-Atsiir, Cet. 1/1422].
Dan tingkat ketaqwaan lah yang akan menentukan kemuliaan seseorang di sisi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” [QS. Al-Hujuraat : 13].
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ
أَبي نَضْرَةَ، حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، فَقَالَ: " يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَباكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا
لَا فَضْلَ لِعَرَبيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى
عَرَبيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى
أَحْمَرَ، إِلَّا بالتَّقْوَى، أَبلَّغْتُ؟ "، قَالُوا: بلَّغَ رَسُولُ
اللَّهِ
Telah menceritakan kepada
kami Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Jurairiy,
dari Abu Nadlrah : Telah menceritakan kepadaku dari seseorang yang
mendengar khutbah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada
pertengahan hari-hari tasyriq. Beliau bersabda : “Wahai
sekalian manusia, ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian
juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang ‘Arab atas
orang ‘Ajam (non-‘Arab), tidak pula orang ‘Ajam atas orang ‘Arab, tidak
pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula
orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah; kecuali atas dasar
ketaqwaan. Apakah aku telah menyampaikannya ?”. Mereka menjawab : “Rasulullah telah menyampaikannya…..” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/411. Orang yang mendengar khutbah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu,
sebagaimana tertera dalam riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/100 dan
Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 4921 & 5137. Hadits ini
shahih].
Oleh karena itu, bagi bapak-bapak habiib (habaaib) yang mengaku
punya nasab mulia, maafkanlah kami seandainya kami tidak memberikan
loyalitas kepada sebagian antum yang masih saja doyan bid’ah atau
bahkan kesyirikan. Nasab bukanlah objek yang bisa dijadikan alat untuk
mendapatkan loyalitas, dukungan, atau bahkan……. (mesin penghasil
keuntungan dunia – inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun jika ada
yang demikian).
Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat bagi kita semua…..
Wallaahu ta’ala a’lam.
[abul-jauzaa’ al-bogoriy – 1432 – hari pertama tahun 2011 M].
[1] Mengenai pembahasan Ahlul-Bait, silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/05/ahlul-bait-nabi-shallallaahu-alaihi-wa.html.
[2] Silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/11/aisyah-adalah-istri-nabi-shallallaahu.html.
[3] Sebagaimana anggapan
orang-orang Syi’ah bahwa ‘Aliy dan sebagian keturunannya mengetahui
semua perbendaharaan ilmu, mengetahui kapan akan mati, bebas dari
kesalahan dan lupa, dan yang lainnya. Silakan baca artikel kami :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/03/sekilas-tentang-pemikiran-klenik-al.html.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/11/ahlul-bait-adalah-jaminan-keselamatan.html.
[4] Silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/06/rasulullah-shallallaahu-alaihi-wa.html.
[5] Yaitu ‘Uzair anak Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى
الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ
قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى
يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang Yahudi berkata:
"Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra
Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka
meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah
mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” [QS. At-Taubah : 30].
[6]
Nukilan ini sebagai pelajaran bagi orang Syi’ah yang terbiasa dengan
sikap berlebih-lebihan dalam ‘mencintai’ (???); yang diambil dari
perkataan salah satu imam mereka.
[7] Sebagai suplemen, silakan baca artikel kami : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/03/fatwa-asy-syaikh-ibnu-utsaimin.html.
[8] Silakan baca : http://aljawad.tripod.com/arsipbuletin/khumus.htm.
Sumber= http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/01/hak-hak-ahlul-bait-menurut-ahlus-sunnah.html
- Info...
- Top Artikel
Panutan
Selalu Gagalklik di sini
Dialog Guru Murid klik di sini
Gurunya Setan klik di sini
Rugi Tak Berguru klik di sini
Fanatisme klik di sini
Alat Ukur
Barometer Kebenaran Read more...
SUNNAH Read more...
BID'AH Read more...
- Prioritas
Artikel Penting Wajib Baca
- Lain-lain
- Rutinitas
Senin, 15 Agustus 2016
Hak-Hak Ahlul-Bait Menurut Ahlus-Sunnah
Artikel Terkait:
Ahlul Ba'it
Bantahan
Fanatisme