Hadits di atas merupakan bagian dari hadits Iftiraaqul-Ummah yang selengkapnya berbunyi :
تفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة، كلهم في النار إلا ملة واحدة». قالوا: ومن هي يا رسول الله؟ قال: «ما أنا عليه وأصحابي
“Akan berpecah umatku ini menjadi tujuh puluh tiga golonan. Semuanya masuk neraka kecuali satu”. Mereka (para shahabat) bertanya : “Siapakah ia wahai Rasulullah ?”. Beliau menjawab : “Apa-apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya”.
Hadits di atas diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 2641) dan berkata :
هذا حديث حسن غريب مفسر لا نعرفه مثل هذا إلا هذا الوجه.
“Ini adalah hadits hasan ghariib mufassar (yang dijelaskan)[1]. Kami tidak mengetahui hadits yang seperti ini kecuali dari sisi ini”.
Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (1/218-219), Ibnu Wadldlah dalamAl-Bida’ wan-Nahyu ‘anhaa (hal. 85), Al-Ajurriy dalam Asy-Syarii’ah (1/127-128 no. 23-24), Al-‘Uqailiy dalam Adl-Dlu’afaa’ (hal. 659 no. 817), Ibnu Nashr Al-Marwaziy dalamAs-Sunnah (hal. 79 no. 60), Ibnul-Jauziy dalam Talbis-Ibliis (melalui An-Nafiis fii Takhriji Ahaadiitsi Talbiis-Ibliis hal. 11 no. 12), dan Al-Laalika’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad(hal.
99-100 no. 147), semuanya dari jalan ‘Abdurrahman bin Ziyaad
Al-Ifriqiy, dari ‘Abdullah bin Yaziid, dari ‘Abdullah bin
‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu ‘anhuma, secaramarfu’.
Sanad hadits ini dla’iif dikarenakan
‘Abdurrahman bin Ziyaad Al-Ifriqiy dilemahkan oleh jumhur ahli
hadiits. Ia adalah ‘Abdurrahman bin Ziyaad bin An’um, Abu
Ayyuub. Dikenal juga dengan kunyah Abu Khaalid Al-Ifriiqiy.
Al-Bukhariy
berkata : “Dalam hadits ada sebagian yang diingkari”.
At-Tirmidzi berkata : “Aku melhat Muhammad memuji Al-Ifriqiy
dengan kebaikan dan menguatkan perkaranya”. Yahya Al-Qaththan
– dalam riwayat Al-Bardza’iy – mentsiqahkannya. Namun
dalam riwayat At-Tirmidzi, Ibnul-Qaththaan telah melemahkannya. Abu
Zur’ah berkata : “Tidak kuat (laisa bi-qawiy)”. Ya’qub bin Sufyaan berkata : “Ia termasuk di antara orang-orang Mesir, tidak mengapa dengannya (laa ba’s bih).
Dalam haditsnya ada kelemahan”. At-Tirmidzi berkata :
“Dilemahkan haditsnya”. Ahmad berkata : “Aku tidak
menulis haditsnya”. Al-Bazzaar berkata : “Rasydiin dan
‘Abdurrahman bukan termasuk orang yang haafidh.
Apabila salah seorang di antara mereka menyendiri dalam periwayatan
hadits, maka tidak digunakan sebagai hujjah. Dan bagi
‘Abdurrahman ada hal-hal yang diingkari”. [selengkapnya
lihat Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 2/69-70 no. 2489].
Dari beberapa perkataan ahli hadits di atas dapat disimpulkan bahwa sebab kelemahan di sisi hapalannya. Bukan pada ‘adalah-nya. Inilah timbangan yang ‘adil bagi
‘Abdurrahman bin Ziyaad. Haditsnya diingkari dan tidak diterima
jika menyendiri dalam periwayatan. Adapun orang yang memasukkan
‘Abdurrahman bin Ziyaad sebagai perawi pendusta dengan melihat
perkataan Ibnu Hibban dalam Al-Majruuhiin[2],
maka ini adalah sesuatu yang berlebih-lebihan. Jika memang kedudukannya
seperti itu, niscaya masyhur perkataan para ahli hadits lain bahwa ia
seorang pendusta atau minimal tertuduh (muttaham) melakukan kedustaan.
Oleh karena itu Al-Haafidh Ibnu Hajar menyimpulkan perkataan para ahli hadits terhadap ‘Abdurrahman bin Ziyaad Al-Ifriqiy rahimahullah dengan :
ضعيف في حفظه
“Lemah dalam jurusan hapalannya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 578 no. 3887].
Kelemahan hadits ‘Abdurrahman bin Ziyaad termasuk kelemahan ringan yang memungkinkan menerima syaahid/syawaahid[3] sehingga statusnya naik.
Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabaraniy dalam Ash-Shaghiir (melalui Ar-Raudlud-Daaniy– 2/29-30 no. 724) dan Al-Ausath (5/137 no. 4886), Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisiy dalam Al-Ahaadiitsul-Mukhtaarah (7/277), dan ‘Uqailiy dalam Adl-Dlu’afaa’ (hal.
659 no. 817); semuanya dari jalan Wahb bin Baqiyyah, dari
‘Abdullah bin Sufyaan, dari Yahya bin Sa’iid, dari Anas bin
Malik radliyallaahu ‘anhu secara marfu’.
Namun hadits tersebut juga dla’iif, karena ‘Abdullah bin Sufyaan.
Disebutkan oleh Al-Haitsamiy dalam Majmaa’uz-Zawaaid (1/189) dari jalan Anas bin Maalik, lalu ia (Al-Haitsamiy) berkata :
رواه الطبراني في الصغير وفيه عبد الله بن سفيان، قال العقيلي : إنه لا يتابع على حديثه هذا، وقد ذكره ابن حبان في الثقات
“Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Ash-Shaghiir, dan di dalam (sanad)-nya terdapat ‘Abdullah bin Sufyaan. Al-‘Uqailiy berkata : ‘Haditsnya ini tidak ada mutaba’ah-nya’. Ibnu Hibban telah menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat”.
Adz-Dzahabiy berkata :
عبد
الله بن سفيان الخزاعي الواسطي عن يحيى بن سعيد الأنصاري. قال العقيلي: لا
يتابع على حديثه. حدثنا أسلم بن سهل، حدثنا جدي وهب بن بقية، حدثنا عبد
الله بن سفيان، عن يحيى بن سعيد، عن أنس مرفوعا: «تفترق هذه الأمة
على ثلاث وســبعين فرقة كلها في النــار إلا فرقــة واحدة: ما أنا عليه
اليوم وأصحابي». وإنما يعرف هذا بابن أنعم الإفريقي عن عبد الله بن
يزيد عن عبد الله بن عمرو
“Abdullah
bin Sufyaan Al-Khuzaa’iy Al-Waasithiy, dari Yahya bin
Sa’iid Al-Anshariy. Berkata Al-‘Uqailiy : ‘Haditsnya
tidak ada mutaba’ah-nya.
Telah menceritakan kepada kami Aslam bin Sahl : Telah menceritakan
kepada kami kakekku Wahb bin Baqiyyah : telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Sufyaan, dari Yahya bin Sa’iid, dari Anas bin
Maalik secara marfu’ : Akan terpecah umatku ini menjadi tujuh puluh tiga golongan yang kesemuanya masuk neraka, kecuali satu : Apa-apa yang aku dan para shahabatku berada di atasnya.
Hadits ini hanya diketahui dari Ibnu An’um Al-Ifriqiy, dari
‘Abdullah bin Yaziid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr”
[selesai – lihat Miizaanul-I’tidaal 2/430 no. 4356].
Ath-Thabaraniy berkata : “Tidak ada yang meriwayatkannya dari Yahya kecuali ‘Abdullah bin Sufyaan”.
Jika
kita perhatikan perkataan para ahli hadits di atas terhadap
‘Abdullah bin Sufyaan, maka kritik mereka disebabkan karena
kebersendiriannya dalam periwayatan. Jenis kelemahan ini biasa
disebabkan karena keraguan atas kekuatan hapalannya – dan ia
merupakan kelemahan yang ringan.
Dua hadits di atas (hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash dan Anas bin Maalikradliyallaahu ‘anhum) saling menguatkan karena kelemahan masing-masing ringan dari sisi hapalannya, sehingga ia bisa menjadi syaahid satu dengan yang lainnya.
Apalagi kemudian lafadh maa ana ‘alaihi wa ashhaabii ini mempunyai syaahid lain dari hadits ‘Irbaadl bin Sariyyah radliyallaahu ‘anhu yang masyhuur :
فإنه من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين
“Karena
di antara kalian yang hidup setelahku akan menyaksikan banyaknya
perselisihan. Wajib atas kalian berpegang teguh terhadap Sunnahku dan
Sunnah Al-Khulafaur-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” [Diriwayatkan
oleh Abu Dawud no. 4607, At-Tirmidzi no. 2676, Ahmad 4/126-127,
Ad-Daarimiy 1/44, Ibnu Majah no. 43-44, Ibnu Abi ‘Aashim no. 27,
Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Atsar 2/69, Al-Baghawiy no. 102, Al-Ajurriy dalam Asy-Syarii’ah hal. 46, Al-Laalika’iy dalam Ushuulul-I’tiqaad no. 81, Al-Marwaziy dalam As-Sunnah no. 69-72, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 5/220 dan 10/115, serta Al-Haakim 1/95-97; shahih – dari takhrij Asy-Syaikh Al-Arna’uth atasJaami’ul-‘Ulum wal-Hikam hadits no. 28].
Sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
a. ‘Wajib atas kalian berpegang teguh terhadap Sunnahku’ (‘alaikum bi-sunnatii) adalah sama dengan ‘Apa-apa yang aku berada di atasnya’ (maa ana ‘alaihi);
b. ‘Dan sunnah Al-Khulafaur-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk’ (wa sunnatil-Khulafaail-Mahdiyyiin Ar-Raasyidiin) adalah sama dengan ‘Dan para shahabatku’ (wa ashhaabiy).
[lihat keterangan ini dalam ta’liq, tahqiq, dan takhrij Al-Waliid bin Muhammad bin Saif An-Nashr hal. 127 atas kitab Asy-Syarii’ah oleh Al-Ajurriy].
Maka, status hadits tersebut naik menjadi hasan lighairihi. Tentu saja ini sesuai dengan definisinya – sebagaimana dalam ilmu Mushthalah – :
هو الضعيف إذا تعددت طرقه، ولم يكن سببُ ضعفه فِسْقَ الراوي أو كَذِبَهٌ.
يستفاد من هذا التعريف أن الضعيف يرتقى إلى درجة الحسن لغيره بأمرين هما:
أ) أن يٌرْوَيٍِ من طريق آخر فأكثر ، على أن يكون الطريقٌ الآخر مثله أو أقوى منه
ب) أن يكون سببٌ ضعف الحديث إما سوء حفظ راويه أو انقطاع في سنده أو جهالة في رجاله .
“Ia adalah hadits (yang asalnya) dla’if yang memiliki beberapa jalur (sanad), dan sebab ke-dla’if-annya bukan karena perawinya fasiq atau dusta. Berdasarkan definisi ini, menunjukkan bahwa hadits dla’if itu dapat naik tingkatannya menjadi hasan lighairihikarena dua hal :
a. Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalan lain (dua jalur) atau lebih; asalkan jalan lain itu semisal atau lebih kuat.
b. Penyebab kedla’ifannya bisa karena buruknya hafalan perawinya, terputusnya sanad, atau jahalah dari perawi” [lihat Taisiru Mushthalhil-Hadiits hal. 43-44].
Dan ini sama sekali tidak bertentangan dengan makna Al-Jama’ah sebagaimana dalam riwayat yang lain. Sebab, al-jama’ah yang pertama kali ada saat hadits ini diucapkan adalah jama’ah para shahabat radliyallaahu ‘anhum ajma’in. Mereka-lah generasi pertama yang merupakan generasi terbaik dalam Islam sebagaimana sabda beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam :
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ...
"Sebaik-baik
manusia adalah (yang hidup) di generasiku (jamanku), kemudian
orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 6635].
Jama’ah shahabat adalah jama’ah terbaik dari umat yang harus kita tiru jika kita ingin menjadi bagian dari Al-Firqatun-Najiyyah (golongan yang selamat).
Kesimpulan : Hadits Maa ana ‘alaihi wa ashhaabiy adalah hasan lighairihi – sebagaimana dihasankan oleh Al-‘Iraqiy dalam takhrij Al-Ihyaa’ (3/199), Ibnu Katsir dalam An-Nihaayah fil-Fitan wal-Malaahim (hal. 35) dan At-Tafsiir (4/361-362), serta Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ (5/80). Bahkan dishahihkan oleh Ibnul-Qayyim dalamMukhtashar Ash-Shawaaiq (2/410) dan Asy-Syaathibiy dalam Al-I’tishaam (2/252). Adapun As-Sakhawiy dalam Al-Maqaashidul-Hasanah (no. 340), As-Suyuthiy dalam beberapa kitabnya, dan ulama lainnya menyepakati ke-maqbul-an hadits ini secara umum.
Wallaahu a’lam.
[Abu Al-Jauzaa’ – Bogor, Sya’ban 1430 H].
[1] Dalam naskah lain tertulis : Hadiits ghariib mufassar.
[2] Ibnu Hibban rahimahullah berkata :
كان يروي الموضوعات عن الثقات
“Ia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari para perawi tsiqah”.
[3] Definisi sederhana/ringkas dari syaahid adalah : hadits yang diriwayatkan oleh shahabat yang berbeda namun mempunyai lafadh atau makna yang sama.
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/08/hadits-maa-ana-alaihi-wa-ashhaabii-apa.html