Ikhtilaath (الاختلاط) secara istilah didefinisikan sebagai
bercampur-baurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram-nya secara fisik
dalam satu tempat tanpa penghalang, yang dapat menimbulkan fitnah. Ada
tiga keadaan ikhtilaath sebagaimana dijelaskan
oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim rahimahullah :
اختلاط الرجال
بالنساء له ((ثلاث حالات)) :
الأولى : اختلاط النساء بمحارمهن من الرجال ، وهذا لا إشكال في جوازه .
الثانية : اختلاط النساء بالأجانب لغرض الفساد ، وهذا لا إشكال في تحريمه .
الثالثة : اختلاط النساء بالأجانب في : دور العلم ، والحوانيت والمكاتب ، والمستشفيات ، والحفلات ، ونحو ذلك ، فهذا في الحقيقة قد يظن السائل في بادئ الأمر أنه لا يؤدي إلى إفتتان كل واحد من النوعين بالآخر
الأولى : اختلاط النساء بمحارمهن من الرجال ، وهذا لا إشكال في جوازه .
الثانية : اختلاط النساء بالأجانب لغرض الفساد ، وهذا لا إشكال في تحريمه .
الثالثة : اختلاط النساء بالأجانب في : دور العلم ، والحوانيت والمكاتب ، والمستشفيات ، والحفلات ، ونحو ذلك ، فهذا في الحقيقة قد يظن السائل في بادئ الأمر أنه لا يؤدي إلى إفتتان كل واحد من النوعين بالآخر
“Ikhtilaath-nya
laki-laki dan wanita ada tiga keadaan :
1. Ikhtilaath-nya
wanita dengan mahramnya dari kalangan laki-laki, ini diperbolehkan.
2. Ikhtilaath-nya
wanita dengan laki-laki asing (bukan mahramnya) untuk tujuan yang rusak, ini
diharamkan.
3. Ikhtilaath-nya
wanita dengan laki-laki asing dalam tempat-tempat pengajaran ilmu, toko,
kantor, rumah sakit, perayaan/pesta, dan yang semisal; pada hakekatnya Penanya[1] menyangka pada awal perkaranya tidak
menimbulkan fitnah antara satu dengan yang lainnya (padahal, ikhtilaath jenis
ini merupakan ikhtilaath yang sangat berpotensi menimbulkan
fitnah sehingga terlarang – Abul-Jauzaa’)” [Al-Fataawaa,
no. 1118, tanggal 14-5-1388 H].
Di
sini akan kami bawakan dalil-dalil yang menyatakan larangan ikhtilaath jenis
ketiga[2] yang diambil dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Dalil
dari Al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman
:
وَإِذَا
سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ
أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila
kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka
mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan
hati mereka” [QS.
Al-Ahzaab : 53].
Ibnu
Katsiir rahimahullah berkata :
أي وكما نهيتكم
عن الدخول عليهن كذلك لا تنظروا إليهن بالكلية ولو كان لأحدكم حاجة يريد تناولها
منهن فلا ينظر إليهن ولا يسألهن حاجة إلا من وراء حجاب
“Yaitu,
dan sebagaimana Kami larang kalian untuk masuk menemui mereka (istri-istri
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam), begitu pula janganlah kalian
melihat mereka semuanya. Dan seandainya salah seorang di antara kalian
mempunyai keperluan untuk mengambil sesuatu dari mereka, maka jangan kalian
melihat mereka dan jangan pula meminta satu hajat kepada mereka kecuali dari
belakang tabir” [Tafsir Ibni Katsiir, 6/455].
Adanya
hijab/tabir mencegah adanya ikhtilaath antara laki-laki dan
wanita.
Allah ta’ala berfirman
:
وَلَمَّا وَرَدَ
مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن
دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي
حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata:
"Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab:
"Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah
lanjut umurnya" [Al-Qashshash
: 23].
Kalimat
{مِن دُونِهِمُ} ‘di belakang mereka’ ;
menunjukkan bahwa dua wanita tersebut jauh dari rombongan laki-laki yang sedang
meminumkan ternaknya.
Adapun
perkataan dua wanita tersebut {لَا
نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء} ‘sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya)’ ; menunjukkan bahwa
dua wanita tidak mau ikhtilaath bersama dengan kaum laki-laki ketika
memberi minum hewan ternak mereka.
Allah ta’ala berfirman
:
وَرَاوَدَتْهُ
الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ
هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لا
يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,
sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung” [QS. Yuusuf : 23].
Asy-Syaikh
Muhammad bin Ibraahiim rahimahullah berkata :
وجه الدلالة :
أنه لما حصل اختلاط بين إمرأة عزيز مصر وبين يوسف عليه السلام ظهر منها ما كان
كامناً فطلبت منه أن يوافقها ، ولكن أدركه الله برحمته فعصمه منها ، وذلك في قوله
تعالى : (( فاستجاب له ربه فصرف عنه كيدهن إنه هو السميع العليم )) [يوسف:34]
وكذلك إذا حصل اختلاط بالنساء اختار كل من النوعين من يهواه من النوع الآخر ،
وبذلك بعد ذلك الوسائل للحصول عليه
“Sisi
pendalilannya : Ketika terjadi ikhtilaath antara istri ‘Aziiz
Mesir dan Yuusuf ‘alaihis-salaam, muncullah pada wanita itu apa-apa
yang dulu terpendam, lalu ia meminta Yuusuf untuk memenuhinya. Akan tetapi
Allah memberikan rahmat-Nya kepadanya, dan menjaganya dari godaan wanita
tersebut. Hal itu terdapat dalam firman-Nya {فَاسْتَجَابَ
لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} ‘Maka Tuhannya memperkenankan doa
Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’ (QS. Yuusuf : 34). Begitu
juga jika terjadi ikhtilaat hantara laki-laki dengan wanita, maka
keduanya akan (cenderung) saling memilih pasangan yang ia sukai. Dan setelah
itu, ia akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkannya keinginannya
tersebut” [Al-Fataawaa, no. 1118, tanggal 14-5-1388 H].
Allah ta’ala berfirman
:
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ
أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya…”
[QS. An-Nuur : 30-31].
Sisi
pendalilannya : Allah ta’ala telah memerintahkan kita untuk
menundukkan pandangan kepada lain jenis yang bukan mahram kita. Perintah di
situ maknanya wajib, sehingga mafhum-nya kita dilarang mengumbar
pandangan kita. Adanya ikhtilaath menyebabkan pandangan tidak
terjaga, sehingga menghindari ikhtilaath menjadi salah satu
konsekuensi yang dituntut berdasarkan ayat ini.
Dalil
dari As-Sunnah
حدثنا عبيد الله
بن معاذ العنبري وسويد بن سعيد ومحمد بن عبد الأعلى. جميعا عن المعتمر. قال ابن
معاذ: حدثنا المعتمر بن سليمان قال: قال أبي: حدثنا أبو عثمان عن أسامة بن زيد بن
حارثة وسعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل؛ أنهما حدثا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم؛
أنه قال "ما تركت بعدي في الناس، فتنة أضر على الرجال من النساء".
Telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy, Suwaid bin
Sa’iid, dan Muhammad bin ‘Abdil-A’laa, semuanya dari Mu’tamir. Ibnu Mu’aadz
berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir bin Sulaimaan, ia berkata
: Telah berkata ayahku : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Utsmaan, dari
Usaamah bin Zaid bin Haaritsah dan Sa’iid bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail,
bahwasannya keduanya menceritakan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda : “Tidaklah aku tinggalkan satu fitnah
sepeninggalku kepada manusia yang lebih berbahaya atas laki-laki daripada
wanita” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2741].
حدثنا محمد بن
المثنى ومحمد بن بشار، قالا: حدثنا محمد بن جعفر. حدثنا شعبة عن أبي مسلمة. قال:
سمعت أبا نضرة يحدث عن أبي سعيد الخدري، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال
"إن الدنيا حلوة خضرة. وإن الله مستخلفكم فيها. فينظر كيف تعملون. فاتقوا
الدنيا واتقوا النساء. فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء"
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa dan Muhammad bin Basyaar,
mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far :
Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Maslamah, ia berkata : Aku
mendengar Abu Nadlrah menceritakan hadits dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, dari Nabishallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya dunia itu manis lagi
hijau. Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian khalifah di dalamnya.
Maka, perhatikanlah bagaimana kalian beramal. Hati-hatilah terhadap dunia, dan
hati-hatilah kalian terhadap wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama bagi
Bani Israaiil berasal dari wanita” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2742].
Sisi
pendalilannya : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
mensifatkan wanita sebagai fitnah bagi kaum laki-laki. Bagaimana bisa
diperbolehkan berkumpulnya sesuatu yang menjadi sebab fitnah dengan sesuatu
yang lain yang menjadi objek yang terfitnah ?.
حدثنا مسدد:
حدثنا أبو عوانة، عن عبد الرحمن بن الأصبهاني، عن أبي صالح ذكوان، عن أبي سعيد:
جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله، ذهب الرجال
بحديثك، فاجعل لنا من نفسك يوماً نأتيك فيه، تعلمنا مما علمك الله، فقال: (اجتمعن
في يوم كذا وكذا، في مكان كذا وكذا). فاجتمعن، فأتاهنَّ رسول الله صلى الله عليه
وسلم فعلمهنَّ مما علمه الله، ...
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Abu
‘Awaanah, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Ashbahaaniy, dari Abu Shaalih Dzakwaan,
dari Abu Sa’iid : Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, lalu berkata : “Wahai Rasulullah, laki-laki telah pergi
dengan haditsmu. Maka jadikanlah untuk kami satu hari yang kami (para wanita)
akan mendatangimu pada hari itu untuk memperlajari apa yang Allah ajarkan
kepadamu”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Berkumpullah kalian pada hari ini dan ini, di tempat ini dan ini”.
Maka, berkumpullah mereka, yang kemudian Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa
sallam datang menemui mereka untuk mengajari apa-apa yang telah Allah
ajarkan kepada beliau….” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7310].
Sisi
pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
menyuruh kaum wanita agar bercampur bersama ber-ikhtilaath bersama
kaum laki-laki dalam majelis-majelis beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, padahal itu sangat mungkinkan dilakukan. Selain itu, shahabiyyah
yang meminta waktu dan hari khusus kepada beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam menunjukkan rasa malu mereka, dan bahwasannya ikhtilaath dalam
majelis-majelis ilmu di kala itu bukanlah sesuatu hal yang lazim bagi mereka.
حدثنا عبد الله
بن عمر وأبو معمر ثنا عبد الوارث ثنا أيوب عن نافع عن بن عمر قال قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : لو تركنا هذا الباب للنساء قال نافع فلم يدخل منه بن عمر حتى
مات
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu Ma’mar : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waarits : Telah menceritakan kepada kami
Ayyuub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seandainya
kita tinggalkan pintu (masjid) ini khusus untuk wanita”. Naafi’ berkata :
“Maka Ibnu ‘Umar tidak pernah masuk melewati pintu itu hingga ia meninggal[3]” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 462;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 1/136].
Sisi
pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
memisahkan pintu bagi laki-laki dan wanita agar mereka tidak bercampur satu
dengan yang lainnya ketika masuk atau keluar.
حدثنا يحيى بن
قزعة قال: حدثنا إبراهيم بن سعد، عن الزهري، عن هند بنت الحارث، عن أم سلمة رضي
الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم، قام النساء حين يقضي
تسليمه، ويمكث هو في مقامه يسيرا قبل أن يقوم. قال: نرى - والله أعلم - أن ذلك كان
لكي ينصرف النساء، قبل أن يدركهن أحد من الرجال.
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Qaza’ah, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Ibraahiim bin Sa’d, dari Az-Zuhriy, dari Hind bintu Al-Haarits,
dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai
salam di akhir shalatnya, maka para wanita segera berdiri (untuk pulang), dan
beliau diam sejenak di tempatnya sebelum berdiri”. Az-Zuhriy berkata : “Kami berpendapat
– wallaahu a’lam – bahwasannya hal itu beliau lakukan agar
supaya para wanita dapat pergi pulang sebelum mereka mendapati salah seorang
dari laki-laki pulang[4]” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
875].
Sisi
pendalilan : Sebagaimana dikatakan oleh Az-Zuhriy, bahwasannya beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam duduk sejenak agar jama’ah laki-laki dan wanita
tidak ber-ikhtilaath ketika pulang.
حدثنا زهير بن
حرب. حدثنا جرير عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هريرة؛ قال: قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: "خير صفوف الرجال أولها. وشرها آخرها. وخير صفوف النساء آخرها.
وشرها أولها".
Telah
menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada kami
Jariir, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sebaik-baik
shaff bagi laki-laki adalah bagian awalnya (paling depan), dan yang paling
jelek adalah bagian akhirnya (paling belakang). (Sebaliknya), sebaik-baik
shaff bagi wanita adalah bagian akhirnya (paling belakang) dan yang paling
jelek adalah bagian awalnya (paling depan)” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 440].
Sisi
pendalilannya : Hadits ini menunjukkan bahwa kebaikan semakin bertambah dengan
semakin jauhnya jarak fisik antara laki-laki dan wanita. An-Nawawiy rahimahullah berkata
:
وإنما فضل آخر
صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن عن مخالطة الرجال ورؤيتهم
“Hanya
saja keutamaan shaff paling belakang bagi wanita yang
menghadiri shalat berjama’ah bersama laki-laki karena jauhnya mereka dari
percampuran dengan laki-laki dan pandangan laki-laki kepada mereka” [Syarh
Shahih Muslim, 4/159].
حدثنا مسدد قال:
حدثنا يحيى، عن سفيان قال: حدثني عبد الرحمن بن عباس قال: سمعت ابن عباس قيل له:
أشهدت العيد مع النبي صلى الله عليه وسلم؟ قال: نعم، ولو لا مكاني من الصغر ما
شهدته، حتى أتى العلم الذي عند دار كثير بن الصلت، فصلى، ثم خطب، ثم أتى النساء،
ومعه بلال، فوعظهن وذكرهن وأمرهن بالصدقة، فرأيتهن يهوين بأيديهن، يقذفنه في ثوب
بلال، ثم انطلق هو وبلال إلى بيته.
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Yahyaa, dari Sufyaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan
bin ‘Abbaas, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas, dikatakan kepadanya :
“Apakah engkau pernah menyaksikan/menghadiri shalat ‘Ied bersama Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam ?”. Ia menjawab : “Ya, seandainya bukan karena
kedudukanku dari kalangan shahabat junior, niscaya aku tidak menyaksikannya.
Hingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi
bendera/panji yang ada di rumah Katsiir bin Ash-Shalt , lalu beliau shalat,
kemudian berkhutbah. Kemudian beliau mendatangi para wanita, dan bersama beliau
Bilaal. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menasihati
mereka, mengingatkan mereka, dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka
aku lihat mereka mengulurkan tangan mereka dan melemparkan perhiasan mereka ke
kain (yang dibentangkan) Bilaal. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam dan Bilaal beranjak pergi ke rumah beliau” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 977].
Tentang
perkataan Ibnu ‘Abbaas {ثم أتى النساء} ‘kemudian beliau mendatangi para
wanita’ ; diketahui bahwa jama’ah wanita berada di tempat tersendiri
terpisah dari laki-laki tanpa ada percampuran/ikhtilaath dengan
mereka [lihat : Fathul-Baariy, 2/466].
وقال عمرو بن
علي: حدثنا أبو عاصم قال: ابن جريج أخبرنا قال: أخبرني عطاء: إذ منع ابن هشام
النساء الطواف مع الرجال، قال: كيف يمنعهن، وقد طاف نساء النبي صلى الله عليه وسلم
مع الرجال؟ قلت: أبعد الحجاب أو قبل؟ قال: إي لعمري، لقد أدركته بعد الحجاب. قلت:
كيف يخالطن الرجال؟ قال: لم يكن يخالطن، كانت عائشة رضي الله عنها تطوف حجرة من
الرجال، لا تخالطهم،
Telah
berkata ‘Amru bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim, ia
berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata : Telah
mengkhabarkan kepadaku ‘Athaa’ ketika Ibnu Hisyaam melarang wanita untuk thawaf
bersama laki-laki, ia berkata : "Bagaimana bisa ia melarang mereka (para
wanita), padahal para istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
thawaf bersama laki-laki ?”. Aku berkata : “Apakah setelah turun perintah hijab
ataukah sebelumnya ?”. Ia berkata : “Wahai demi umurku, sungguh aku
mendapatinya setelah turun perintah hijab”. Aku berkata : “Bagaimana bisa
mereka (para istri Nabi) bercampur (ikhtilaath) dengan laki-laki ?”. Ia
berkata : “Mereka tidaklah bercampur. Adalah ‘Aaisyah radliyllaahu
‘anhaa thawaf di samping laki-laki tanpa bercampur dengan mereka”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1618].
حدثنا إسماعيل:
حدثنا مالك، عن محمد بن عبد الرحمن بن نوفل، عن عروة بن الزبير، عن زينب بنت أبي
سلمة، عن أم سلمة رضي الله عنها، زوج النبي صلى الله عليه وسلم، قالت: شكوت إلى
رسول الله صلى الله عليه وسلم أني أشتكي، فقال: (طوفي من وراء الناس وأنت راكبة).
Telah
menceritakan kepada kami Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Maalik,
dari Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Naufal, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, dari
Zainab bintu Abi Salamah, dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa,
istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Aku pernah
mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya
aku sakit, lalu beliau bersabda : ‘Berthawaflah dengan naik kendaraan
di belakang manusia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1619].
Al-Bukhaariy
menempatkan hadits itu dalam Baab : Thawaafun-Nisaa’ ma’ar-Rijaal (Thawafnya
para wanita bersama laki-laki). An-Nawawiy berkata :
إنما أمرها صلى
الله عليه وسلّم بالطواف من وراء الناس لشيئين: أحدهما أن سنة النساء التباعد عن
الرجال في الطواف
“Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam hanyalah memerintahkannya (Ummu Salamah) thawaf di
belakang orang-orang karena dua hal : Pertama, bahwasannya sunnah bagi wanita
adalah menjauhkan diri dari laki-laki ketika thawaf....” [Syarh Shahih
Muslim].
حدثنا قتيبة بن
سعيد: حدثنا ليث، عن يزيد بن أبي حبيب، عن أبي الخير، عن عقبة بن عامر، أن رسول
الله صلى الله عليه وسلم قال: (إياكم والدخول على النساء).
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami
Laits, dari Yaziid bin Abi Habiib, dari Abul-Khair, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Jauhilah kalian masuk menemui wanita” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 5232].
Sisi
pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
memperingatkan kita agar tidak bermudah-mudah masuk menemui wanita (yang
bukan mahram). Mafhum-nya, beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menjauhi mereka, yang itu bisa
diwujudkan dengan menjauhi ikhtilaath.
حدثنا عبد الله
بن مسلمة ثنا عبد العزيز يعني بن محمد عن أبي اليمان عن شداد بن أبي عمرو بن حماس
عن أبيه عن حمزة بن أبي أسيد الأنصاري عن أبيه : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه
وسلم يقول وهو خارج من المسجد فاختلط الرجال مع النساء في الطريق فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم للنساء استأخرن فأنه ليس لكن أن تحققن الطريق عليكن بحافات
الطريق فكانت المرأة تلتصق بالجدار حتى إن ثوبها ليتعلق بالجدار من لصوقها به
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah : Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdul-‘Aziiz, yaitu Ibnu Muhammad, dari Abul-Yamaan, dari Syaddaad bin
Abi ‘Amru bin Hammaas, dari ayahnya, dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshaariy,
dari ayahnya : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda ketika beliau keluar dari masjid dimana laki-laki
bercampur (ikhtilaath) bersama wanita di jalan. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita : “Berlambat-lambatlah
kalian. Karena sesungguhnya tidak ada hak bagi kalian berjalan di tengah jalan.
Hak kalian adalah di pinggir jalan”. Maka ada wanita berjalan menempel ke
dinding hingga pakaiannya melekat di dinding karena saking rapatnya dengan
dinding itu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5272; dihasankan oleh
Al-Albaaniy dalamShahih Sunan Abi Daawud, 3/295].
Itulah
beberapa nash yang menunjukkan larangan ikhtilaath antara
laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya.[5]
Wallaahu
a’lam.
______________
[abul-jauzaa’
– sidabowa, banyumas, 1432 H].
[1]
Fatwa ini merupakan jawaban atas pertanyaan : “Apakah boleh ikhtilath antara
laki-laki dan wanita jika aman dari fitnah ?”.
حدثنا أبو داود
قال حدثنا عبد الله بن نافع عن أبيه عن بن عمر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
لما بنى المسجد جعل بابا للنساء وقال لا يلجن من هذا الباب من الرجال أحد قال نافع
فما رأيت بن عمر داخلا من ذلك الباب ولا خارجا منه
Telah menceritakan kepada kami
Abu Daawud, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Naafi’,
dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam ketika membangun masjid, beliau menjadikan satu
pintu khusus bagi wanita, dan bersabda : “Jangan ada seorang laki-laki pun
yang masuk dari pintu ini”. Naafi’ berkata : “Aku tidak pernah melihat Ibnu
‘Umar masuk dan keluar melewati pintu tersebut” [Diriwayatkan oleh
Ath-Thayaalisiy no. 1829].
فإذا قام رسول
الله صلى الله عليه وسلم قام الرجال
“Apabila Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam berdiri, maka barulah laki-laki ikut berdiri (untuk
pulang/bubar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 866].
[5]
Ada beberapa perkecualian yang tidak termasuk bagian dari ikhtilaath yang
diharamkan, silakan baca : http://www.almanhaj.or.id/content/2846/slash/0
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/07/dalil-dalil-larangan-ikhtilaath.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/07/dalil-dalil-larangan-ikhtilaath.html